Terlahir kembali sebagai anak orang kaya bernama Ethan, ia bereinkarnasi bersama sebuah sistem yang misterius. Sistem Penguasa, yang meringankan hidupnya dan juga merumitkan kisah cintanya.
Di sekolah, Ethan dipertemukan dengan mantan pacar dari kehidupan sebelumnya, Karina. Kehidupan kedua ini menjadi kesempatan bagi Ethan untuk mengulangi hubungan dan memperbaiki kesalahannya.
Namun, Sistem Penguasa terus memaksa Ethan untuk menguasai sekolahnya, menjadi puncak tertinggi di antara siswa lain, dan Karina tidak menyukai gaya hidup Ethan itu.
Akankah Ethan dapat kembali bersama Karina? Ikuti kisahnya yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon milorasabaru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12
'Kukira takkan ada kendala. Kukira ini kan mudah...'
Aku bergumam melantunkan lagu Hati-Hati di Jalan oleh Tulus, dengan hati yang sangat tulus selama perjalanan. Mobil ini terlalu sunyi, musik bahkan radio sama sekali tidak dinyalakan. Driver taksi ini hidupnya membosankan.
Aku terlalu bodoh mengira tidak akan ada misi lagi. Misi baru itu merepotkan. Bagaimana aku bisa mengontak Rara? Di sekolah tidak boleh menggunakan telepon sampai waktu pulang.
"Bagus euy suaranya. Lagu siapa itu?" tanya si Bapak Driver.
Aku yang duduk di sampingnya pun tersipu. Dulu, aku senang bernyanyi. Yah, walaupun cuma sebatas penyanyi kamar mandi. Aku tidak mungkin bisa menjadi penyanyi sungguhan. Tapi, aku tetap mencoba belajar dasar-dasarnya.
"Nuhun pak. Itu lagunya Tulus." Aku menjawab dengan malu-malu.
"Eh? Lagu baru ya itu?" tanya si Bapak lagi.
Aku lupa! Lagu itu baru rilis di tahun 2022, masih tahun depan.
"Eh, iya, Pak. Bapak suka denger Tulus juga?" Tentu saja aku berbohong seperti biasa. Semoga dia bukan fans berat Tulus.
"Oh gitu. Nanti saya cari di Youtube deh," timpalnya yang begitu percaya dengan ucapanku.
Aku hanya tersenyum lebar, sedikit khawatir dia akan kecewa. Semangat deh nyarinya, Pak! Nanti bakal ketemu, tapi tahun depan.
Sebelum memulai perjalanan, aku sudah meminta dia untuk pergi ke sekolah dahulu, dan tidak meminta alasanku. Mungkin karena aku iming-imingi 200 ribu. Sepuluh kali lipat dari ongkos perjalanan.
Tinggal berjarak 15 menit lagi hingga sampai tujuan, beruntungnya obrolan tidak berlanjut lagi. Ini sudah otomatis akan kuberi rating bintang lima.
"Di sini kan ya?" tanyanya ketika kami tiba di sekolahku.
"Iya, Pak." Aku mengangguk. "Bisa minta tolong gak pak?"
Dari pantulan spion dalam mobil, aku bisa melihat wajah paruh baya itu mengerut.
"Bantuan apa, A?" tanya dia curiga.
"Tolong bilangin ke satpam, mau jemput Rara Angelica gitu, dia pacarku, mau aku ajak bolos. Bilang aja ada acara keluarga mendesak gitu." Aku menyuruhnya seraya menunjuk pada pos satpam sekolah.
Itu cara yang aku tahu dari teman-temanku yang senang membolos. 'Cara halal', kalau istilah mereka. Biasanya, mereka menyuruh kakaknya atau sepupunya atau bahkan teman yang lebih tua. Keluarga yang sakit menjadi alasan klasik untuk mengeluarkan mereka dari sekolah.
"Oke," ucapnya spontan. Ia langsung bergegas keluar dari mobil dan berlalu menuju pos satpam.
Awalnya aku ragu dia akan setuju dengan suruhanku, bahkan aku sudah berencana menyogoknya 500 ribu biar dia mau. Ternyata tak ada kendala.
Kulihat dia mulai berbicara dengan satpam, percakapannya begitu lama. Aku tidak yakin dia pandai berbohong. Lalu, mereka berdua mulai melangkah ke dalam sekolah. Sepertinya aku salah.
Lama aku menunggu, hatiku semakin tidak tenang. Mereka masih belum terlihat di balik gerbang besi hitam sekolahku yang menjulang tinggi. Aku yakin ini tidak akan berhasil.
Lima menit. Sepuluh menit. Mereka masih belum keluar. Tanpa sadar kedua kakiku terus menginjak-injak karpet mobil.
Kemudian, mereka pun terlihat berjalan menuju gerbang. Aku menghembuskan napas panjang, melihat Rara bersama mereka. Ternyata bapak itu penipu ulung.
[Misi berhasil. Mendapatkan: 5.000.000 rupiah.]
Ketika si Bapak Driver mengantarkan Rara mendekati mobil, aku menurunkan sedikit jendela. Aku tidak mau dikenali satpam. Aku terlalu dekat dengannya.
"Ayo masuk!" titahku.
"Ethan!" pekik Rara.
"Ssst! Nanti ketahuan." Aku menyuruhnya menurunkan suara.
Rara pun masuk menuju kursi belakang bersamaan si Bapak Driver kembali ke kursi supir sembari mengayunkan tangan ke satpam.
"Berangkat kita?" tanya bapak itu.
"Ethan, kamu bisa-bisanya ngeluarin aku dari sekolah," ucap Rara dengan tertawaan.
"Iya dong," timpalku. "Ayo jalan pak."
Kami pun berangkat meninggalkan sekolah. Aku menoleh ke kursi belakang, mendapati wajah bahagia Rara sudah membolos sekolah. Dia tidak pernah bolos sebelumnya.
"Ih, aku kira kamu sakit atau apa karena gak masuk hari ini." Rara menarik-narik jaketku. "Kok bisa sih kepikiran gini?"
"Justru, kok bisa kamu percaya sama bapak-bapak gak dikenal?" tanyaku meledek dia.
Bapak Driver pun tertawa mendengar ucapanku itu. "Hebat kan, Bapak?"
"Loh, dia bukan supir kamu?" tanya Rara dengan alis mengerut.
"Bukan, Neng. Saya mah driver taksi online," timpal si Bapak Driver sebelum aku menjawab.
Aku pun sontak tertawa, mendengar ucapan bapak itu dan melihat senyum Rara yang menggemaskan. Wajahnya tersipu, mungkin dia malu karena sadar dia telah salah. Selama ini, Rara tidak pernah melihat Ivan mengantarku ke sekolah.
"Iya bukan. Aku males sekolah hari ini, terus pengen ngajak kamu jalan-jalan, deh." Aku mengatakannya penuh dengan rasa bangga. Tapi, masih ada hal yang mengganjal.
"Kok bisa Rara keluar dari sekolah? Bapak bilang apa tadi?" tanyaku penasaran dengan intrik si Bapak.
"Weits. Dulu juga bapak pernah sekolah. Kayak ginian mah gampang," jawabnya dengan wajah sombong. "Tapi, Aa kecil-kecil udah bisa aja bolos kayak gini."
Aku anggap itu pujian, walaupun bingung harus bilang apa. Aku tidak berniat membawa Rara bersamaku, ini semua hanya untuk misi.
"Dari film-film, Pak." Aku berbohong, seperti biasa.
"Kamu kebanyakan nonton film." Rara terus tertawa.
Aku tidak menyangka dia sebahagia ini. Tapi, ini bagus. Berarti, aku bisa mengajaknya bolos terus. Terlebih, Rara selalu pulang sekolah sendirian. Mungkin, lain waktu aku harus terus mengajaknya pulang bersama.
"Tapi, kamu licik udah make baju bebas. Aku masih make seragam," gerutu Rara.
"Iya nanti kita beli di mall." Aku berusaha menjadi pacar yang baik.
Rara memiringkan wajah. "Kita ke mall?"
"Iya, Neng." Bapak Driver itu menganggukan wajah.
"Asik! Udah lama gak ke mall, loh!" pekik Rara kegirangan.
"Terus hadiah buat saya apa, A?"
Sialan, bapak itu menagih. Aku kemudian mengeluarkan uang 400 ribu dari dompet dan mengulurkannya padanya.
"Ini, Pak. Sekalian sama ongkosnya, ya." Aku melihat matanya berbinar melihat uang yang kusodorkan.
"Siap, Bos." Dia meraih uang itu tanpa ragu.
"Gila. Kamu punya uang dari mana?" tanya Rara yang terkejut melihat uang itu.
Aku menoleh padanya, dan melebarkan senyumku. "Maling."
Kemudian, kami semua di dalam mobil tertawa terbahak-bahak. Selama perjalanan pun aku dan Rara terus bercanda gurau, tanpa henti hingga sampai tujuan, Mall Paris van Java.
😒
/Cleaver/