Bintang, CEO muda dan sukses, mengajukan kontrak nikah, pada gadis yang dijodohkan padanya. Gadis yang masih berstatus mahasiswa dengan sifat penurut, lembut dan anggun, dimata kedua orang tuanya.
Namun, siapa sangka, kelinci penurut yang selalu menggunakan pakaian feminim, ternyata seorang pemberontak kecil, yang membuat Bintang pusing tujuh keliling.
Bagaimana Bintang menanganinya? Dengan pernikahan, yang ternyata jauh dari ekspektasi yang ia bayangan.
Penuh komedi dan keromantisan, ikuti kisah mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Egha sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Sera mengepalkan tangan dengan erat, saat Bintang tanpa sengaja menyentuh kulitnya. Ia bisa merasakan, kalau jarak diantara mereka hanya beberapa centi saja.
Tahan Sera. Jangan bergerak!
Sera semakin merapatkan kedua matanya. Apapun yang terjadi, ia tetap akan berpura-pura tidur, bahkan mati.
Drrt, drrt, drrt.
"Ada apa?"
Sera tidak dapat mendengar suara yang menelpon Bintang, meski ia sudah memusatkan pendengarannya.
"Aku tidak peduli. Jangan biarkan, dia datang diacara pernikahanku."
Sepertinya, ada berita bagus, yang tidak bisa Sera abaikan. Ia bergerak sedikit mendekat, dengan mata masih terpejam.
"Bertahun-tahun, kenapa kau baru datang? Sialan!"
Bintang membanting ponselnya. Sera langsung terpaku. Sepertinya, ia salah mengambil keputusan hanya karena penasaran. Posisi mereka kini sangat dekat, bahkan jika Bintang memutar tubuhnya, akan langsung memeluk Sera.
Hening.
Apa dia tidur? Ah, sial. Kenapa juga aku harus penasaran.
Sera, mencoba membuka mata, seperti sedang mengintip. Ia melihat punggung sang suami yang ternyata tidak memakai baju. Seketika, ia melebarkan kedua matanya. Dan entah kenapa, tangannya mendadak nakal ingin meraba.
Kenapa tubuhnya sebagus ini?
Sera, sadarlah!
Tidak. Ini terlalu indah, untuk diabaikan dan aku merasa rugi jika tidak menyentuhnya.
Sera ingin membenturkan kepalanya. Disaat genting, pikirannya sibuk berkeliaran dengan hal aneh.
Sera langsung kembali memejamkan mata, saat Bintang memutar tubuhnya. Dan benar saja, mereka langsung berhadapan tanpa pembatas. Bahkan, Sera bisa merasakan napas Bintang, di kepalanya.
Deg, deg, deg.
Jantungku, serasa mau meledak.
"Ck. Kenapa kau tidur seperti gasing?" ujar Bintang.
Sera masih mode pura-pura tidur. Sumpah kedua matanya, bergerak ingin mengintip. Otaknya memberi perintah, untuk melihat wajah sang suami dari dekat.
"Baiklah. Aku memaafkan mu kali ini, karena kau lelah."
Bintang menarik selimut, menutupi tubuh Sera. Ia lalu, berpindah posisi diatas sofa.
drrt, drrt, drrt.
Ponsel Bintang kembali bergetar. Ia menatap layar sesaat dan memilih mengabaikannya. Tapi sepertinya, si penelepon tidak menyerah. Untuk kesekian kalinya, ponsel itu terus bergetar. Bahkan, Sera merasa greget ingin menyambar ponsel itu.
"Apa kau tidak lelah?" teriak Bintang.
"..... "
"Aku sudah menikah. Jangan mengangguku!"
".... "
"Sudah terlambat. Seharusnya, kau mengatakan itu tiga tahun lalu."
Bintang mematikan ponselnya.
"Tiga tahun, Hania. Kau membuatku seperti orang bodoh."
Hania?
Bukankah itu nama seorang gadis? Wah, si freezer rupanya punya pacar.
Sera terlanjur penasaran dan ingin menggali lebih dalam informasi yang begitu berharga. Jika si freezer punya pacar, lalu kenapa harus menikah dengannya?
Tunggu! Dia dicampakkan? Hahahaha....
Sera bersusah payah, menahan tawa yang ingin meledak. Akhirnya, ia hanya bisa tersenyum seperti sedang bermimpi. Bintang yang suka memerintah seenaknya, dingin seperti es batu, ternyata dicampakkan oleh kekasihnya. Wah, berita ini sungguh paling menyenangkan bagi Sera. Kapan lagi, ia bisa menertawakan suaminya.
Pukul tiga sore, Sera masih berpura-pura tidur. Pikirannya berkelana, membayangkan bagaimana Bintang dicampakkan. Apakah dia menangis? Apa mungkin dia depresi? Lucunya lagi, ia membayangkan wajah Bintang, jika saat itu menangis. Mungkin, dia seperti anak kecil yang kehilangan permen.
Dia pasti duduk diatas tanah dan menangis. Hahaha....
Tok tok tok.
"Masuk," ujar Bintang.
Seketika, semua khayalan indah Sera buyar.
"Maaf, Pak. Sudah waktunya, Non Sera siap-siap."
"Hmm."
Wita mendekati Sera yang masih terlentang tidur. Dengan perlahan, menggoyangkan tubuh majikannya sembari memanggil.
"Non, bangun."
Sera masih bergeming. Akan ketahuan, jika langsung bangun hanya satu kali panggilan. Pada umumnya, orang tertidur pulas butuh waktu lama untuk dibangunkan. Ia akan tetap bertahan, meski kedua matanya, sudah tidak bisa diajak kompromi.
"Non, Non Sera, bangun. Sudah waktunya siap-siap."
Tahan Sera, masih satu kali panggilan.
"Dia tidak mau bangun?" tanya Bintang.
"Mungkin, Non Sera terlalu lelah."
Bintang bangkit dari sofa, lalu naik keatas tempat tidur. Sera yang menyadari itu, memutar tubuhnya kesamping. Bergeliat, sembari meluruskan sendi-sendinya. Namun, ia masih memejamkan mata.
Wit, bangunin gue, satu kali lagi!
"Nyonya Allandra, bangun!" perintah Bintang.
"Mmm," jawab Sera, lalu kembali menggeliatkan tubuhnya.
Mampusss! Kenapa dia yang harus bangunin gue?
"Istriku," Bintang berbisik, tepat ditelinga Sera. "bangun! Kalau tidak, aku akan menciummu sampai kehabisan napas."
Tanpa berpikir, Sera langsung bangkit. Duduk dengan punggung tegak, kedua matanya membola. Ia seperti seorang pencuri yang tertangkap basah.
"Kau pura-pura tidur?"
"Hoaam...." Sera menutupi mulutnya yang terbuka lebar. "Apa Kak?"
Bodoh amat. Gue pura-pura amnesia saja!
"Non, waktunya siap-siap."
"Ah, iya. Aku mandi dulu."
Tanpa pikir panjang, Sera melesat masuk kamar mandi. Ia tidak mau membalas tatapan Bintang, apalagi menunggu jawaban atas pertanyaan bodohnya.
🍓🍓🍓
Sera duduk depan cermin, dengan raut wajah cemberut. Ia masih terus merutuki kebodohannya.
"Non, jangan begitu dong mukanya."
"Gue, lagi bete."
"Malu ya, Non. Ternyata, pak Bintang orangnya romantis." Wita terkikik, sementara Sera menatapnya dengan mata melotot.
Pukul tujuh malam, semua persiapan telah selesai. Kedua pengantin didampingi orang tua masing-masing, duduk di atas pelaminan. Lantunan musik turut memeriahkan suasana. Ucapan selamat datang dari tamu undangan.
Sera duduk dengan perasaan campur aduk. Cemas, tegang, dan takut, tapi masih bisa tersenyum saat Bintang menatapnya. Kedua matanya berkeliling setiap sudut, memindai wajah para tamu yang duduk kejauhan. Tak lupa, dalam hati ia memanjatkan doa, agar malam ini berlalu tanpa ada seseorang yang ia kenali.
Dan tampaknya, doa Sera tidak terkabul. Seorang pria yang sangat ia kenal, berjalan menuju pelaminan bersama wanita paruh baya. Pria yang selalu memberikan tumpangan gratis setiap ke kampus.
Rio? Mati gue!
Kenapa pria itu ada disini? Sepengetahuannya, orang tua Rio, bukan pengusaha atau pejabat. Motor matic butut yang selalu mogok, menjadi saksinya. Begitu juga cara berpakaiannya, yang mungkin setahun sekali membeli pakaian baru. Bukan hanya itu, Rio sering memakai baju yang sama dalam seminggu.
Sera kelabakan, ingin rasanya ia menghilang atau mungkin mengecil agar tak terlihat. Semakin Rio mendekat, semakin ia seperti cacing kepanasan. Kehabisan akal, ia menutup setengah wajahnya dengan buket bunga pengantin.
Sera melirik wanita paruh baya, yang bersama Rio. Wanita itu memeluk sang ibu, sembari tertawa. Ia juga menunjuk Rio, seolah memperkenalkannya.
"Selamat ya, Nak."
Sera hanya mengangguk, tidak mungkin ia menjawab. Wajah bisa dimanipulasi, tapi suara tidak. Satu kata keluar dari mulutnya, Rio pasti langsung mengenalinya.
Rio ikut bersalaman, dengan malas. Bahkan, sahabatnya itu, sama sekali tidak menatap Sera. Sepertinya, ia diseret dengan paksa untuk ikut.
Cepatlah pergi!
Sera bernapas lega, seolah batu besar yang menindih tubuhnya terangkat. Tapi, ia tidak bisa menurunkan kewaspadaan, selama acara belum selesai. Ia terus menerus berdoa, agar waktu cepat berputar.
ceritanya bagus, jadi ga sabar nunggu up