Luka Cinta Tak Berobat
Aisyah Humaira adalah seorang gadis desa yang tinggal di rumah majikan sang mama, selama tinggal di rumah sang majikan Aisyah bersahabat baik dengan putra rumah megah itu. Ia juga dianggap seperti anak seperti anak sendiri oleh sang majikan. Namun setelah kejadian naas itu telah mengubah segalanya. Aisyah gadis yang ceriah berubah menjadi gadis pemurung dan pendiam. Aryan yang selalu curhat dengan Aisyah tiba-tiba berubah menjauh, bahkan dia menawarkan diri pada orang tuanya untuk melanjutkan studinya di luar negeri saat tahu kehamilan Aisyah. Aryan tak ingin dimintai pertanggungjawaban karena tak memiliki rasa pada sahabatnya. Akhirnya Aisyah memutuskan membesarkan anaknya seorang diri. Aisyah lebih memilih menyembunyikan Ayah dari anak yang dikandungnya hingga pergi dari rumah megah itu. Ia akan membawa lukanya sendiri, tak perlu ada orang lain ikut merasakannya karena kesalahannya di malam itu. Cintanya hanyalah sebuah batas impian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meindahfizz88, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.27
Seorang pria tampan bertubuh tinggi berkulit sawo matang terus melangkah menyesuri setiap lorong rumah sakit, langkahnya terhenti ketika mendengar suara bocah yang pernah ditemuinya. Bocah itu terdengar berteriak menangis seolah memanggil -manggil seseorang. Sedangkan wanita yang sedang bersamanya sudah lelah membujuknya.
" Di mana suara itu?"
Matanya menyisir di sekeliling namun tidak menemukan bocah yang dicari. ia pun tak menemukan sosok yang dikatakan sang ayah tadi. Aryan memutuskan untuk kembali di mana Bi Marni dirawat.
" Ummi, kok Zidan rewel banget ya?"
Aisyah terlihat mengkhawatirkan putranya, saat ini bocah itu dibawa ke rumah sakit karena semalaman mengalami demam namu tidak rewel. Berbeda dengan saat ini, bocah itu meminta turun dan menarik lengan mamy-nya.
" Mau digendong sama ummi?" Bu Aidah terlihat ingin mengambil alih Zidan tapi menolak.
" Aduh, gemesnya cucu ummi," goda Bu Aidah.
Dengan berbagai macam bujukan dan rayuan, bocah itu akhirnya ingin digendong ole wanita yang dianggapnya nenek.
" Tunggu Aisyah di depan aja ya, Ummi.
Bu Aidah menurut, dia pun berjalan ke tempat yang dimaksud Aisyah sambil menggendong sang cucu.
Aisyah berjalan sambil celingukan, saat ini ia ke apotik rumah sakit menebus obat.
" Kamu Aisyah, kan?" tiba-tiba sebuah tangan menyentuh pundaknya hingga ia tersentak.
Aisyah menoleh dengan jantung berdegup kencang. Dengan wajah memucat memandangi pria yang ada di depannya, bibirnya bergetar menahan ketakutan.
" Benar kan kamu Aisyah?" ungkapnya lagi.
" Paman, apa kabar?"
Tak mampu menghindar lagi, tangan halusnya meraih lengan Bram majikan sang ibu.
Bram langsung merangkul Aisyah, mata keduanya berkaca-kaca menahan haru.
" Kamu ke mana saja, Nak? Kenapa tidak pernah balik ke Jakarta? Kamu tahu paman sangat merindukanmu." ungkap Bram.
Badan keduanya bergetar menangis dengan pertemuan mereka yang tak terduga.
" Ayo kita ke sana!" ajaknya sambil menghapus air matanya.
Aisyah tercengang sesaat lalu bertanya dengan rasa penasaran.
" Kemana paman?"
" Ikut sama paman, ya!"
" Sebentar ya paman Aisyah menebus obat sebentar." ujarnya lalu kembali ke tempat antrian.
" Baiklah, paman menunggumu di sana," ucapnya sambil menunjuk sebuah tempat duduk yang kosong.
Tanpa bertanya lagi, Aisyah pergi ke tempat tujuan awalnya. Hatinya bertanya-tanya, apakah Aryan juga bersama paman? Kalau iya, dia tidak ingin ikut bersama paman Bram. Lebih baik langsung pulang saja tanpa menemui pamannya. Dia tidak ingin hatinya kembali tersayat-sayat seperti di masa lalu.
Tidak menunggu lama giliran antrian Aisyah, dia pun maju lalu menebus obat tersebut. Sejenak ia menatap Bram dari beberapa jarak meter, masih menimbang-nimbang untuk menemuinya kembali.
" Apa yang dilakukan paman Bram di sini? Siapa yang sakit?" batinnya bertanya-tanya.
" Kenapa masih berdiri di situ, Nak?" seketika Aisyah terkesiap.
Mungkin terlalu lama sehingga ummi Aidah kembali menyusulnya.
" Maaf ummi, Aisyah baru saja selesai membayar obat Zidan. " ucapnya menahan rasa gugup.
" O ya ummi, Aisyah ingin menjenguk teman Aisyah yang sedang sakit di sini. Bagaimana kalau ummi pulang lebih duluan bersama Zidan?" ucapnya hati-hati.
" Teman yang mana, Nak? Boleh kok, yang penting kamu pulangnya hati-hati. " ucapnya.
" Makasih, Ummi. Insya Allah Aisyah pulang cepat kok, Ummi.
Aisyah mengantar ummi Aidah dan putranya ke parkiran, setelah memastikan kepulangannya Aisyah kembali menemui Bram.
Keinginannya untuk melarikan diri tidak dia dilakukan, entah kenapa hatinya merasa ada sesuatu yang harus diketahui.
"Paman," panggilnya.
Bram hampir lelah menunggunya, namun karena dia harus mempertemukan Marni dengan putrinya, pria itu tetap bersabar.
" Mari kita menemui seseorang!" ajaknya.
Aisyah sangat penasaran, kenapa paman Bram main teka-teki padanya?"
***
Di sebuah ruangan Bi Marni telah dirawat oleh beberapa suster. Sambil menunggu dokter, Bi Marni diperiksa mulai dari mata dan seluruh badan.
"Kenapa ayah belum kembali?"
Ketika Aryan datang Bram keluar menerima sebuah telepon dari kantor, hingga hanya ada Aryan dan suster menemani bi Marn di ruangan tersebut.
" Bi, Aryan panggil ayah sebentar," ucapnya.
Bi Marni enggan menatap pemuda itu, tanpa menjawab Aryan berlalu. Pemuda itu sangat tahu diri bahwa bibinya marah karena ulahnya.
" Di mana , Ayah?"
Aryan mulai terlihat kesal menunggu sang ayah, hingga dia pergi di sebuah taman untuk menikmati sebatang rokok.
"Memangnya siapa yang sakit, Paman?" tanya Aisyah kembali.
Mereka berdua berjalan beriringan dipenuhi tanda tanya di benak.
" Masuklah, Nak!" pinta Bram tanpa menjawab pertanyaan Aisyah.
Kaki jenjangnya melangkah masuk dan jantungnya seolah berhenti berdetak saat itu juga. Mendekati wanita yang terbaring lemah itu, matanya berkaca-kaca menahan sesak saat memastikan siapa yang ada di bangsal itu.
" Ibu," teriaknya dan langsung berlari memeluk wanita yang melahirkannya.
Bu Marni tak kalah terkejutnya, setelah sekian lama menunggu kedatangan putrinya dan mereka malah dipertemukan dimomen seperti ini.
"Benar ini Aisyah putri, Ibu." ucap Bi Marni.
Badan yang masih terasa lemah itu kini bangkit dan memeluk sang putri. Tangannya meraba pelan wajah cantik putrinya yang sudah sekian lama tidak menemuinya.
" Kamu marah kan sama ibu?
Aisyah menggeleng memegang lembut tangan ibunya.
" Maafin ibu ya, Nak." ucapnya dengan deraian air mata.
Bram menyaksikan semua itu, matanya ikut berembun menahan sesak.
" Terimakasih Ya Allah. Engkau mempertemukan mereka dengan keadaan yang tidak terduga. Engkau memiliki rencana lain yang kami tidak ketahui. " batin Abraham berucap.
Sakit yang diderita Bi Marni selama ini seolah sembuh setelah bertemu putrinya. Wajahnya terlihat bersinar seketika meski bibir memucat.
Ada satu yang terlupakan oleh Bu Marni, yaitu bayi yang ada dalam kandungan putrinya. Tangannya menyentuh perut rata itu dan menatapnya heran.
" Di mana bayimu, Nak." ucapnya bergetar.
Aisyah terdiam menatap wajah ibunya. Apa yang harus dikatakan padanya? Haruskah dia jujur di depan paman Bram.
Aisyah tersenyum penuh luka, sesaat kepalanya tertunduk memikirkan jawaban yang diucapkan oleh ibunya.
" Kenapa, Nak? Jangan ragu!" pinta Bu Marni.
" Cucu ibu sedang berada di suatu tempat. Dia terlihat sangat menggemaskan.
Wajah Bu Marni semakin berbinar mendengar cucunya m, rasanya tidak sabar untuk menemuinya.
Sedangkan Bram yang sedang menyimak percakapan keduanya menatapnya heran.
" Bayi? ? Tapi anak siapa? Aisyah sudah punya anak? Kapan Aisyah menikah? Dia sama sekali tidak mengetahui apa-apa. Bu Marni tidak pernah menceritakan tentang Aisyah padanya soal pernikahan.
Bram semakin bingung dan penasaran, ingin menanyakan hal itu tapi keduanya masih asyik melepas rindu.
" Aisyah sudah menikah?" tanya Bram tiba-tiba.
Bu Marni dan Aisyah terkejut lalu putrinya memegang erat lengan ibunya.
" I-iya tuan. Aisyah sudah menikah," b0h0ngny4.
" Deg," jantung seorang pemuda terasa dag dig dug. Nyeri dalam dada Aryan kala mendengar ucapan Aisyah.
Beberapa menit yang lalu Aryan ingin kembali ke ruang rawat Bu Marni. Suara seseorang menghentikannya hingga ia berdiri di depan pintu. Pernikahan Aisyah membuatnya sedikit shock, " benarkah Aisyah sudah menikah? Dan siapa bayi yang dimaksud bibi? Anak aku atau suami Aisyah?"
setelah Aisyah merasakan segala penderitaan nya dulu sewaktu kau hamili dan TDK kau akui, tapi malah kau Hina dia dengan kemiskinannya 🤨😤