Jihan Lekisha, seorang gadis cantik yang mempunyai rasa sosial tinggi terhadap anak-anak. Ia selalu membantu anak korban kekerasan dan membantu anak jalanan. Karena kesibukannya dirinya sebagai aktivis sosial , pekerja paruh waktu dan seorang mahasiswa ia tidak tahu kalau kekasihnya berselingkuh dengan sahabatnya. Hingga suatu hari ia melihat sang kekasih tidur dengan sahabatnya. Karena hal itu ia sampai jatuh sakit, lalu dirawat ibu bos tempatnya kerja. Tetapi ujian hidup tidak sampai disana. Siapa sangka anak bosnya maalah merusak kehormatannya dan lari dari tanggung jawab. Tidak ingin nama baik keluarganya jelek di mata tetangga, Rafan Yaslan sang kakak menggantikan adiknya menika dengan Jihan.
Mampukah Jihan bertahan dengan sikap dingin Rafan, lelaki yang menikahinya karena kesalahan adiknya?
Lalu apakah Jihan mau menerima bantuan Hary, lelaki yang menghamilinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sonata 85, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kertas Persetujuan.
Jihan pulang ke rumah dan kebetulan Rafan pulang. Awalnya Jihan sangat senang melihat sang suami pulang, dengan perasaan campur aduk ia berniat menceritakan tentang kehamilanya. Jihan ingin meminta pendapat Rafan. Tetapi hatinya kian ciut saat Rafan mengacuhkan dirinya.
“Apa kamu mau sayur ini?” tanya Jihan mencoba memulai pembicaraan. Ia mengangkat bangkok sayur, ingin menyendok tapi ditolak. Ia menyendok sendiri. Jihan melihat sang ibu mertua wanita itu seakan-akan ingin menelannya hidup-hidup.
Ia merasa tanganya dingin berkeringat melihat sikap dingin Rafan dan melihat tatapan sinis dari ibu mertuanya. Di meja makan ada mereka bertiga tetapi ia merasa seperti dikuburan. Lelaki itu hanya diam mulai dari mereka duduk di meja makan. Bahkan tidak menganggap Jihan ada di sampingnya. Jihan merasa kalau Rafan jijik dekat dengannya.
'Kalau aku tahu kamu akan memperlakukanku seperti ini, aku tidak akan mau kamu ajak pulang saat itu' ucap Jihan dalam hati. Ia menahan air dalam matanya agar tak tumpah lagi.
Setelah selesai makan, Rafan kembali ke kamar Jihan menyusul. Melihat sikap Rafan Jihan akhirnya memutuskan ingin mengugurkan janin dalam rahimnya. Jihan mengeluarkan kertas persetujuan mengugurkan kandungan.
“Apa kamu ingin tugas lagi?” tanya Jihan saat Rafan menyusun beberapa pakaianna ke dalam tas. Melihat Jihan melepaskan kerudungnya Rafan sempat kaget, tapi tidak bertanya. Ia kembali ke mode biasa dingin dan datar.
“Iya.”
“Boleh saya minta tanda tanganmu di sini.”
Rafa yang saat itu buru-buru, ia menandatanganin tanpa membaca, lalu ia pergi.
“Pak Rafan!” panggil Jihan sebelum lelaki itu keluar dari kamar.
“Apa?” Rafan berhenti lalu menatap Jihan.
“Apa Bapak membenciku? Kenapa jarang pulang ke rumah?” tanya Jihan dengan suara bergetar hampir menangis.
“Jihan, aku sedang banyak kerjaaam. Nanti kita bicara lagi.”
“Baiklah,” ucap Jihan mengusap air matanya juga.
‘Wajar dia jijik padaku, aku ingin bekas pria lain’ ucapnya membatin
Melihat Rafa selalu pergi, Jihan merasa dirinyalah yang harus pergi dari sana bukan Rafan. Ia juga menyusun beberapa pakaian dan pergi juga dari rumah. Saat berjalan tanpa tujuan tiba-tiba sebuah telepon masuk.
Tawaran kerja, seseorang menarwarkan pekerjaan pada Jihan sebagai pelayan cafe di dekat kampus.
"Baguslah, setidaknya aku punya pemasukan dan ada alasan keluar dari rumah itu,
Beberapa hari yang lalu ia sempat melamar ke sana saat itu tidak ada bos.
Jadi sekarang bos pemilik cafe sudah ada. " Apa Mbak kemarin meninggalkan lamaran di sini?"
"Iya betul, Pak."
"Baiklah, kebetulan kita lagi butuh orang." Bos pemilik cafe menjelaskan jam kerja dan upah yang akan diterima Jihan.
"Tidak apa-apa saya siap Pak."
"Kalau mulai kerja sekarang juga tidak apa-apa." ucap pria berkaca mata itu menatap Jihan
“Tapi ... apa saya boleh tinggal di sini juga, Pak?" tanya Jihan dengan tatapan memelas.
Lelaki yang masih terlihat muda itu menyengitkan alisnya dengan bigung,sebab Jihan membawa tas . Lalu ia menjawab, “tidak ada ruangan yang kosong di sini hanya ada gudang barang.”
“Tidak apa-apa di gudang. Saya akan membersihkannya dan merawat.”
“Mbak, tidak ada yang mau tinggal di sana. Ruangan itu sempit.”
“Pak, untuk sementara waktu. Saya kuliah di sana. Uang membayar kontrakan sudah bisa saya gunakan untuk biaya kuliah.”
“Tapi di sana tidak ada kasur, hanya ada barang-barang tidak terpakai.”
“Tidak apa-apa saya sudah biasa,” jawab Jihan.
Tidak tega menolak jadilah Jihan menempati sebuah gudang tinggal bersama barang-barang peralatan cafe. Jihan sudah menjelaskan jadwal kuliahnya dan hari ia kerja.
*
Akhirnya gadis berwajah cantik itu menempati gudang cafe.
"Ini lebih baik dari pada tinggal di rumah itu," ujar Jihan setelah merapikan barang-barang tidak terpakai ruangan itu sedikit layak ditinggali. "Baiklah Jihan kamu mampu melewati ini," ucap Jihan merentangkan sebuah karpet kecil untuk alas tidur. Ternyata Bos pemilik cafe melihat ruangan itu benar-benar dijadikan tempat tinggal.
"Gadis pemberani. Tidak orang yang mau ditinggal di ruangan pengap seperti itu. Aku tidak tahu kejadian apa yang sudah kamu alami dalam perjalanan hidupmu Nona, tapi kamu wanita yang kuat," ucapnya memperhatikan Jihan membereskan ruangan itu sampai bersih . Bos cafe itu melihat dari jendela ruangannya
*
Pulang kuliah ia bekerja di sana. Sudah tiga hari ia keluar dari rumah tidak ada yang mencari dirinya Dila sedang bertugas di luar daerah. Sementara sang Kakek ada di kampung di rumah saudranya ayah mertuanya juga sudah satu minggu di luar kota.
Hari itu selesai mengikuti satu mata kuliah. Ia kembali kaget karena Hary juga mengkuti mata kuliah yang sama dengannya.
‘Apa yang dilakukan berandalan ini di sini?’ Ia mendengus kesal.
“Apa mata kuliahmu sudah selesai?”
“Apa urusanmu. Pergilah dari sini! Aku muak melihatmu.” Jihan berjalan buru-buru. Hary mengikutinya.
“Kamu mau kemana?”
“Bukan urusanmu!” jawab Jihan ketus.
Saat melewati taman kampus, Hary mengajaknya bicara awalnya ia menolak karena ia memang muak melihat Hary. Semua orang menatap Jihan dengan tatapan heran, karena ia melepaskan penutup kepalanya .
“Aku ingin membantumu,” ujar Hary.
“Membantu apa?”
“Menjaga anak yang kamu kandung.”
Mendengar hal itu Jihan yang sudah berubah seperti orang gila tertawa miring. “Kamu tidak perlu melakukannya karena hari ini aku mau mengugurkanya.”
Wajah Hary menegang. “Kamu bisa kena tuntut karena mengugurkan anak tanpa persetjuan keluarga.”
“Oh ...! Apa kamu pikir keluargamu menginginkan anak dari berandalan sepertimu.”
“Berhenti menyebutku berandalan. Aku yakin Bang Rafa tidak akan setuju.”
“Benarkah? Justru dia yang menyuruhku.” Jihan memperlihatkan tanda tangan Rafan dan berkas kelengkapan.
“Tidak mungkin Bang Rafan melakukan itu, dia bukan orang seperti itu," ujar Hary menggeleng tidak percaya.
“Oh, tanyakan padanya apa dia menandatangi surat ini kemarin? Dia dan keluargamu tidak sudi memiliki anak dari berandalan seperti kamu,” ujar Jihan, lidahnya tajam bak pisau silet, setiap kata-kata yang dikeluarkan dari mulutnya seakan-akan menusuk ulu hati lelaki yang selalu berpenampilan style anak muda itu.
Mendengar hal itu Hary terdiam seperti patung , ia mengepal tangan dengan kuat.
*
Hary pulang ia ingin menemui Rafan. Dari dulu hubungan kedua kakak beradik itu tidak pernah baik. Rafa terkenal dengan sikap dingin dan menurut apa kata orang tua. Apapun yang dilakukan Hary di keluarganya polisi tampan itu memilih diam.
Sementara Hary dikenal karena sikap pembrontakkannya ia sangat berprestasi di sekolah bahkan mendapat beasiswa dari kampusnya, tetapi punya sikap pembangkang dan tidak mau diatur dan selalu melakukan apapun yang ia inginkan.
Rafan baru saja ingin keluar dari kantor
“Pak ada yang mencari bapak di luar,” ujar anak buahnya.
Lelaki bertubuh tinggi tegap itu keluar dan melihat Hary, ia menarik napas panjang. Ia sudah berpikir kalau sudah terjadi hal yang besar, baru kali ini adiknya mendatanginya di tempat kerja.
“Apa kamu mencariku?”
Hary berdiri. “Apa kita boleh bicara sebentar?”
Rafan hanya megangguk pelan, lalu berjalan menuju taman di depan kantor polisi. “Ada apa?”
Hary merasa bersalah karena membuat lelaki itu dalam masalah, ia menunduk dan mengusap-usap kepalan tangannya dan berkata , “aku minta maaf.”
Mendengar kata maaf tentu saja Rafan terkejut, seorang Hary tidak pernah minta maaf pada siapapun. Tetapi kali ini ia minta maaf padanya.
“Untuk apa?”
“Membuat Abang dalam masalah.”
“Ini bukan pertama kalinya kamu membuat masalah.”
“Tapi apa sebenci itu kamu padaku? Wanita itu tidak salah sama sekali.”
“Apa yang ingin kamu katakan?”
“Kenapa kamu ingin menyingkirkan bayinya,”
“Apa maksudnya?” tanya Rafan dengan bigung.
“Jihan Hamil, tapi kamu setuju mengugurkan kandungannya.”
“Aku tidak pernah melakukan itu,” bantah Rafa dengan bigung.
Hary menjelaskan kalau Jihan hamil tapi ingin mengugurkanya.
Bersambung
Kakak-kakak yang baik hati yang cuantik-cuantik kasih like, komentar dan hadia juga ya ...! Agar ratingnya naik. Kalau rating karya ini naik author akan semakin semangat update banyak bab tiap hari terimakasih.
tapi kenapa mereka semua gk mengizinkan jihan & hary hidup bersama.
dan jelas hary itu ayah kandung aqila.
kalo emg takdir nya sama hary,jngn muter² lg dech crita nya.