Elina Raffaela Escobar, seorang gadis cantik dari keluarga broken home, terpaksa menanggung beban hidup yang berat. Setelah merasakan pengkhianatan dari orang-orang terdekatnya, ia menemukan dirinya terjebak dalam kekacauan emosi.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga, Elina bertemu dengan Adrian Volkov Salvatrucha, seorang CEO tampan dan misterius yang hidup di dunia gelap mafia.
Saat cinta mereka tumbuh, Elina terseret dalam intrik dan rahasia yang mengancam keselamatannya. Kehidupan mereka semakin rumit dengan kedatangan tunangan Adrian, yang menambah ketegangan dalam hubungan mereka.
Dengan berbagai konflik yang muncul, Elina harus memilih antara cinta dan keselamatan, sambil berhadapan dengan bayang-bayang masa lalu yang terus menghantuinya.
Di tengah semua ketegangan ini, siapa sebenarnya Adrian, dan apakah Elina mampu bertahan dalam cinta yang penuh risiko, atau justru terjebak dalam permainan berbahaya yang lebih besar dari dirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lmeilan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
POV Elina
Pikiran Elina berkecamuk saat ia duduk di dalam mobil bersama Adrian. Hati kecilnya mengatakan bahwa ia tidak boleh menyerah begitu saja. Ia tidak ingin hubungan mereka hanya sebatas kesepakatan tanpa ikatan yang jelas. Setiap kali ia memandang Adrian, rasa cemas itu semakin membesar. Tidak, ia tidak bisa melakukan ini.
Begitu mobil berhenti di depan sebuah mansion besar yang megah, Elina merasa hatinya semakin gelisah. Adrian keluar dari mobil dan membukakan pintu untuknya. “Masuklah,” ucapnya singkat, tanpa menunggu jawaban dari Elina. Ia menatap Elina dengan tatapan yang sulit diterjemahkan, seolah mengukur reaksi gadis itu.
Elina melangkah keluar dengan ragu, tangannya gemetar halus saat ia berjalan melewati pintu besar mansion yang terbuka. Interiornya megah, lampu-lampu kristal menggantung dari langit-langit yang tinggi, dan suasana sunyi yang mengintimidasi menyelimuti tempat itu. Seperti kastil dalam cerita dongeng, namun lebih dingin, lebih nyata, dan lebih menakutkan.
Seorang wanita paruh baya datang menghampiri mereka.
“Tuan muda” ucap wanita itu
“Madam, tolong buatkan minuman untuk kami” ucap Adrian
“Baik Tuan Muda” jawab wanita itu dan berlalu pergi
Adrian mengajak Elina duduk di ruang tamu yang luas, Elina merasa perlu mengutarakan sesuatu. Ia tahu, malam ini akan menjadi malam yang panjang jika ia tidak menyuarakan pikirannya. Ia menatap Adrian dengan mata penuh keteguhan.
“Tuan Adrian,” suara Elina bergetar, namun ia berusaha mengendalikannya, “saya... saya tidak bisa melakukan ini.”
Adrian yang tengah menuangkan segelas anggur untuk dirinya, menghentikan gerakannya sejenak. Ia menoleh ke arah Elina, matanya yang tajam meneliti wajah gadis itu. “Apa maksudmu?”
“Saya tidak bisa memenuhi permintaan Tuan tanpa status yang jelas,” ucap Elina dengan tegas, meski rasa takut masih menggelayut di hatinya. “Jika Tuan ingin saya melakukannya, Tuan harus menikahi saya terlebih dahulu.”
Kata-kata itu meluncur begitu saja, membuat Adrian terdiam sejenak. Ia mengangkat alisnya, seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Kemudian, ia tersenyum kecil, senyuman yang tidak sampai ke matanya. “Menikahimu?” Ia mengulang kata-kata itu seakan mengejek, lalu tertawa kecil, nada suaranya sarat dengan nada sarkastik. “Kau ingin aku menikahimu hanya karena itu?”
Elina mengangguk, matanya tidak lepas dari tatapan tajam Adrian. “Ya karena Saya tidak ingin menjadi perempuan tanpa harga diri yang menjual dirinya hanya demi uang.”
Adrian menatapnya lama, ekspresinya berubah dingin dan serius. “Kau tahu, Elina,” ucapnya dengan suara rendah, nyaris berbisik, “aku tidak pernah berpikir untuk menikah. Tidak denganmu, tidak dengan siapa pun.”
Kata-kata itu bagai hantaman keras yang membuat dada Elina sesak. Ia sudah menduganya, namun mendengarnya langsung dari mulut Adrian membuat hatinya nyeri. Namun, ia tidak akan mundur. Ia sudah terlanjur berbicara, dan tidak ada jalan kembali.
“Tapi itu syaratku,” ucap Elina dengan suara serak. “Jika Tuan tidak setuju, saya siap membayar kembali uang yang Tuan berikan, dengan cara apa pun yang bisa saya lakukan.”
Adrian mengamati wajah Elina yang penuh tekad, seolah menilai kejujuran di balik kata-katanya. Ia menyandarkan tubuhnya ke sofa, meletakkan gelas anggur di atas meja dengan gerakan perlahan. “Kau benar-benar keras kepala, ya?”
Elina tidak menjawab, ia hanya menatap Adrian dengan tatapan penuh harap. Ia tahu, ia mempertaruhkan banyak hal dengan membuat permintaan ini. Tapi ia harus melakukannya. Ia tidak ingin menjadi perempuan yang hanya memuaskan nafsu seorang pria tanpa ada ikatan yang mengikat.
Suasana hening sejenak, hanya terdengar suara napas mereka yang berat. Adrian akhirnya berdiri, menghampiri Elina dan menatapnya dari dekat. Ia mengulurkan tangannya, meraih dagu Elina dan mengangkatnya perlahan hingga mata mereka bertemu. “Kau tahu, Elina, ada harga yang harus dibayar untuk setiap keputusan yang kau ambil.”
Elina merasakan jantungnya berdegup kencang, namun ia tetap menatap Adrian dengan mata yang tidak berkedip. “Saya siap menanggungnya.”
Adrian mengangguk pelan, melepaskan dagu Elina dan berbalik. “Baiklah. Jika itu yang kau inginkan, aku akan memikirkannya. Tapi ingat,” ucapnya sambil berjalan menuju jendela besar, memandangi pemandangan malam yang gelap, “aku bukan pria yang mudah dipermainkan. Jika kau ingin menikah denganku, maka kau harus siap dengan semua konsekuensinya.”
Elina menggigit bibirnya, menahan gejolak emosi yang ingin meledak. Ia tahu, permintaannya mungkin terdengar gila. Tapi ia tidak punya pilihan lain. Ia sudah terlibat terlalu jauh, dan sekarang ia harus berani menghadapi segala risiko yang mungkin datang.
“Terima kasih, Tuan Adrian,” ucapnya dengan suara lirih, menunduk hormat.
Adrian hanya mengangguk tanpa menoleh, tatapannya masih terfokus ke luar jendela. Elina merasa udara di ruangan itu semakin menipis. Ia ingin segera pergi dari sana, menjauh dari ketegangan yang hampir membuatnya pingsan. Namun, sebelum ia beranjak, Adrian berbicara lagi, kali ini suaranya terdengar lebih lembut, hampir tak terdengar.
“Elina, kau tidak tahu apa yang kau minta dariku. Pernikahan bukan hal yang sederhana, dan aku tidak yakin kau siap untuk semua ini.”
Elina menggigit bibirnya lagi, menahan air mata yang ingin tumpah. “Saya tidak akan mundur, Tuan. Jika Tuan bersedia, saya siap untuk menghadapi apa pun yang terjadi.”
Adrian akhirnya menoleh, menatapnya dengan mata yang dalam dan tajam. “Kita lihat saja nanti,” gumamnya pelan.
“Ini sudah hampir pagi hari dan Saya harus kembali ke rumah sakit Tuan siang hari nanti nenek akan menjalankan operasi” ucap Elina memohon
“Pergilah.. supir akan mengantarkanmu” ucap Adrian datar tanpa ekspresi apapun di wajahnya
“Terima kasih Tuan” ucap Elina dan berlalu pergi mengikuti supir yang diperintahkan Adrian
POV Adrian
Setelah Elina meninggalkan mansion, Adrian berdiri lama di depan jendela, merenungkan segala hal yang baru saja terjadi. Permintaan Elina tadi mengejutkannya. Ia tidak pernah berpikir bahwa gadis itu akan memiliki keberanian untuk mengajukan syarat seperti itu.
“Menikah…” gumam Adrian, merasa aneh dengan kata itu. Selama ini, ia selalu berpikir bahwa pernikahan adalah sebuah kelemahan, sebuah belenggu yang bisa menghancurkan kebebasan seseorang. Namun, kenapa kata-kata Elina tadi bisa mengusik hatinya?
“Dia benar-benar gila,” ucapnya pelan, lalu tertawa kecil.
Adrian menghela napas panjang. Ia tahu, Elina tidak bisa dianggap remeh. Gadis itu memiliki kekuatan yang mungkin tidak disadarinya. Dan sekarang, Adrian merasa tertantang. Ia ingin melihat seberapa jauh gadis itu bisa bertahan dengan permintaan gila ini.
“Baiklah, Elina. Mari kita lihat seberapa besar keberanianmu,” gumamnya sambil memandang ke langit malam yang sudah mulai berganti fajar. Dalam hati, ia tahu bahwa permainan ini baru saja dimulai.
Kembali ke Elina
Sesampainya di rumah sakit ia segera memasuki ruangan neneknya, dia mendapati Ibu Sri masih terlelap dalam tidurnya, tanpa ingin membangunkan Ibu Sri, Elina bergegas membersihkan diri dan ingin beristirahat sejenak. ia merasa sangat kelelahan akhir akhir ini mengingat begitu banyak kisah rumit yang harus ia hadapi.