Danisa seorang gadis cantik dan sederhana. Tidak tamat SMU karena kondisi perekonomian keluarganya yang sulit mengharuskannya bekerja dan merelakan cita-cita.
Demi membantu menyambung kehidupan ibu dan adik-adiknya, Danisa rela bekerja banting tulang menjadi SPG di toko sepatu di sebuah mall.
Suatu hari, pertemuannya dengan laki-laki berpenampilan compang-camping yang menurutnya seorang tuna wisma, Danisa memberikannya jatah makan siangnya.
Siapa sangka rupanya pertemuan itu mengubah alur takdir Danisa hampir keseluruhan karena ternyata pria yang dia kira miskin itu adalah pemilik perusahaan brand sepatu tempat dia bekerja.
Bagaimana kisah Danisa? Ayo kita berkelana di sini...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Shandivara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pak Anjas, Tolong Beri Dia Pekerjaan!
"Tidak, Herxi. Kalau demi aku, kamu jauh dari keluargamu dan kehilangan pekerjaanmu. Maka, lebih baik kita jangan dulu bersatu. Aku akan menunggu sampai keluargamu menerimaku sepenuhnya, barulah kita bisa bahagia. Ini semua karena ulah adikmu yang kurang mengenal siapa aku," kata Arnetta kala sang kekasih mengajaknya menikah saat itu juga.
Berganti hari. Niat hati akan melakukan pekerjaannya secara profesional, mengawasi secara langsung keberlangsungan gerainya yang baru saja membuka cabang di kota itu, berlokasi di pusat mall center. Akan tetapi, pikirannya tidak bisa teralihkan dari sosok pacarnya yang meski sudah di depan mata, tetapi sayangnya sulit diraih.
Kalimat Arnetta hari lalu terus terngiang-ngiang di pikirannya. Selama keluarganya tak merestui, berarti dia tidak mau dinikahi.
"Arggh, sial! Iini membuatku gila!" maki Herxi pada dirinya sendiri, dia yang frustrasi mengacak rambutnya sendiri sampai berantakan tak keruan.
Di balik dinding kaca, seorang gadis yang tengah menjaga toko dan menanti kedatangan bosnya yang katanya akan datang, tetapi saat pandangannya ia lempar ke luar dia kembali melihat seorang laki-laki yang sedang tampak kacau bahkan telihat lebih kacau daripada terakhir kali jumpa, berbicara sendiri dan terus menggosok rambutnya seperti orang gila. Memprihatinkan.
Laki-laki muda yang sama seperti beberapa hari lalu. Dia yang kali ini berkaus oblong warna hitam, short pants jeans sebatas lututnya, sendal jepit, penampilan yang sederhana tetapi terlihat lebih bersih dan rapi dari sebelumnya.
Kendati penampilannya lebih baik, tapi berbeda dengan perangainya yang nampak frustrasi. Kepala gadis itu menggeleng-geleng. "Benar-benar kesehatan mentalnya tengah terguncang," ujarnya lantas mendekat pada sosok leki-laki yang sering dia jumpai berada di dekat tempat kerjanya.
"Sepertinya kemarin tampak baik, kenapa sekarang seperti itu? Apa dia punya penyakit mental yang kambuh-kambuhan?" tanya Danisa yang prihatin melihat sosok laki-laki yang senang berada di dekat tokonya mondar-mandir tidak jelas.
"Ekhem! Ekhem-ekhem!" gadis itu berdehem dari belakang.
Yang dikode ternotice juga, laki-laki itu menoleh ke sumber suara deheman yang tidak berhenti.
"Oh ya Tuhan, gadis itu lagi," gumam-gumam laki-laki itu dalam hatinya, melihat gadis yang sama sudah berada di dekatnya.
Secercah senyuman kecil muncul dari bibir si gadis. Pikiran yang semula jenuh menjadi tergelitik sebab gadis cebol nan imut itu kembali datang membawakan sekotak makanan.
"Kamu sudah makan?" tanya Danisa.
"Dia benar-benar mengganggapku seperti gembel saja," ujar Herxi dalam hati.
Tiba-tiba kekehan tawa sumbang keluar begitu saja."Hahaha."
"Tertawa tanpa sebab. Sepertinya dia benar-benar sudah gila saking stressnya." Hati Danisa pun balik berkata setelah melihat laki-laki di depannya itu tiba-tiba tertawa.
"Sudah makan, belum?" tanya Danisa sekali lagi.
Laki-laki itu menggeleng. Segera Danisa menarik tangan laki-laki itu dan membawanya ke kursi pengunjung terdekat.
"Ini, makanlah." Danisa memberikan jatah makan paginya ke pangkuan laki-laki itu.
"Mana untukmu?"
Danisa menggeleng, "Aku masih kenyang, sudah sarapan tadi. Katanya kalau perut lapar, bisa bikin pikiran kacau. Sepertinya kamu sedang butuh asupan makanan. Ayo, makanlah."
"Kamu tidak lapar memangnya?" tanya laki-laki itu.
Belum satu suapan nasi masuk ke dalam mulutnya, tetapi perkataan gadis bernama Danisa itu membuatnya mendelik seketika. "Aku tak masalah kalau lapar, asalkan masih bisa menjaga kewarasan," ucap Danisa.
"GILAK, DIA BENAR-BENAR MENGGAGAPKU SEPERTI ORANG KURANG WARAS!" hatinya menjerit-jerit.
"Sebenarnya kau ini ada masalah apa sih? Kenapa terlihat begitu kacau? Seberat apa?" tanya Danisa.
"Dan kenapa sering kulihat kau suka berkeliaran di dekat sini, kau sedang mencari perkerjaan ya?" terka Danisa.
Berkeliaran? Hantu kali ah aku berkeliaran.
Danisa menatap lekat ke samping ada dia yang masih memegang sendok di tangannya. Alisnya terangkat sejenak. "Kalau sedang mencari perkerjaan, sepertinya aku tahu kamu harus kemana. Ayo ikut aku," ujar Danisa menarik tangan laki-laki itu.
Danisa membawanya masuk ke dalam outlet-nya. Dijumpainya pimpinan yang sedang berdiri di meja resepsionis. "Pak Anjay! Ee, Pak Anjas!" panggilnya tepat di hadapan Anjas yang sedang berdiri santai dan berbincang dengan Hani-petugas di kasir.
"Iya, Danisa?" responnya sebelum benar-benar menoleh pada Danisa. Namun, betapa terkejutnya dia saat siapa yang datang bersama gadis itu.
"Danisa, apa yang ...." ujar Anjas dengan terbata-bata.
"Pak Anjas, tolong beri dia pekerjaan. Bukankah bapak bilang gerai kita kekurangan staf pria?" ujar Danisa dengan kerlingan di matanya.
lanjut LG