NovelToon NovelToon
Bumiku

Bumiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Spiritual / Kutukan / Kumpulan Cerita Horror
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: LiliPuy

bumi yang indah dan tenang seketika berubah menjadi zona tidak layak huni.
semua bermula dari 200 tahun lalu saat terjadi perang dunia ke II, tempat tersebut sering dijadikan tempat uji coba bom atom, sehingga masih terdapat radiasi yang tersisa.

selain radiasi ternyata itu mengundang mahluk dari luar tata Surya Kita yang tertarik akan radiasi tersebut, karena mahluk tersebut hidup dengan memakan radiasi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiliPuy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

niat jahat jendral

Sore itu, Jendral berdiri tegap di hadapan para prajuritnya, mata tajamnya memandang ke arah Allan yang berdiri tak jauh darinya. Angin bertiup pelan, membawa desiran misteri dan ketegangan yang kian memuncak. Ketegaran Allan menghadapi sang Jenderal seolah menjadi pertaruhan kebenaran akan temuan ilmiahnya.

"Jadi, kau berani mengatakan bahwa radiasi adalah biang keladi di balik ketidakstabilan bumi ini?" Suara Jenderal menggelegar, memenuhi lapangan terbuka tempat mereka berdiri. Para prajurit menahan napas, menunggu petunjuk dari pemimpin mereka.

Allan tak gentar. Matanya bersinar dengan keyakinan yang tak tergoyahkan. "Ya, Jenderal. Data yang saya kumpulkan menunjukkan peningkatan tingkat radiasi di area sekitar Danau Elips. Hal ini menyebabkan mutasi pada makhluk hidup di ekosistem tersebut, yang pada gilirannya menciptakan ketidakstabilan dan bencana."

Jenderal tersenyum sinis. "Kau berani menentang keputusan militer, Allan. Kami telah menyelidiki hal ini dan menemukan bahwa penyebabnya adalah makhluk asing yang muncul dari dalam danau. Bukankah begitu, prajuritku?" Para prajurit mengangguk, mata mereka kosong, seolah telah dihipnosis.

"Makhluk asing?" Allan tertawa pahit. "Itu tidak masuk akal, Jenderal. Temuan saya didukung oleh bukti ilmiah. Tingkat radiasi—"

"Radiasi?" Jenderal memotongnya, suara tertahan. "Kau pikir aku bodoh? Radiasi telah ada di bumi ini sejak awal penciptaan. Itu adalah kekuatan alam yang tak dapat dihentikan."

"Tapi, Jenderal, radiasi ini berbeda. Ini disebabkan oleh aktivitas manusia—oleh uji coba nuklir dua abad lalu. Dampaknya—"

"Aktivitas manusia?" Amarah jenderal meledak seperti gunung berapi. "Kau berani menyalahkan umat manusia atas malapetaka ini? Aku tidak akan membiarkan fitnahan seperti itu merusak reputasi tentara!"

"Fitnahan?" Allan terkejut mendengar kata-kata sang jenderal. "Saya hanya melaporkan temuan ilmiah saya, Jenderal. Saya tidak bermaksud—"

"Cukup!" Jenderal berteriak, membuat Allan terdiam. "Aku tidak peduli dengan temuanmu. Sejak awal, aku tahu kau memiliki motif tersembunyi. Kau ingin menghalangi usaha kita untuk melindungi bumi ini."

"Motif tersembunyi?" Kepercayaan diri Allan mulai goyah. "Saya hanya seorang ilmuwan, Jenderal. Tujuannya adalah untuk menemukan kebenaran di balik bencana ini dan menemukan solusi untuk mencegah lebih banyak kerusakan."

Tawa sinis jenderal membuyarkan angin sore. "Kau pikir aku tidak tahu tentang ambisimu, Allan? Kau ingin menjadi pahlawan. Kau ingin nama mu diabadikan dalam sejarah sebagai penyelamat bumi. Tapi maaf, aku tidak bisa membiarkan ambisi pribadi mengganggu misi suci kami."

"Jenderal, Anda salah paham—"

"Aku tidak salah paham, Allan. Sejak awal, aku curiga padamu. Kau terlalu cepat menyimpulkan tanpa mempertimbangkan konsekuensi. Kau bermain-main dengan hidup manusia seolah mereka adalah objek percobaanmu."

Wajah Allan memucat. "Saya tidak pernah bermaksud menyakiti siapapun, Jenderal. Tujuan saya selalu—"

"Cukup!" Jenderal kembali memotongnya. "Aku sudah mendengar cukup. Sejak saat ini, kau tidak diizinkan melanjutkan penelitianmu. Para prajuritku akan menangani masalah ini sesuai prosedur militer."

Kening Allan berkerut, matanya memancarkan kebingungan dan kekecewaan. "Anda membuat kesalahan, Jenderal. Tanpa penelitian ilmiah, kita tidak akan memahami akar masalah dan—"

"Aku tidak peduli!" Jenderal berteriak, matanya berkilau dingin. "Keputusan sudah dibuat. Para prajuritku akan membasmi makhluk-makhluk asing itu dan membawa kembali stabilitas. Dunia akan mengingatku sebagai pahlawan sejati, bukan kau, Allan."

Dengan langkah tegap, Jenderal berbalik dan berjalan menjauh, diikuti oleh barisan prajurit yang setia. Allan berdiri terpaku, matanya melebar dengan ketidakpercayaan. Kata-kata jenderal terngiang-ngiang di telinganya, meninggalkan rasa pahit kebencian.

"Toni!" Allan berteriak, memanggil saudara kembarnya yang sedang berlatih bersama para prajurit. "Toni, cepat kemari!"

Toni, dengan langkah cepat, mendekati Allan, matanya tajam dan waspada. "Ada apa, Allan? Tampakmu memerah padam."

"Toni, Jenderal gila itu..." Kata-kata Allan tercekat di tenggorokannya saat amarah dan kekecewaan membanjiri pikirannya.

"Dia apa?" Toni mendesak, meletakkan tangannya di bahu Allan. "Bilang padaku, apa yang terjadi?"

Allan menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. "Dia menolak temuan saya tentang radiasi. Dia lebih memilih untuk percaya bahwa makhluk asing adalah penyebabnya. Dia bahkan mengancam akan menghentikan penelitian saya."

Wajah Toni mengeras. "Itu gila! Semua orang tahu bahwa radiasi adalah masalah serius. Kita tidak bisa hanya mengabaikannya."

"Aku tahu," desah Allan. "Tapi Jenderal memiliki kekuasaan. Dia bisa saja memerintahkan para prajurit untuk menghentikan penelitianku dengan paksa."

"Kita tidak bisa biarkan hal itu terjadi, Allan." Mata Toni berbinar dengan semangat perlawanan. "Penelitianmu adalah harapan kita untuk memahami bencana ini dan menemukan solusi. Kita harus meyakinkan Jenderal—"

"Tidak," potong Allan, kepalanya turun. "Aku sudah mencoba. Dia tidak akan mendengarkan. Dia memiliki motif tersembunyi, Toni. Dia hanya peduli dengan ambisinya sendiri."

Toni menggigit bibirnya. "Jadi, apa yang akan kau lakukan?"

Allan mengangkat wajahnya, matanya berkilau dengan tekad. "Aku akan melanjutkan penelitianku, entah Jenderal suka atau tidak. Aku tidak akan membiarkan ambisinya mengorbankan kebenaran ilmiah. Aku harus menemukan cara untuk membuktikan bahwa radiasi adalah penyebab sebenarnya."

"Tapi, itu berbahaya," desah Toni. "Jika Jenderal mengetahui kau melanggar perintahnya..."

"Aku tahu," potong Allan. "Tapi aku tidak peduli. Sebagai ilmuwan, tanggung jawabku adalah terhadap kebenaran dan kesejahteraan umat manusia. Aku tidak bisa tinggal diam sementara Jenderal mengabaikan ancaman nyata hanya untuk memenuhi ambisinya."

Toni tersenyum tipis. "Kau selalu menjadi pejuang, Allan. Baiklah, aku akan membantumu. Bersama kita akan mengumpulkan bukti yang Jenderal tidak bisa abaikan."

"Terima kasih, Toni," bisik Allan, merasa sedikit lega dengan kehadiran saudara kembarnya. "Mari kita mulai dengan menganalisis data radiasi yang telah kita kumpul. Kita harus menemukan pola yang Jenderal tidak bisa bantah."

Bersama, mereka berjalan menuju laboratorium rahasia Allan, tempat mereka menyimpan peralatan dan catatan berharga. Sore itu, tekad mereka mengeras seperti baja, siap menghadapi tantangan dan bahaya demi mengungkapkan kebenaran yang tertutupi ambisi Jenderal yang gelap. Kebenaran yang, jika terungkap, dapat menyelamatkan bumi dari malapetaka yang lebih besar.Laboratorium itu terasa seperti benteng terakhir harapan, tersembunyi dari ambisi Jenderal yang rakus. Cahaya redup memantul di antara peralatan ilmiah, sementara aroma kertas tua dan logam memenuhi indra penciuman mereka. Allan dan Toni bergerak cepat dan efisien, seperti penari yang berduet, masing-masing mengetahui peran mereka tanpa perlu kata-kata.

Allan meraih tumpukan kertas grafik yang dipenuhi catatan tangan dan angka-angka. "Mari kita analisis data radiasi ini. Ada pola di sini, aku yakin." Suaranya mantap, dipenuhi tekad.

Toni mengangguk, matanya terfokus pada layar komputer yang menampilkan peta termal daerah sekitar Danau Elips. "Aku akan memeriksa kembali pembacaan sensor. Ada sesuatu yang Jenderal abaikan, aku yakin." Jari-jarinya menari di atas keyboard, memunculkan aliran data baru.

Dalam keheningan yang dipenuhi ketegangan, mereka bekerja tanpa henti. Jam bagaikan lenyap, meninggalkan hanya dedikasi mereka yang tak tergoyahkan. Angka-angka mulai membentuk pola, seperti potongan teka-teki yang perlahan terungkap.

"Toni, lihat ini." Suara Allan memotong keheningan, tatapannya terpaku pada grafik di tangannya. "Ada lonjakan radiasi signifikan tepat sebelum setiap kejadian bencana."

Toni memalingkan perhatiannya dari layar komputer, wajahnya memancarkan rasa ingin tahu. "Benar... Sepertinya radiasi ini bukan kebetulan. Tapi kenapa Jenderal mengabaikannya?"

Allan mengerutkan kening, tatapannya kosong ke dalam jarak. "Mungkin... mungkin dia tidak ingin melihat kebenaran. Radiasi ini bisa jadi akibat dari aktivitas militer. Uji coba senjata baru, mungkin." Ucap toni

1
mous
lanjut thor
Hikaru Ichijyo
Alur yang kuat dan tak terduga membuat saya terpukau.
Mưa buồn
Kalau lagi suntuk atau gabut tinggal buka cerita ini, mood langsung membaik. (❤️)
Jelosi James
Sukses selalu untukmu, terus kembangkan bakat menulismu thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!