Jeri & Ryuna

Kening Ryuna mengernyit. Lah? Kenapa bahasannya ke Jeri? Perasaan tugas kelompok mereka bukan itu.

"Nggak ada apa-apa."

"Ck, bohong lo. Lo sadar nggak sih anak-anak kelas ini ada yang ngomongin lo karena dekat sama anak IPS?"

Ryuna menghela napas. "Termasuk lo?"

"Sembarangan, nggak lah. Gue cuma nyimak sih, suer." Nadia nyengir.

"Lagian ngapain sih ngurusin orang lain. Terserah gue kali mau dekat sama siapa aja," ucap Ryuna sambil mulai membuka bukunya.

Kini, ia membaca sebuah teks yang ada pada lembar soal.

"Jadi lo dekat nih sama si Jeri?" Rea menyerobot bertanya.

"Nggak. Tahu lah, lagian kenapa sih kalau gue kelihatan dekat sama dia? Karena dia cowok? Karena gue cewek? Wajar aja kali, kenapa jadi pada heboh?" Ryuna menanggapi sesantai mungkin.

"Bukan gitu, teman laki lo selama ini cuma kelihatan di IPA doang, paling di IPS cuma satu atau dua. Terus sekarang tiba-tiba dekat sama si Jeri. Lo tahu kan? Anak-anak kita pada sangsi sama anak kelasnya si Jeri?" Rea berucap lebih pelan.

"Cuma karena porak basket dulu?" Ryuna masih belum mengalihkan pandangan dari lembar soal.

Porak adalah singkatan dari Pekan Olahraga Antar Kelas yang biasa dilaksanakan satu tahun sekali. Peserta lomba mulai dari kelas sepuluh sampai kelas dua belas yang akan bertanding untuk memenangkan piala dan hadiah lainnya. Meskipun kegiatan ini paling dinantikan, nyatanya malah membuat beberapa kelas bermusuhan karena apa yang terjadi di lapangan.

Salah satunya pada pertandingan final basket tahun lalu. Ketika kelasnya melawan kelas Jeri.

"Bukan 'cuma karena' sih Ryu. Masalahnya nggak gitu." Syakala ikut nimbrung.

"Lo tahu, mereka mainnya kasar, si Jimi didorong terus jatuh, kakinya luka sampai berdarah. Mereka main fisik, gampang emosi. Ya kan Jim?"

Rea memandang ke arah Jimi, Ryuna ikut mengangkat kepala dan menatap lelaki itu.

Jimi yang memang sedari tadi diam-diam menyimak jadi menatap sambil mengangkat alis. "Hm?"

Ryuna mengangkat bahu, ia kembali fokus pada lembar soal. "Yang lakuin kan bukan si Jeri. Lagian dia nggak seburuk itu. Kalian nggak bisa nilai orang seenaknya."

"Hah demi apa nih? Lo bela dia?" Nadia memicingkan kedua matanya.

"Ng-nggak, tapi ya ...." entah kenapa Ryuna jadi terbata, gadis itu merutuki dirinya sendiri dalam hati.

"Lo beneran ada apa-apa sama dia ya?" Rea semakin merasa curiga.

Ryuna sekarang merasa disudutkan. "Dekat atau nggak bukan urusan kalian. Pokoknya apa yang kalian kira, nggak benar. Udah ah gue lagi mumet, mau ngerjain tugas nih. Dari tadi nggak bisa fokus. Bagi-bagiin tugas dulu, malah ngerjain sendiri kayak tugas individu."

"Nggak asik ah." Nadia cemberut.

"Kerjain, entar siapa tahu disuruh ke depan," ucap Ryuna.

"Gue dibantuin sama ayang beb keleus. Ya kan Yang?" ucap Nadia pada Syakala.

"Iya," jawab Syakala sambil tersenyum tipis.

Rea langsung membuat ekspresi seolah ingin muntah. "Dih, semoga hari lo selalu Senin!"

"Sembarangan! Bilang aja iri!" Nadia memeletkan lidahnya.

"Sssttt, berisik banget. Kita bagi tugas dulu." Jimi bersuara untuk melerai keributan kecil itu.

Sekarang Ryuna bisa sedikit lebih lega. Untunglah pembicaraan teman-temannya mengenai ia dan Jeri sudah berakhir. Tapi entah mungkin nanti, semoga ketika itu terjadi ia sudah punya jawaban yang tepat.