Di negeri magis Aelderia, Radena, seorang putri kerajaan yang berbakat sihir, merasa terbelenggu oleh takdirnya sebagai pewaris takhta. Hidupnya berubah ketika ia dihantui mimpi misterius tentang kehancuran dunia dan mendengar legenda tentang Astralis—sebuah senjata legendaris yang dipercaya mampu menyelamatkan atau menghancurkan dunia. Dalam pelariannya mencari kebenaran, ia bertemu Frieden, seorang petualang misterius yang ternyata terikat dalam takdir yang sama.
Perjalanan mereka membawa keduanya melewati hutan gelap, kuil tersembunyi, hingga pertempuran melawan sekte sihir gelap yang mengincar Astralis demi kekuatan tak terbayangkan. Namun, untuk mendapatkan senjata itu, Radena harus menghadapi rahasia besar tentang asal-usul sihir dan pengorbanan yang melahirkan dunia mereka.
Ketika kegelapan semakin mendekat, Radena dan Frieden harus memutuskan: berjuang bersama atau terpecah oleh rahasia yang membebani jiwa mereka. Di antara pilihan dan takdir, apakah Radena siap memb
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dzira Ramadhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12: Lautan Badai
Pagi datang dengan langit yang kelabu dan angin dingin yang menerpa wajah. Radena berdiri di dek kapal bersama Frieden, menatap cakrawala yang tampak tak berujung. Kapal milik Darel, Harbinger, adalah kapal besar dengan layar hitam yang kuat, dirancang untuk menghadapi lautan yang paling ganas sekalipun.
“Jadi, apa ini pertama kalinya kau menyeberangi Lautan Badai?” tanya Darel sambil mengikat tali layar.
Radena mengangguk, tangannya menggenggam tongkat sihirnya dengan erat. “Dan kupikir ini mungkin juga akan jadi yang terakhir.”
Frieden tertawa kecil, tetapi nada cemasnya tidak bisa disembunyikan. “Semoga saja kita sampai ke pulau itu sebelum badai benar-benar meledak.”
Melewati Perairan Gelap
Lautan di sekitar mereka mulai berubah. Air yang tadinya tenang kini bergolak, menciptakan gelombang besar yang mengguncang kapal. Angin bertiup kencang, membuat layar kapal bergoyang liar.
Darel berteriak kepada awak kapalnya untuk menjaga keseimbangan kapal, sementara Frieden membantu mengikat tali agar layar tetap tegak. Radena berdiri di tengah dek, mencoba menjaga konsentrasi di tengah kekacauan.
“Lautan ini seperti hidup,” kata Frieden sambil menghindari cipratan ombak besar.
Radena mengangguk. “Aku bisa merasakan energi sihir di dalam air. Ini lebih dari sekadar badai biasa.”
Tiba-tiba, dari balik gelombang, muncul makhluk besar dengan tubuh bersisik hijau gelap dan mata merah yang bersinar. Makhluk itu memiliki tentakel panjang yang bergerak liar, mencoba meraih kapal mereka.
“Kraken!” teriak salah satu awak kapal.
Radena menatap makhluk itu dengan ngeri. Ia tahu legenda tentang Kraken, tetapi ini adalah pertama kalinya ia melihatnya secara langsung.
“Kita harus melawannya!” kata Frieden sambil menghunus pedangnya
“Kau pikir aku akan membiarkan itu membunuhku?” Darel berteriak, menarik kemudi untuk mencoba menghindari serangan Kraken.
Namun, makhluk itu terlalu besar dan terlalu cepat. Salah satu tentakelnya menghantam bagian samping kapal, membuat kayu retak dan beberapa awak terjatuh.
Pertempuran Melawan Kraken
Radena melangkah maju, mengarahkan tongkat sihirnya ke arah tentakel besar yang melingkari kapal. “Ignis Astra!”
Bola api besar meluncur dari tongkatnya, menghantam tentakel Kraken dan membuatnya mundur sejenak. Makhluk itu mengeluarkan suara melengking yang mengguncang udara.
Frieden bergabung dalam serangan, menggunakan pedangnya untuk memotong salah satu tentakel yang mencoba meraih layar kapal. “Cepat! Kita harus menyerang sebelum dia menghancurkan kapal!”
Namun, Kraken semakin marah. Ia mengangkat seluruh tubuhnya dari air, memperlihatkan mulut raksasa dengan deretan gigi tajam yang tampak seperti bisa menghancurkan kapal dalam satu gigitan.
Radena tahu bahwa sihir biasa tidak akan cukup untuk melawan makhluk sebesar ini. Ia mengingat pelajaran tentang makhluk laut dari buku sihir kerajaan, dan sebuah ide muncul di benaknya.
“Kita harus memfokuskan serangan kita ke matanya!” teriaknya.
Frieden mengangguk, mengarahkan pedangnya ke salah satu mata Kraken yang bersinar merah. Dengan satu ayunan besar, ia meluncurkan serangan yang menghantam mata itu, membuat Kraken mengeluarkan jeritan kesakitan.
Radena tidak membuang waktu. Ia melantunkan mantra baru, menggunakan semua energi sihir yang ia miliki.
“Luminis Glacialis!”
Dari tongkatnya, muncul semburan es yang membekukan tentakel Kraken dan membuatnya tidak bisa bergerak. Makhluk itu berjuang untuk melepaskan diri, tetapi serangan Radena terlalu kuat.
“Sekarang, Darel! Arahkan kapal keluar dari sini!” teriak Radena.
Darel mengangguk, menarik kemudi dengan kekuatan penuh untuk menjauh dari Kraken yang mulai tenggelam kembali ke dalam air.
Melewati Badai
Setelah berhasil melawan Kraken, mereka kembali menghadapi gelombang besar dan angin kencang. Kapal bergoyang hebat, tetapi Darel berhasil menjaga kendali, membawa mereka keluar dari bagian terburuk badai.
Ketika akhirnya laut mulai tenang, langit yang gelap mulai menunjukkan kilauan bintang. Radena dan Frieden duduk di dek, terengah-engah setelah pertempuran yang melelahkan.
“Kau benar-benar gila, Radena,” kata Frieden dengan tawa kecil. “Tapi aku senang punya seseorang sepertimu di sisiku.”
Radena tersenyum lelah. “Dan aku senang kau ada di sini untuk menutupi semua kekacauan yang kubuat.”
Darel mendekati mereka, wajahnya serius. “Aku tidak percaya kita berhasil keluar dari itu. Tapi aku harus bilang, kalian berdua benar-benar luar biasa.”
Radena hanya mengangguk. Di balik rasa lega, ia tahu bahwa pertempuran ini hanyalah permulaan. Pulau yang mereka tuju masih menyimpan rahasia yang belum mereka pahami sepenuhnya.
Pulau Astralis
Ketika pagi datang, mereka akhirnya melihat daratan di kejauhan. Pulau itu dikelilingi oleh tebing tinggi dan hutan lebat, dengan puncak gunung yang menjulang di tengahnya.
“Itu dia,” kata Radena dengan nada rendah.
Frieden memandangi pulau itu dengan alis terangkat. “Tidak terlihat ramah, ya?”
Darel memutar kemudi untuk mendekati pantai. “Aku akan menurunkan kalian di sini. Tapi setelah itu, aku tidak akan menunggu lama. Pulau ini... terasa aneh.”
Radena menatap daratan dengan penuh tekad. Ia tahu bahwa jawaban yang ia cari ada di sini, tetapi ia juga tahu bahwa bahaya yang menunggu mungkin lebih besar daripada apa yang telah mereka hadapi sebelumnya.
“Kita akan menemukan Astralis,” katanya pelan.
Frieden mengangguk, menepuk bahunya. “Dan kita akan melawan apa pun yang mencoba menghentikan kita.”
Mereka turun dari kapal, melangkah ke pantai yang sunyi. Pulau itu terasa seperti dunia lain—udara yang tebal dengan energi sihir, suara angin yang berbisik seperti suara roh, dan hutan yang tampak hidup.
Radena menggenggam tongkatnya lebih erat. Perjalanan mereka hampir mencapai puncaknya, tetapi ia tahu bahwa ini juga adalah saat-saat paling berbahaya.