No time for love.
Tidak ada cinta dalam hidupnya. Itu yang ditetapkan oleh Karen selama ini. Ia tidak ingin jatuh cinta untuk kedua kalinya, cukup ia merasakan sakitnya jatuh cinta sekali saja dalam hidupnya. Karen tidak ingin kembali merasakan perasaan yang sudah susah payah ia kubur dalam-dalam.
Namun, semuanya berjalan tidak sesuai keinginannya. Ketika Eros yang awalnya tidak pernah meliriknya sama sekali menjadi agresif selalu mengganggu hari-harinya yang tenang. Cowok itu datang dengan sejuta rahasia yang membuat Karen merasa ini bukan pertanda baik. Eros mengatakan jika cowok itu menyukainya, memaksanya untuk menjadi kekasih cowok itu. Tetapi, karena prinsip Karen yang tidak ingin jatuh cinta lagi. Karen dengan keras menolaknya, bahkan tidak segan untuk mengucapkan kata-kata hinaan untuk Eros.
Eros tidal nyerah juga, cowok itu tetap memaksa Karen untuk menjadi pacarnya. Apakah Karen menerima Eros? Atau justru terus-menerus menolak Eros? Lalu, apa yang terjadi pada masa lalu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dezzweet, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 012 HANUM MAHESWARA
Bangun pagi adalah hal yang sangat Karen benci selama ia hidup. Bayangkan saja, jika baru saja tidur jam tiga pagi terus jam empat lebih harus dibangunkan kembali untuk melaksanakan sholat shubuh. Okey itu tidak masalah, karena Karen juga tidak mau menambah dosa jika harus meninggalkan kewajibannya sebagai umat islam.
Tapi, yang buat dirinya kesal Papi-nya melarang dirinya yang ingin kembali meneruskan tidurnya. Sampai waktu sarapan tiba dan ia harus berangkat ke sekolah. Mau mengumpat tapi takut jadi anak durhaka terus dikutuk jadi bebek kaya malin kundang. Kan, gak lucu.
"Ngantuk banget, anjir!" Kedua matanya sudah terpejam, tidak sanggup membuka matanya karena rasa kantuk yang menyerangnya. "Gue belum puas tidurnya, masih kurang."
"Mampus, suruh siapa pake begadang buat maraton Drakor yang gak penting," celetuk Daren menyinyiri adiknya.
Karen terpaksa membuka matanya, memberikan tatapan sinis sebelum menjawab. "Heh, gue nontonnya Drachin bukan Drakor."
"Sama aja," balas Daren enteng.
"Beda. Lagian bagi lo gak penting, bagi gue penting banget." Karen ingin menampol wajah songong kakaknya yang sudah meledeki dirinya seperti ini, tapi ia tidak memiliki cukup tenaga untuk melakukannya.
"Pagi-pagi, kok, udah ribut aja, sih." Gretta baru saja tiba dengan nampan yang berisi tiga cangkir susu hangat untuk ketiga anaknya.
"Itu, lho, Mi. Karen semalam begadang buat nontonin Drachin," adu Daren seketika membuat Gretta melotot.
Wanita anggun itu melirik putrinya yang sudah kembali tidur di sofa dengan posisi duduk. Gretta bangkit, membenarkan posisi tidur putrinya agar nyaman meskipun dengan posisi duduk di sofa.
"Tidur jam berapa adik kamu?" tanya Gretta menata bantal soffa untuk Karen.
"Jam tiga." Darell yang baru saja menyelesaikan lari paginya di halaman belakang rumah, menyahut.
Cowok dengan kaos lengan pendek yang tipis sehingga memamerkan otot-otot abs di perutnya yang tercetak indah. Keringat yang membasahi seluruh tubuhnya dengan sebuah handuk yang melingkar di lehernya.
"Lo tau?" tanya Daren. "Kalo lo tau kenapa lo gak nyuruh dia tidur?" Lanjut Daren sedikit emosi saat melihat keterdiaman kembarannya.
"Udah, tapi ngeyel." Darell menenggak susu yang disediakan Gretta untuknya. Ahh, otot saja yang keren tapi masih minum susu seperti anak kecil.
"Kenapa lo gak paksa?" tanya Daren lagi.
"Gue bukan lo,"balas Darell seketika bangkit. Mengusap puncak kepala adiknya dan tersenyum lembut pada Mami-nya. Lalu pergi meninggalkan ruang tengah menuju kamarnya yang berada di lantai tiga.
Sialan!- umpat Daren yang hanya bisa ia ungkapkan dalam hati. Andai saja tidak ada Mami-nya. Ia sudah menonjok muka kembarannya yang sedatar triplek.
***
Jam pelajaran sudah dimulai sejak lima belas menit yang lalu, tetapi Karen bukannya berada di kelas mendengarkan guru mengajar. Gadis itu malah melangkah menuju gedung utara, tepatnya jejeran kelas sepuluh berada.
Bukan tanpa maksud ia mendatangi kelas sepuluh yang berada di gedung paling ujung yang berada di sekolah, ia berniat memberikan pelajaran untuk seseorang yang sudah berani mengusiknya. Hanum, gadis polos dengan sifat Dajjal yang tersembunyinya dengan berani membuat masalah padanya.
Tanpa repot, ia menendang pintu kayu bercat putih dengan kasar. Menimbulkan suara yang cukup nyaring, membuat murid-murid yang berada di dalamnya reflek ingin mengumpat. Namun, urung saat melihat siapa yang sudah membuat keributan di pagi hari ini.
Beruntung sekali kelas ini tidak ada guru yang mengajar membuatnya tidak perlu menyeret cewek udik itu ke tengah lapangan. Ia menghampiri meja Hanum yang berada paling ujung, tatapannya menghunus Hanum yang sudah bersikap waspada sedari awal kedatangannya.
Tanpa aba-aba, Karen menarik kasar rambut sebahu Hanum membuat gadis itu memekik kesakitan.
"Maksud lo apa, anjing?" bentak Karen menarik Hanum untuk berdiri dari duduknya. "Lo sengaja ngadu gue sama Aryan, hah?"
"Lo pikir gue gak tau lo sok kecaperan sama Aryan selama ini, hah? Gue diem bukan berarti gue gak tahu. Sialan!" Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Hanum, selain ringisan pelan yang membuat Karen semakin marah.
"Gue mau liat seberapa jauh lo bertindak buat ngalahin gue! Nyatanya cewek gak tau diri kaya lo gak pernah sadar sama posisi lo yang rendah." Karen membanting tubuh Hanum ke lantai, membuat Hanum berteriak kesakitan. Air matanya sudah membanjiri wajahnya yang menampilkan ekspresi kesakitan.
"Gue tanya sama lo. Maksud lo apa deketin Aryan? Lo mau rebut dia dari gue? Atau Lo mau cari perlindungan sama orang terdekat gue dengan cara murahan lo yang sok jual kesedihan." Karen begitu murka, gadis itu melampiaskan segala emosinya yang sudah lama ia pendam.
"Jawab anjing! Punya mulut kan lo? Atau mendadak bisu?" Karen melepaskan jambakan pada rambut Hanum dengan kasar, lalu menampar keras wajah Hanum membuat jejak lima jari menempel jelas pada pipi Hanum yang sudah basah karena air mata.
"Maksud Kakak apa? Aku bener-bener gak ngerti!" Hanum mendongak menatap Karen takut-takut, membuat sebagian teman sekelas Hanum menatap cewek itu iba.
"Pura-pura bego atau emang bego beneran?" Pertanyaan Karen begitu sarkas, tidak lupa dengan senyum sinis yang tercetak jelas pada bibirnya.
"Aku beneran gak ngerti. Kenapa kakak dateng-dateng langsung marah-marah sama aku?" Karen berdecih melihat Drama murahan yang diperankan oleh Hanum.
Cocok sekali jika Hanum main film azab, sudah pasti filmnya tidak akan laris karena satu episode isinya tangisan murahan semua.
"Dasar tolol! Perlu gue teriak dulu baru lo ngaku?!" Karen ingin mengangkat tangannya kembali untuk menampar wajah memuakan Hanum.
"Karen, enough!" Teriakan itu berhasil menghentikan gerakan tangan Karen yang berada di udara.
mampir juga ya ke novel pertamaku, mari kita saling mendukung sesama penulis baru🤗🌷