NovelToon NovelToon
KETIKA SECUIL CINTA TUMBUH

KETIKA SECUIL CINTA TUMBUH

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Wanita Karir
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: julius caezar

Riana, seorang CEO wanita yang memegang kendali beberapa perusahaan, bertemu dengan Reyhan, anak muda yang masih sangat....sangat idealis, dengan seribu satu macam idealisme di kepalanya, pada sebuah pesta ulang tahun anak Pak Menteri. Keduanya harus berhadapan dengan wajah garang ibu kota dan menaklukkan ganasnya belantara Jakarta dengan caranya masing masing. Bisnis, intrik dan perasaan bergulung menjadi satu. Mampukah keduanya? Dan bagaimanakah kelanjutan kisah diantara mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julius caezar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 11 : KOSA KATA ANGKASA BERSUARA

Jumpa lagi guyss...........

--------------------------------------------------

Riana mencoba tidur lelap setelah kesehariannya yang sangat melelahkan. Ia meminum pil seperti biasanya. Memang tidak baik, tapi bila tidak dilakukannya, maka komputer di otaknya masih akan terus bekerja. Hal hal yang terjadi dalam sehari itu masih akan berputar putar di kepalanya

    Entah berapa lama ia terlelap, ketika lamat lamat didengarnya suara di ruang belakang. Bukan! Bukan di ruang belakang, melainkan di ruang tengah. Ruang keluarga yang biasa digunakan untuk bersantai.

    Riana mendudukkan diri diranjangnya. Sejenak memulihkan kesadaran. Lalu berjalan tanpa alas kaki ke arah pintu kamar, membukanya dan mengikuti arah suara tersebut. Alamaaak! Sungguh tidak masuk akal karena ternyata suara itu berasal dari radio. Dan yang lebih tidak masuk akal adalah bahwa ternyata ayahnya yang sedang mendengarkan radio tersebut.

    Seumur hidup, rasanya baru sekarang Riana melihat ayahnya mendengarkan siaran radio. Di tengah malam pula! Acara apa? Siaran apa? Pertanyaan itu memenuhi benaknya.

    Ayahnya, yang melihat kedatangannya, memberi tanda dengan tangan agar Riana tidak mengganggu dan tidak berisik.

    "Setelah televisi dimatikan, setelah ribuan, mungkin jutaan kata kata tidak lagi menyerbu dan menggoda, sesungguhnya inilah malam milik kita. Kata kata menjadi milik kita sendiri. Betapa hal ini merupakan karunia Tuhan yang terbesar. Justru di saat sepi kita bisa mendengar suara hati. Justru di saat kita seharusnya terlelap seperti orang lain, kita dipaksa mendengar. Hidup telah diracuni oleh kata kata. Tanpa makna!"

    Itu jelas suara Reyhan. Cempreng dan kurang enak didengar. Riana teringat ucapan Reyhan di telepon tadi.

    "Kata itu yang menciptakan sandiwara. Melahirkan lakon lakon. Ada lakon yang dipentaskan. Lalu ada yang menonton dan membayar karcis harganya. Ada pula yang berlaku dalam diri kita sendiri. Ketika sedang merayu, ketika sedang mencumbu, ketika sedang tawar menawar, ketika sedang negosiasi, ketika sedang melihat harga di label pakaian.  Apa yang sesungguhnya terjadi? Sebuah sandiwara dengan lakon lakonnya. Sebuah kepura puraan! Yang kita mainkan terus sepanjang hidup kita. Karena kita tidak tahu kapan dan dimana harus mengakhiri. Seperti anda yang sedang mendengarkan siaran ini! Yang sadar betul bahwa saya tidak menambah apa apa, tapi juga tidak mengurangi apa apa. Pernahkah anda membebaskan diri dari kata? Yang telah membuat perbendaharaannya sendiri dalam diri kita dan memenjarakan kita? Dan kita tidak pernah sadar bahwa kita terpenjara. Atau tidak berani melawan? Dengan diam, misalnya.

.................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................."

    Senyap! Riana tidak mendengar suara dari radio itu. Tapi ayahnya memejamkan mata dan tersenyum senyum. Cukup lama juga. Mungkin ada barang lima menit. Lalu terdengar musik penutup siaran.

    Ayahnya membuka mata dan mematikan radionya.

    "Pa......" Riana menyapa, tidak ingin mengejutkan ayahnya.

    "Bagus! Ini acara bagus. Kamu harus mendengarkannya, Riana. Suatu waktu dalam hidupmu, kamu harus mendengarkan. Biasanya orang lain yang mendengarkan kamu. Tanpa kamu sadari kamu juga terpenjara oleh kata kata yang kamu ciptakan dalam dirimu untuk orang lain. Ada saatnya kamu membebaskan diri dan mendengarkan."

    "Kok papa mendengarkan Reyhan?"

    "Kamu kenal? Kalau kamu sudah tahu nama dia, itu tandanya bagus. Sangat bagus! Cobalah dengarkan apa yang dikatakannya. Kita ini memainkan sandiwara yang kita tidak tahu kapan berakhirnya. Ah, papa juga jadinya ngomong terus. Bicara terus. Terpenjara dalam perbendaharaan istana kata kata. Hehehe."

    Kini sempurnalah pusing kepala Riana.

    Selalu ada nama Reyhan. Santi, sopirnya, dan kini ayahnya. Siapa lagi nanti?

    Apa sesungguhnya yang dilakukan Reyhan? Kenapa ayahnya sampai terpikat?

    Ayahnya paling jarang memberi komentar tentang sesuatu. Apalagi dengan panjang lebar. Harga minyak dunia ambruk, masih tetap tenang. Ada devaluasi, cuma menarik udara lebih panjang. Harga dollar naik atau turun, biasa saja, seolah olah bukan masalah. Tapi kali ini komentarnya lumayan panjang. Dan ditambahi lagi.

    "Reyhan ini anak muda dari generasi yang lain dari anak muda seusianya. Ketika yang lainnya gandrung music, selfie, motor atau mobil sport, langganan karaoke atau bahkan gila dengan media sosial, dia justru memperlihatkan perilaku anak muda ekonomi. Dia memiliki pandangan yang jelas, kemauannya terarah dan langkahnya pasti. Dan yang penting, ia punya semangat dan keberanian untuk memulai.  Di zaman ini, anak muda seperti Reyhan ini termasuk langka."

    Riana masih setengah tak percaya. Ayahnya sangat jarang membicarakan orang lain, apalagi memberikan pujian. Tapi kini dilakukan oleh ayahnya. Sialnya, justru pujian itu ditujukan kepada Reyhan yang sudah membuatnya pusing tujuh keliling.

    "Papa tahu bisnisnya?" tanya Riana

    "Ya."

    "Membuat stiker, menyablon kaos, membuat poster atau asesoris seperti gelang perak bakar?"

    "Ya. Hebat kan itu?" ayahnya tersenyum. Riana teringat mobilnya yang ditempeli stiker tanpa permisi.

    "Dengan kata kata yang menyindir, dijual dijalanan, menguasai hati dan pikiran anak anak dan remaja dengan idealismenya yang terlalu tinggi, tidak melihat kenyataan," ucap Riana makin keki mendengar ayahnya membela Reyhan.

    "Ria, kamu punya banyak perusahaan sekarang ini. Berapa? Sepuluh? Clara bisa mempunya tujuh belas. Atau bahkan sudah bertambah lagi saat ini. Karena apa Ria? Karena dari kecil kondisi kalian sudah seperti ini. Karena papa yang mengarahkan. Sekolah ini, kuliah itu, melanjutkan bisnis ini dan itu. Reyhan?"

    Riana diam, meresapi perkataan ayahnya. Benar juga! Ia, kakak dan adiknya hanya melanjutkan, belajar dan mengembangkan usaha orang tuanya. Bukan merintis dari nol tanpa modal.

    "Kamu tahu, Ria? Kalau Reyhan ini mempunyai dasar dan lingkungan seperti keluarga kita, ia bisa membangun pencakar langit yang hujan pun jatuh di bawah puncak gedungnya. Ia tidak mempunyai modal apa apa. Juga tak punya siapa siapa. Tapi bukankah itu sangat berharga bagi negara kita? Di saat anak anak muda lain bercita cita ingin menjadi bintang film, penyanyi, bermain media sosial untuk menjadi cepat kaya, ia berpikir lain. Di saat hanya anak anak pejabat tinggi dan para orang kaya yang terjun ke dunia bisnis, ia dengan segala ketololannya justru masuk dan berani menghadapi mereka."

    Benar benar sebuah pujian yang sangat jarang dikemukakan oleh ayahnya!

    "Ria, papa bangga padamu. Pada kakak dan adikmu," ayahnya melanjutkan. "Kalian mampu meneruskan tradisi keluarga kita. Namun kalau di bagian lain muncul anak muda seperti Reyhan, ini suatu tradisi yg bagus. Papa ingin melihat ia berkembang, menjadi altenatif anak muda yang lain. Foto dan kalimat kalimatnya akan menggantung di kamar para remaja, di samping John Lennon yang sudah lama mati, di samping Madona dan Diego Maradona, di samping para menteri."

    Untuk pertama kalinya Riana bisa berbicara banyak dengan ayah kandungnya. Bukan berbicara, tapi mendengarkan. Sesuatu yang sejak mamanya meninggal, tak pernah terjadi lagi.

-----------------------------

Terus dukung author ya?

1
Nay'anna
lanjutannya mana kak
julius: Sudah up date ep 30 kak. Ep 31 otw ya kak. Terima kasih sudah mendukung author
total 1 replies
aca
lanjut kan
aca
Q kasih giv bunga
julius: terima kasih kak
total 1 replies
aca
masih penasaran rehan siapa
julius: lanjut baca terus ya kak 🙏🙏🙏
total 1 replies
aca
lanjuttt baca
Griselda Nirbita
siapakah Rayhan??? jadi penasaran
julius: Sabar kak. Pelan pelan makin jelas kok 🙏
total 1 replies
Griselda Nirbita
aku mampir kak... semangat
julius: Terima kasih dukungannya kak 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!