“Jadi kapan internet saya aktif kembali? Saya tidak akan menutup teleponnya jika internet saya belum aktif!” hardik Peter.
“Mohon maaf Pak, belum ada kepastian jaringan normal kembali. Namun, sedang diusahakan secepatnya,” tutur Disra.
“Saya tidak mau tahu, harus sekarang aktifnya!” ucap Peter masih dengan nada tinggi.
Disra berniat menekan tombol AUX karena ingin memaki Peter. Namun, jarinya tidak sepenuhnya menekan tombol tersebut. “Terserah loe! Sampe bulu hidung loe memanjang, gue ladenin!” tantang Disra.
“Apa kamu bilang? Bisa-bisanya memaki pelanggan! Siapa nama kamu?” tanya Peter emosi.
Disra panik, wajahnya langsung pucat, dia melihat ke PABX-nya, benar saja tombol AUX tidak tertanam kebawah. Sehingga, pelanggan bisa mendengar umpatannya.
Gawat, pelanggan denger makian gue!
***
Novel pengembangan dari cerpen Call Center Cinta 🥰
Ikuti kisah seru Disra, yang terlibat dengan beberapa pria 😁
Happy Reading All 😍
IG : Age_Nairie
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon age nairie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12 Keganjenan
Disra lupa kalau hari ini adalah mata kuliah keamanan jaringan. Dosen menyebalkan yang ternyata adalah pelanggan yang berseteru dengannya ada di depan matanya. Dosen yang pernah mengajukan permintaan konyol.
Melvin masuk ke dalam kelas. Dia menyapa para mahasiswa dengan senyum terukir. Para mahasiswa terkejut melihat Melvin tersenyum. Selama ini, dosen tersebut selalu menampilkan ekspresi dingin.
Tidak sengaja mata mereka bertemu, Melvin memberikan senyum hangat pada Disra. Mungkin, jika gadis lain yang mendapatkan senyum hangat itu akan membuat hati berbunga. Tetapi tidak bagi Disra.
"Apa-apaan sih tuh dosen! Keganjenan!" gumam Disra dalam hati.
Hari ini, Melvin banyak menyebar senyum saat mengajar. Terlihat indah bagi kebanyakan mahasiswi. Tidak bisanya dosen dingin tersebut menyunggingkan senyum.
"Saya tidak membatasi kreativitas yang akan kalian buat. Kalian bebas memilih bahan apapun untuk dipresentasikan, selama itu berhubungan dengan keamanan jaringan," jelas Melvin.
"Baik, Pak," ujar para mahasiswa.
"Kalian bisa mencari saya jika mengalami kendala dan dalam satu kelompok, saya ingin ada pimpinan projectnya. Jadi, tidak perlu bergerombol untuk menemui saya. Cukup pimpinan projectnya."
"Baik, Pak."
"Kalian buat outline nya terlebih dahulu. Paling lambat dikumpulkan lusa. Besok dan lusa saya ada di gedung F," ujar Melvin.
Universitas mereka memiliki empat gedung di satu area. Satu gedung ada beberapa Fakultas.
"Baik, Pak," ucap semua mahasiswa.
Mata kuliah keamanan jaringan telah usai, sebelum keluar kelas. Melvin sempatkan tersenyum kepada Disra.
Disra bergidik melihat senyum Melvin. Jika bukan karena permintaan Melvin yang tidak masuk akal dengan cara meminangnya. Mungkin Disra akan meleleh melihat senyum tampan di wajah Melvin.
Wajah tampan yang disertai dengan kelakuan aneh membuat Disra menghilangkan sisi tampan Melvin.
"Pak Melvin hari ini beda banget," ujar suci sumringah. "Dia kaya soft gitu sekarang. Nggak kaya kemaren-kemaren kaya kulkas."
"Soft? Emang detergen pakaian apa!" dengus Disra.
"Ih apa sih? Emang loe nggak liat apa dia itu manis banget, terus hari ini lembut banget. Jangan-jangan dia lagi jatuh cinta lagi. Eh iya, btw cewe kaya gimana ya, cewe idamannya?"
"Cewe yang punya hidung minimalis!" seru Disra.
"Masih jaman punya hidung minimalis? Bukannya sekarang udah ganti mancung semua ya?" ejek Suci seraya memegang hidung mancungnya.
"Iya, nanti gua ke Korea buat benerin hidung! Puas loe!" dengus Disra.
Suci hanya terkekeh melihat Disra yang merajuk. Sebelum mata kuliah selanjutnya dimulai. Suci dan Disra mencari teman untuk satu kelompoknya.
Total satu kelompok ada enam orang. 4 perempuan dan 2 laki-laki.
"Dis, loe jadi pimpro (Pimpinan Project) ya?" pinta Suci
"Dih, jangan gua! Ada laki, biar yang laki jadi pemimpin!" tolak Disra.
Suci menatap dua pria di sampingnya. "Kalian berdua. Siapa yang mau jadi pimpro?"
Ali dan Bara langsung mengangkat tangannya bertanda tak mampu.
"Jangan gua! Gua cuma kerja di bank, itu pun bagian penagihan," jelas Ali.
"Apalagi gua, cuma supervisor toko baju," tambah Bara.
"Udah Dis, loe aja. Kerja loe kan meski call center tapi berhubungan dengan jaringan internet," timpal Amanda. Seorang teman satu kelompok dengan Disra.
"Eh, gua udah resign dari sana," potong Disra.
"Tapi sekarang loe udah jadi asisten programmer!" timpal Suci. "Bentar lagi jadi seorang programmer handal!" sambungnya.
"Amiin yang gede!" seru Disra.
"Ya udah, loe yang jadi pimpro!" seru Bara.
Mau tidak mau, Disra menerima menjadi pimpro. Dia sebenarnya enggan untuk jadi pimpro karena mengharuskan bertemu dengan Melvin.
"Ya udah, kita tentuin bahan untuk tugas kita," ujar Disra.
"Kalau itu, gua nggak ada ide," ujar Anita.
"Gua juga," sambung Amanda.
"Apalagi, gue!" seru Suci.
"Kalau gitu, kita serahkan semua sama loe ya, Dis," ujar Bara tersenyum.
"Asem loe pada!" kesal Disra.
Jam kuliah telah usai, hari berlanjut. Masih sama seperti hari sebelumnya. Dia bekerja dan bertemu dengan dua rekan lainnya. Rozak dan Bambang. Cukup menyenangkan bekerja dengan para pria.
"Juli, belum datang?" tanya Raska pada Bambang.
"Dis, boleh minta tolong nggak pesenin kita kopi," pinta Rozak.
"Bisa, Kak," jawab Disra.
Rozak mengeluarkan uang di saku celananya. "Gua mau nyuruh Ob, tapi lagi nggak ada. Nggak pa-pa 'kan?"
"Nyantai aja Kak."
"Beli buat kita. Sekalian beliin buat Juli juga."
"Aku nggak suka kopi. Boleh aku pesen teh aja?" izin Disra.
"Boleh."
Disra keluar dari ruangan untuk membeli pesanan Rozak. Pergi ke rooftop dan membeli semua pesanan. Setelah mendapat yang diinginkan, Disra kembali ke lantai 30.
Langkah kakinya terhenti saat Ila menghentikannya. "Dis, bawa ini oleh-oleh buat tim kamu."
Disra menoleh dan menghampiri Ila. "Oleh-oleh?"
"Iya. Dari tim lain yang baru pulang dari Thailand. Kamu ambilin sekalian untuk teman-teman kamu. Ambil 5 jangan lebih, sisanya untuk tim lain." Ila menunjuk kantong belanjaan pada Disra. "Kamu ambil sendiri, aku mau ke toilet." Ila pergi meninggalkan Disra sendiri.
Disra meletakan kopi di atas meja, beruntung kemasan kopi tertutup dan dikemas menjadi satu di dalam kardus khusus untuk kopi. Dia mengambil 5 barang yang ada di dalam kantong plastik. Memilih yang sekiranya cocok untuk rekan kerjanya.
Mengangkat kopi berserta oleh-oleh. Dia masuk ke dalam ruangan. "Ini Kak, kopinya." Dia melihat sekitar dan melihat Bambang sedang berbicara dengan pria yang tak dikenal Disra.
Rozak menerima kopi dan dia melihat kantong plastik di samping kopi. "Apa ini, Dis?"
"Oh, itu oleh-oleh dari tim yang baru pulang dari Thailand."
"Wih, dapet oleh-oleh," ujar Raska. Dia langsung membuka kantong plastik dan menemukan pouch bag.
Raska memilih warna hitam, Rozak memilih warna cokelat. "Keren nih pouch-nya."
"Dis, loe yang warna pink?" tanya Rozak.
"Iya, Kak." Disra mengambil pouch berwarna pink. "Kak, pria itu siapa yang ngobrol sama Kak Bambang?" bisik Disra pada Raska. Tak ingin terdengar oleh Bambang dan orang yang sedang berbicara dengannya.
"Apa?" tanya Raska.
"Ini warna pink kok ada dua?" tanya Rozak mengangkat satu pouch berwarna pink.
"Oh, itu buat kak Juli," jawab Disra.
"Jul, elo dapet warna pink nih!" seru Rozak.
Orang yang sedang berdiskusi dengan Bambang menoleh. "Lah, pink?"
Disra hanya melebarkan matanya. "I—tu Kak Juli?" tanya Disra mematikan pada Raska.
"Iya," jawab Raska.
"Aku pikir Kak Juli itu perempuan. Jadi, aku ambilin warna pink," jelas Disra. Dia menoleh pada Juli. "Maaf ya Kak?"
Juli menghampiri Disra. "Oh, ini anak baru di tim kita?"
"Iya, Kak," jawab Disra.
"Santai aja, nanti bisa gua kasih ke keponakan saja."
"Mangkannya nanya-nanya dulu. Nggak selamanya nama Juli itu cewek!" kekeh Raska.
Hanya Disra wanita satu-satunya di tim tersebut. Semua rekan kerjanya begitu baik terhadapnya. Meskipun pekerjaannya memusingkan. Namun, lingkungan kerjanya nyaman.
Bukan untuk memanfaatkan rekan kerjanya, Disra hanya meminta pendapat untuk tugas kuliahnya. Bahan yang akan diambil pada mata kuliah keamanan jaringan.
dandan yg cantik, pake baju kosidahan buat Dateng kondangan Marvin /Facepalm/