Hanin, gadis yatim piatu tak berpendidikan tiba-tiba di jodohkan dengan seorang Pria mapan. Awal nya semua mengira calon Hanin adalah Pria miskin. Namun siapa sangka, mereka adalah orang kaya.
Hanin begitu di sayang oleh mertua dan juga ipar nya.
Tidak ada siapa pun yang boleh menyakiti Hanin. Tanpa mereka sadari, Hanin menyimpan rahasia di masa lalu nya.
Yang penasaran, cus langsung meluncur. Baca nya jangan di loncat ya. Nanti Author ya nggak semangat nulis.
Selamat membaca, ☺️☺️☺️☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uul Dheaven, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
"Ma, mama yakin, mau menikah kan Abian dengan Hanin? Nggak mesti di nikah kan juga kan. Kita bisa angkat Hanin jadi keluarga kita."
"Memang nya kenapa dengan Hanin? Ada yang salah?"
"Mama nggak lihat, seperti apa dia. Kalau gaya dan penampilan sih, nggak masalah. Andin bisa ubah dia. Tapi, dia kalau ngomong aneh-aneh. Dia juga terlalu lugu dan polos."
"Jadi, kamu mau nya calon istri Abian itu, seperti apa? Yang seperti Mantan-mantan nya itu? Yang mengumbar aurat kemana-mana, belum lagi suka peluk dan cium Abi suka hati. Mama nggak mau."
"Ma, masih banyak perempuan lain. Kita bisa cari ke manapun. Banyak kok perempuan desa yang pintar."
"Enggak! Mama mau nya Hanin. Walaupun dia polos dan lugu, tapi dia jujur."
"Terserah Mama deh. Mudah-mudahan aja Mama nggak nyesel. Andin pulang dulu. Takut nya suami udah nunggu. Mama sih, mau lamar anak orang nggak bilang-bilang."
"Ya sudah. Hati-hati di jalan."
Andin pun pulang ke rumah nya sendiri. Saat ini, ia sudah menikah. Namun, belum juga di karuniai anak.
Bu Ambar menjemput Andin saat ia sedang bersih-bersih rumah. Andin mengira akan di bawa ke mana oleh Mama nya.
Jika saja ia akan di hina, hanya karna pakaian nya, pasti ia akan dandan dulu sebelum pergi.
Bukan hanya Andin, Abian yang sedang bekerja di lapangan dengan menggunakan pakaian olahraga pun langsung di tarik begitu saja.
Pantas saja istri dan anak nya Pak Rahmat mengira keluarga Bu Ambar itu orang miskin.
Mana ke sana naik becak mesin lagi. Berhubung mobil mereka tiba-tiba tidak mau nyala.
Mobil yang sudah beberapa tahun itu, sudah lama tidak di pakai. Dan mobil itu, di paksa hidup dan jalan kembali setelah sekian lama tertidur di dalam garasi. Pantas saja ia mogok dan ngambek di tengah jalan.
Setelah Andin pergi, kini giliran Abian yang masuk ke dalam kamar Mama nya itu. Wajah nya sudah tidak enak sedari tadi. Tapi, ia tahan.
"Ada apa Abi? Kamu mau ikut-ikutan kakak mu juga? Protes sama Mama?"
"Itu Mama udah tahu. Abi benar-benar kesal, Ma."
"Kesal kenapa?"
"Mama nggak lihat tadi? Mereka mempermalukan kita."
"Lebih bagus kita tahu duluan. Dari pada nanti, pas udah nikah sama kamu."
"Ma, apa nggak bisa, Abi nyari calon istri sendiri? Jangan Hanin, Ma. Abi takut, Hanin nggak bisa mengimbangi Abi. Kami terlalu jauh."
"Apa tugas seorang suami, Abi?"
"Iya. Iya. Abi tahu. Tapi,,"
"Abi mau membantah Mama? Abi udah nggak sayang Mama?"
"Ma, jangan gini. Abi sayang Mama."
"Kalau Abi sayang sama Mama. Nurut ya, Nak. Mama akan jadikan Hanin yang terbaik untuk hidup Abi."
"Terserah Mama deh."
"Abi. Mulai sekarang, Mama nggak mau wanita-wanita yang dekat dengan mu datang ke sini. Mama nggak suka dengan mereka."
"Iya, Ma. Ada lagi yang harus Abi lakukan?"
"Untuk sekarang, itu aja. Nanti Mama lihat-lihat lagi."
"Huft,, iya. Abi permisi kembali ke kantor."
Baik Abian maupun Andin, tidak pernah berani membantah Mama nya. Entah bagaimana cara nya Bu Ambar mendidik mereka.
Andini dan Abian pun, merupakan anak yang penurut. Mereka sangat takut membuat ibu mereka kecewa.
Bukan berarti Bu Ambar juga bisa seenak nya pada anak-anak mereka. Hanya saja, jika itu perkara yang tidak baik, beliau tidak akan pernah suka.
*****
Sudah beberapa menit Hanin duduk di atas tempat tidur yang ada di dalam kamar nya. Ia bingung, apa yang harus ia lakukan sekarang.
Tempat tidur di rumah itu sangat lah mewah. Kamar nya pun luas, tidak seperti kamar Hanin yang ada di rumah nya sendiri.
Tok
Tok
Tok
Pintu kamar Hanin di ketuk, dan Bu Ambar langsung membuka pintu itu. Ia melihat, Hanin masih pada posisi nya tadi.
"Hanin kenapa? Nggak suka sama kamar nya? Mau pindah kamar lain?"
"Bukan gitu. Hanin bingung harus apa sekarang. Kamar nya terlalu bagus dan luas. Tempat tidur nya pun cantik. Apa nanti nggak kotor, kalau Hanin tidur di sini?"
"Nggak apa. Tidur lah kalau Hanin capek. Barang-barang Hanin, bisa diletakkan di dalam lemari itu."
"Hanin nggak capek, Bu Ambar. Dari tadi Hanin kan nggak ngapa-ngapain. Beda kalau di rumah Tante. Kerjaan nya banyak."
"Memang nya, Hanin kerja apa aja?"
"Hmm, pergi ke sawah Tante, trus masak juga. Nyuci, bersih-bersih rumah. Bawa in makanan untuk yang kerja di ladang Tante. Nyetrika baju orang rumah. Hmmm,, apalagi ya. Masih banyak deh. Apalagi kalau musim potong padi, Hanin lebih capek."
"Kamu kerja seperti itu, ada di gaji?"
"Ada."
"Berapa gaji nya?"
"Gaji nya makan pagi, siang dan malam. Kalau penghasilan nya banyak, Hanin bisa makan dengan telur dan ikan. Kalau enggak, ya paling cuma nasi sama sayur aja."
"Apa? Kamu kerja kayak gitu cuma dikasih makan tok! Hanin, apa yang kamu lakuin itu, bisa menghasilkan uang yang banyak."
"Benarkah Bu Ambar? Kalau gitu, Hanin mau kerja seperti itu, biar banyak uang dan membayar hutang orang tua Hanin."
"Orang tua kamu ada hutang?"
"Kata Tante, hutang orang tua Hanin banyak sekali. Maka nya Hanin harus kerja keras."
"Apa kamu nggak ingat sama sekali, tentang orang tua mu?"
"Enggak. Dulu, Hanin masih kecil. Hanin selamat kecelakaan, karena di peluk Ibu. Orang bilang sih gitu."
Bu Ambar membelai kepala Hanin yang di tutupi jilbab usang yang sudah pudar. Walaupun ia polos, tapi hal itu lah yang membuat Bu Ambar menyukai nya. Aurat Hanin yang tetap terjaga, walaupun pakaian nya kumal.
"Sejak kapan Hanin pakai jilbab?"
"Sejak Hanin tamat Sd. Kata bu ustadzah, wanita wajib menutup aurat. Biar Ayah Hanin nggak masuk neraka."
"Memang nya, Hanin dulu ngaji?"
"Ngaji nya sembunyi-sembunyi. Tante nggak bolehin. Tapi alhamdulillah. Walaupun sering di libas pakai rotan, Hanin khatam Al-Qur'an."
"Berarti, kamu bisa ngaji?"
"Bisa dong. Ngaji itu harus."Ucap Hanin sambil tersenyum.
Bu Ambar baru sadar, jika Hanin sangat manis saat tersenyum. Bahkan, kedua lesung pipi nya terlihat.
Ia pun mencubit gemas pipi Hanin, lalu memeluk nya. Hanin pun membalas pelukan Bu Ambar. Ia merasa tenang, baru kali ini, ia merasakan pelukan seorang Ibu.
"Hanin, sekarang mandi, ya. Trus kita jalan-jalan sambil mencari kebutuhan Hanin. Mau, ya."
"Boleh. Tapi, gratis kan Bu Ambar?"
"Gratis. Nggak perlu bayar. Nanti, kamu jadi istri nya Abi. Itu aja udah buat Ibu senang."
"Memang nya, Bang Abian nggak ada yang suka? Sampai Bu Ambar yang nyari jodoh nya."
Toweng.. Toweng...