Di TK Pertiwi Masaran, Bu Nadia, guru TK yang cantik dan sabar, mengajarkan anak-anak tentang warna dengan cara yang menyenangkan dan penuh kreativitas. Meskipun menghadapi berbagai tantangan seperti balon pecah dan anak yang sakit perut, Bu Nadia tetap menghadapi setiap situasi dengan senyuman dan kesabaran. Melalui pelajaran yang ceria dan kegiatan menggambar pelangi, Bu Nadia berhasil menciptakan suasana belajar yang penuh warna dan kebahagiaan. Cerita ini menggambarkan dedikasi dan kasih sayang Bu Nadia dalam mengajarkan dan merawat anak-anaknya, menjadikan setiap hari di kelas menjadi pengalaman yang berharga dan penuh makna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejutan Ulang Tahun - Pengakuan di Tengah Cinta
Esok hari adalah hari yang spesial untuk Bu Nadia Setyawati—ulang tahunnya yang ke-30. Meski dia tidak merencanakan perayaan besar, dia menyambut hari itu dengan harapan sederhana. Ia berencana untuk menjalani hari-harinya seperti biasa, mengajar di sekolah dan kemudian pulang ke rumah.
Namun, Pak Arman, yang sudah lama menyimpan perasaan, memiliki rencana besar. Dia mengetahui tentang hari ulang tahun Bu Nadia dan memutuskan untuk mengungkapkan cintanya dengan cara yang tak terlupakan. Dia membeli seikat bunga mawar merah dan merencanakan sebuah kejutan di taman kota setelah sekolah.
Di pagi hari, Bu Nadia berangkat ke sekolah dengan semangat. Hari itu berjalan seperti biasanya, penuh dengan kegiatan kelas dan tawa anak-anak. Namun, di dalam hati Bu Nadia, ada perasaan campur aduk—terutama karena Pak Arman yang tidak sengaja membuatnya merasa istimewa.
Sore hari, setelah pelajaran berakhir, Bu Nadia bersiap-siap pulang ke rumah. Dia terkejut saat Pak Arman menunggunya di depan gerbang sekolah dengan senyum lebar dan sebuah kotak kecil di tangannya.
“Bu Nadia, selamat ulang tahun!” sapa Pak Arman dengan ceria.
Bu Nadia merasa bingung dan penasaran. “Pak Arman, bagaimana Anda tahu tentang hari ulang tahun saya?”
Pak Arman tersenyum penuh misteri. “Kadang-kadang, kita hanya perlu mendengarkan dengan baik untuk menemukan informasi. Tapi yang penting, saya punya kejutan untuk Anda.”
Dia mengeluarkan bunga mawar dari kotak dan memberikannya kepada Bu Nadia. “Ini untuk Anda. Dan saya ingin mengajak Anda ke taman kota, tempat yang spesial.”
Bu Nadia merasa terharu dan bahagia menerima bunga tersebut. “Terima kasih, Pak Arman. Saya tidak tahu harus berkata apa.”
Mereka berjalan bersama menuju taman kota yang indah, tempat di mana Pak Arman telah menyiapkan suasana romantis. Taman tersebut dipenuhi dengan lampu-lampu kecil yang berkelap-kelip, dan suasananya sangat tenang dan menyenangkan.
Ketika mereka tiba di taman, Pak Arman berhenti dan menghela napas. Dia berbalik menghadap Bu Nadia, dan dengan hati-hati, dia mulai berbicara.
“Bu Nadia, selama ini saya sudah lama menyimpan perasaan ini. Setiap kali saya melihat senyum Anda, hati saya merasa lebih hangat. Anda adalah orang yang sangat spesial bagi saya. Saya tahu ini mungkin tiba-tiba, tetapi saya ingin mengungkapkan perasaan saya pada hari yang istimewa ini.”
Bu Nadia merasa hatinya berdebar kencang. Dia menatap Pak Arman dengan mata yang berbinar, dan wajahnya memerah merona. “Pak Arman, saya… tidak tahu harus berkata apa.”
Pak Arman melanjutkan dengan penuh harapan. “Saya tahu ini mungkin mengejutkan, tapi saya berharap Anda bisa menerima perasaan saya. Saya ingin mengenal Anda lebih dalam dan melihat ke mana perasaan ini bisa membawa kita.”
Bu Nadia merasa air mata hampir jatuh dari matanya. Dia memandang bunga mawar yang masih di tangannya dan kemudian menatap Pak Arman dengan penuh rasa terima kasih. “Pak Arman, ini sangat mengejutkan. Saya sangat terharu dengan apa yang Anda lakukan. Tapi saya masih butuh waktu untuk memikirkan semuanya.”
Pak Arman mengangguk dengan pengertian, meskipun hatinya sedikit berat. “Tentu, Bu Nadia. Saya menghargai waktu Anda. Terima kasih sudah memberi kesempatan.”
Mereka duduk di bangku taman, menikmati keindahan malam. Meskipun Pak Arman tidak mendapatkan jawaban langsung, dia merasa lega karena telah mengungkapkan perasaannya. Bu Nadia, di sisi lain, merasa sangat tersentuh oleh ketulusan Pak Arman dan tahu bahwa dia perlu waktu untuk merenung.
Saat malam semakin larut, mereka berpisah dengan senyuman. Pak Arman kembali ke rumah dengan harapan yang baru, sementara Bu Nadia pulang dengan hati yang penuh perasaan campur aduk. Dia tahu bahwa keputusan yang akan diambilnya tidak hanya akan mempengaruhi dirinya sendiri, tetapi juga masa depan mereka berdua.
Hari itu berakhir dengan Bu Nadia memikirkan segala hal yang terjadi. Dia menyadari bahwa perasaan bisa menjadi rumit, tetapi dia juga tahu bahwa perasaan Pak Arman sangatlah tulus. Dan dengan harapan di hati, dia siap untuk menghadapi hari-hari yang akan datang.
Dua hari setelah pengakuan cinta Pak Arman di taman kota, Bu Nadia merasa hatinya dipenuhi dengan berbagai macam perasaan. Dia merenung tentang perasaannya terhadap Pak Arman dan memahami betapa tulusnya perasaan pria itu. Waktu yang dia butuhkan untuk merenung memberinya kesempatan untuk benar-benar merasakan kedalaman cinta yang mungkin berkembang.
Pak Arman, di sisi lain, menunggu dengan penuh harapan. Setiap hari, dia memeriksa ponselnya untuk melihat apakah ada pesan dari Bu Nadia. Dia merasa sedikit cemas, namun juga optimis, percaya bahwa perasaan yang dia sampaikan mungkin benar-benar disambut baik.
Pada pagi hari yang cerah, Bu Nadia memutuskan untuk mengambil langkah selanjutnya. Dia menulis pesan untuk Pak Arman, memutuskan bahwa hari ini adalah hari yang tepat untuk memberikan jawabannya.
Dengan penuh keberanian, Bu Nadia mengetik pesan di ponselnya. Pesan itu sederhana namun penuh makna.
“Pak Arman, saya sudah memikirkan perasaan kita dengan serius selama dua hari terakhir. Saya ingin Anda tahu bahwa saya sangat menghargai ketulusan dan keberanian Anda. Saya juga merasa ada sesuatu yang spesial antara kita. Saya siap untuk memberikan kesempatan ini dan menjalin hubungan lebih dalam. Apakah Anda mau bersama saya?”
Bu Nadia mengirimkan pesan itu dan menunggu dengan gugup. Tak lama kemudian, ponselnya berbunyi, menandakan bahwa Pak Arman telah membalas.
“Bu Nadia, saya sangat bahagia mendengar kabar ini. Saya sudah lama menunggu jawaban Anda dan saya merasa sangat bersyukur. Terima kasih telah memberi saya kesempatan. Saya sangat ingin mengenal Anda lebih jauh dan membangun sesuatu yang indah bersama.”
Bu Nadia tersenyum lega dan bahagia setelah membaca balasan Pak Arman. Dia merasa seperti sebuah beban telah terangkat dari pundaknya dan hatinya dipenuhi dengan rasa gembira.
Hari itu, Bu Nadia dan Pak Arman mengatur untuk bertemu di taman kota tempat mereka pertama kali mengungkapkan perasaan. Mereka berbicara tentang masa depan mereka dan merencanakan bagaimana mereka akan membangun hubungan ini.
Di bawah sinar matahari sore yang lembut, mereka duduk bersama, tertawa dan saling berbagi cerita. Bu Nadia merasakan betapa nyaman dan bahagianya berada di samping Pak Arman. Mereka berbagi pandangan tentang kehidupan, harapan, dan impian mereka, dan semakin merasa terhubung satu sama lain.
Pak Arman memandang Bu Nadia dengan penuh cinta. “Saya sangat senang kita bisa memulai bab baru ini bersama. Terima kasih telah memberi saya kesempatan untuk mencintai dan dicintai oleh Anda.”
Bu Nadia memandang Pak Arman dengan mata penuh cinta. “Saya juga senang kita bisa bersama. Ini adalah awal yang baru, dan saya siap untuk menjalani perjalanan ini bersama Anda.”
Setelah Bu Nadia mengungkapkan perasaannya, suasana di taman kota terasa semakin cerah. Mereka duduk di bangku taman, dikelilingi oleh aroma bunga dan sinar matahari sore yang lembut. Pak Arman dan Bu Nadia saling memandang dengan penuh cinta dan harapan, merasakan kedekatan yang baru terjalin antara mereka.
Pak Arman memandang Bu Nadia Dengan tatapan lembut. “Nadia, sekarang kita resmi menjadi sepasang kekasih. Jadi, jangan panggil aku ‘Pak’ lagi, ya,” kata Pak Arman sambil memegang pundak Bu Nadia dengan lembut. Senyumnya tampak tulus, dan tatapannya penuh harapan.
Bu Nadia tersenyum malu. “Hehe, terus maunya dipanggil apa?”
Pak Arman berpikir sejenak, berusaha mencari kata yang tepat. “Hmm, ‘Mas’ juga boleh, tapi ‘Sayang’ malah lebih baik, hehe.”
Bu Nadia tertawa kecil, sambil menyubit pipi Pak Arman dengan lembut. “Hehe, jadi ‘Sayang’ ya? Kalau begitu, aku juga mau tanya, kamu mau panggil aku apa?”
Pak Arman tertawa. “Ya, kalau kamu panggil aku ‘Sayang’, tentu aku juga akan memanggilmu ‘Sayang’.”
“Jadi, mulai sekarang kita saling panggil ‘Sayang’?” Bu Nadia bertanya sambil tersenyum lebar.
“Iya, benar sekali, Sayang,” jawab Pak Arman sambil melontarkan senyum penuh cinta.
Bu Nadia merasa hatinya meleleh mendengar panggilan itu. “Kalau begitu, kita mulai dari sini. Sayang, kamu mau makan malam di mana malam ini?”
Pak Arman dengan penuh semangat menggenggam tangan Bu Nadia dan berbisik penuh percaya diri, “Aku akan membawamu pulang ke rumahku!”
Bu Nadia terkejut dan matanya membelalak. “Mau ngapain, Sayang?”
Pak Arman tertawa kecil dan menjelaskan, “Aku mau ngenalin calon mama baru pada anakku, Aldo. Dia pasti senang bertemu denganmu!”
Bu Nadia merasa sedikit cemas tetapi juga penasaran. “Benar-benar? Oke deh, aku ikut!”
Mereka berdua bergegas menuju mobil Pak Arman.
Sesampainya di rumah, Pak Arman membuka pintu dan tersenyum. “Ayo, Nadia. Kita masuk. Aldo pasti sudah menunggu.”
Bu Nadia mengikuti Pak Arman ke dalam rumah, dengan hati yang berdebar-debar. Sesampainya di ruang tamu, Pak Arman memanggil Aldo yang sedang asyik bermain dengan mainan Lego-nya. “Aldo, keluarlah sebentar. Aku ingin mengenalkanmu dengan seseorang.”
Aldo muncul dari kamar dengan raut wajah penasaran. Saat melihat Bu Nadia, matanya membesar, dan ia bertanya dengan nada bingung, “Papa, kenapa Bu Nadia ada di sini?”
Pak Arman tersenyum lebar dan menjelaskan dengan penuh semangat. “Nak, Bu Nadia adalah calon mama kamu.”
Aldo melotot, terlihat kaget dan bingung. “Hah? Calon mama? Maksud Papa?”
Pak Arman melanjutkan dengan lembut. “Ya, Aldo. Bu Nadia dan Papa sekarang sudah saling mengenal dan menjadi sepasang kekasih. Aku ingin kamu mengenal Bu Nadia lebih dekat.”
Bu Nadia berdiri di samping Pak Arman dengan senyum lembut. “Hai, Aldo. Aku senang bisa bertemu denganmu di luar sekolah. Aku akan ada di sini untukmu, seperti Papa bilang.”
Aldo, meskipun awalnya bingung, mulai merasa lebih nyaman. “Jadi, Bu Nadia akan sering datang ke sini?”
Pak Arman menjawab dengan ceria. “Ya, Aldo. Bu Nadia akan sering ke sini dan kita akan banyak waktu bersama.”
Aldo masih tampak penasaran, tetapi ia menerima penjelasan itu. “Oke, Papa. Kalau begitu, Bu Nadia mau main Lego sama aku?”
Bu Nadia tersenyum dan menjawab, “Tentu saja, Aldo. Aku senang sekali bermain Lego.”
Pak Arman tertawa melihat interaksi mereka. “Aldo, ayo kita semua duduk dan makan dessert. Aku sudah menyiapkan kue cokelat favoritmu.”
Makan malam berlangsung dengan penuh keceriaan. Pak Arman memotong kue dan menyajikannya untuk Bu Nadia dan Aldo. Selama makan malam, Bu Nadia ikut serta dalam percakapan dan menjawab berbagai pertanyaan Aldo tentang sekolah dan kegiatan di TK. Aldo merasa lebih nyaman saat ia berbicara dengan Bu Nadia dan menunjukkan mainan barunya.
Setelah selesai makan, Pak Arman dan Bu Nadia duduk di ruang tamu bersama Aldo, yang kembali bermain dengan Lego-nya. Bu Nadia dengan antusias ikut bergabung dan mencoba membangun kreasi baru bersama Aldo. Pak Arman duduk di samping mereka, sesekali membantu dan memberi komentar lucu.
Aldo, yang terlihat sangat senang, berkata, “Bu Nadia, kamu tahu nggak kalau Papa selalu bilang kalau kamu adalah gurunya yang paling baik? Aku setuju!”
Bu Nadia tertawa dan menjawab, “Terima kasih, Aldo. Aku juga sangat senang bisa menjadi gurumu.”
Pak Arman memandang Bu Nadia dengan penuh kebanggaan. “Nadia, malam ini sangat istimewa. Aldo sangat senang bisa berkenalan denganmu, dan aku juga. Terima kasih sudah mau datang dan menjadi bagian dari hidup kami.”
Bu Nadia merasa sangat bahagia dan merasa diterima dengan baik. “Aku juga senang bisa berada di sini. Ini adalah awal yang baru yang aku harapkan bisa menjadi sesuatu yang indah untuk kita semua.”
Malam itu berakhir dengan penuh kehangatan dan keceriaan. Bu Nadia dan Pak Arman, bersama Aldo, menghabiskan waktu dengan saling berbagi cerita dan tertawa. Dengan hati yang penuh cinta dan harapan, mereka menatap masa depan yang cerah bersama, siap untuk menghadapi petualangan baru sebagai sebuah keluarga.