🍀
Sebuah rahasia akan selalu menjadi rahasia jika tak ada lagi jejak yang ditinggalkan. Namun, apa yang terjadi jika satu persatu jejak itu justru muncul kembali dengan sendirinya ? Akankah rahasia yang sudah terkubur akan terungkap kembali ?
Apakah itu semua berhubungan dengan mitos yang beredar bahwa ‘mereka’ akan selalu hadir di tempat yang paling mereka ingat selama hidup mereka ?
..
🍀
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rin Arunika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keramaian Pentas Seni
Pak Miko menjalankan tanggung jawab yang diamanatkan Pak Bayu dengan sangat baik. Acara pentas seni berlangsung ramai, meriah, nyaris tanpa kendala.
Sementara itu, di balik podium yang lokasinya tak terlihat dari area perkemahan, Pak Bayu terlihat berdiam diri dan kemudian dua orang pria datang menghampiri Pak Bayu.
Pria paruh baya yang selalu menggunakan penutup kepala itu kini muncul di hadapan Pak Bayu. Ya, sosok itu adalah Pak Sartawi. Ketika pertama kali melihat Pak Bayu, entah kenapa Pak Sartawi sempat terlihat terkejut seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Serta satu orang lagi pria berdiri di sana. Ia bertubuh lebih tinggi dan terlihat begitu rapi dengan balutan kemeja batiknya. Beliau itu adalah Kepala Desa yang akrab dipanggil Pak Darman.
Setelah beberapa lama, ketiga pria dewasa itu akhirnya semakin larut dalam obrolan serius mereka.
“Begini... Bapak mungkin berat buat pahamin pertanyaan saya. Tapi, tolong Bapak tanyain lagi ke anak murid Bapak. Mereka ada yang pergi ke tepi sungai di bawah sana atau enggak ?” Pak Sartawi nampak kebingungan.
“Murid-murid di sini pasti gak ada yang ke sana, Pak. Lagi pula, kalo misal murid saya benar ada yang nemu hal-hal kayak gitu, mereka pasti bakal lapor ke Saya…” bantah Pak Bayu.
“Pak Guru !” ucap Pak Darman, “saya kasih tau ya, warga di sini sudah banyak sekali yang bilang kalo hantu air-“
“Pak !” Pak Bayu memotong kalimat Pak Darman, “hantu itu enggak ada…” tambahnya
“Aduh, Tuhan…” geram Pak Darman
“Sudahlah, Pak Darman. Sepertinya bicara dengan beliau ini hanya buang-buang waktu kita saja” sindir pak Sartawi
Pak Darman kemudian menatap Pak Bayu dengan sorot mata penuh rasa putus asa.
“Atau… Begini saja…”
Baru saja Pak Bayu akan mengungkapkan pendapatnya, suara jeritan kencang muncul dari area perkemahan dan sukses menghentikan ucapan Pak Bayu.
“Waduh, duh! Kenapa tuh ?” Pak Darman tercengang
Pak Bayu dan Pak Sartawi pun sama terkejutnya. Tanpa menunggu aba-aba, ketiga pria dewasa itu langsung mendatangi area perkemahan dan mereka kembali dibuat terkejut dengan kejadian di sana.
Meski di lapangan terjadi kehebohan, tetapi sejumlah anggota Regu C Putri masih tertidur pulas di tenda sana. Terlebih, sosok yang sempat Rayya kira sebagai Vivianne itu tampak masih terlelap diantara gadis Regu C Putri. Entah karena kehadiran sosok itu yang membuat mereka tertidur lelap, atau karena mereka benar-benar kelelahan. Entahlah.
Di sisi lain lapangan, Vivianne, Hanna, dan Rayya ikut tercengang mendengar suara jeritan itu. Mereka saling melempar tatapan sebelum akhirnya mereka berlari bersama menuju sumber suara itu.
Di sana, banyak dari peserta perkemahan terlihat berkerumun.
Pak Miko yang dipercaya mengurus jalannya acara pentas seni pun terlihat berlari mendekati sumber kegaduhan.
“Ada apa ini ? Kenapa ?” Pak Miko berusaha menerobos kerumunan.
“Pak… Lia, Pak...” ringis salah seorang peserta.
Di sana, Lia memang terlihat bertingkah dengan sangat aneh.
Yang langsung menarik perhatian orang-orang di sana adalah gerakan tangannya yang tak normal. Kedua tangan gadis itu menyilang di lehernya dan terlihat berusaha mencekik dirinya sendiri.
Raut wajahnya kadang terlihat penuh amarah, namun beberapa kali berubah menjadi tangisan yang menyedihkan. Tetapi, tubuhnya meronta seolah meminta tolong untuk diselamatkan.
Teman-teman di sekitarnya jelas menunjukan rasa takut dan khawatir. Mungkin mereka semua sama, ingin menolong namun tak tahu apa yang harus dilakukan.
Dari balik keramaian, Hanna datang dan menghampiri Lia. Maksud hatinya, Ia berusaha untuk menenangkan Lia. Namun, baru saja Hanna akan menyentuhnya, Lia langsung menatap tajam Hanna dan berteriak kencang sekali kepadanya.
“Jangaannn…!” pekik Lia persis di depan wajah Hanna.
Bola mata Lia yang sekilas berubah menjadi putih seluruhnya semakin mengejutkan Hanna. Setelahnya, Lia kembali meringis dan meraung dengan lengannya yang masih melingkar di lehernya.
“Han! Lo gak ‘pa-‘pa ?” Rayya dengan cepat menghampiri Hanna.
Hanna hanya mengangguk pelan tanpa menjawab pertanyaan Rayya.
“Pak Miko... Kenapa ini ? Lia kenapa ?” tanya Pak Bayu
Melihat kekacauan itu, Pak Bayu membubarkan kerumunan peserta perkemahan khawatir kalau-kalau anak muridnya mengetahui hal-hal yang tak seharusnya mereka ketahui.
“Anak-anak… Kalian masuk ke tenda masing-masing. Bubar… Bubar…” perintah Pak Bayu
Sementara itu, Pak Darman dan Pak Sartawi bergegas menghampiri Lia yang dari tadi belum mendapat pertolongan. Dan saat itu memang belum ada yang mampu membantu menolong Lia.
Seolah mengetahui apa yang akan dilakukan Pak Darman dan Pak Sartawi, Lia menatap kedua pria itu dan semakin mengencangkan cekikan di lehernya. Kali ini Lia terlihat dikuasai sepenuhnya oleh rasa amarah.
Pak Darman berusaha menghentikan tindak-tanduk Lia yang semakin menggila. Sementara itu, Pak Sartawi terduduk dan mengucapkan jampi-jampi. Segera setelahnya, Pak Sartawi menempelkan satu tangannya pada ubun-ubun Lia.
Jeritan yang menyakitkan kembali menggema di area perkemahan. Anehnya, Lia lalu mendadak terdiam. Sesaat kemudian terdengar isak tangis namun tidak sekencang tadi.
“Bapak… “ rintih Lia.
Namun setelah itu, Lia tiba-tiba tak sadarkan diri.
Pak Sartawi tersentak dan langsung melepaskan tubuh Lia.
“Kenapa, Pak ?”
“Pak ? Kenapa ?”
Pak Darman dan Pak Miko langsung menanyakan apa yang baru saja mereka saksikan.
“Mending pindahin dulu anak ini ke tenda. Cepet !” ujar Pak Bayu
“Ya, ya. Bawa ke tenda” tambah Pak Sartawi.
Akhirnya, ketiga pria dewasa di sana bersama-sama memangku Lia menuju tenda Pembina.
#
Kalian ingat kan kalau di tenda Regu C Putri ada beberapa peserta yang memilih tidur dan tidak mengikuti acara pentas seni ?
Di sana juga ada sosok yang kehadirannya membuat Rayya memutuskan meninggalkan tenda.
Fakta bahwa acara pentas seni dibubarkan karena ada insiden yang tak terduga, maka para peserta sudah pasti kembali ke tenda sambil berbincang dan meramaikan area tenda yang tadi cenderung sepi.
Pada momen itu, sosok yang tertidur diantara gadis-gadis tadi bangkit dan melarikan diri ke arah bagian belakang tenda. Namun, tampaknya tak ada yang sadar akan kejadian itu. Mereka masih saja terlelap.
Baru setelah Vivianne, Hanna, Rayya, dan anggota tim yang lain memasuki tenda, ketiga orang itu mulai menyadari sesuatu hal yang aneh.
“Hoam… Jam berapa, nih ? Udah pada balik…” ucap seseorang yang baru bangun dari tidurnya.
“Jam sepuluh” balas Vivianne
“Hah ? Vi ? Bukannya tadi lo tidur ?” tanya orang itu lagi
“Apaan ? Gue tadi nonton pensi” bantah Vivi
“Ih… Seriusan ?” temannya itu nampak keheranan
“Kenapa rame-rame ? Tidur woi… Tidur…“ ucap Hanna dengan sedikit meninggikan volume suaranya
Baru saja rekan yang lain mulai merapikan tempat tidur mereka, satu orang temannya yang tadi terlelap kini mulai mendapatkan kesadarannya.
“Eh ? Kok udah pada balik ?” tanyanya dalam keadaan setengah tersadar
“Udah bubar” balas Vivianne singkat
“Hah ? Vi ?” murid dengan rambut bondol itu bangun dan kini terduduk, “lo bukannya tidur bareng gua tadi ?” ucapnya
“Kagak. Ish…” bantah Vivianne lagi, “emang ngapa si kalian pada bilang ‘gua tidur’, ‘ gua di tenda’. Orang dari tadi gua di lapangan” jelasnya sambil merapikan tempat untuknya tidur.
“Sssttt… Temen-temen. Nanti lagi ngobrolnya. Bisa gawat kalo kita ketauan Pak Bayu” Hanna kembali menormalkan suasana.
Rayya yang sejak awal sudah menyadari hal aneh itu memilih untuk diam dan bersikap seolah Ia tak mengetahui apapun.