NovelToon NovelToon
Mengandung Anak CEO Arogan

Mengandung Anak CEO Arogan

Status: tamat
Genre:Tamat / CEO / One Night Stand / Nikah Kontrak
Popularitas:582.5k
Nilai: 4.8
Nama Author: Myoo

⛔BOCIL MENYINGKIR!!

Ameera Khansa adalah gadis yatim piatu yang menjadi tulang punggung untuk dua adiknya. Suatu malam ia dijebak sehingga ternodai oleh seorang CEO muda sebuah perusahaan terkemuka, Ghazi Finn Cullen.

Ameera menuntut tanggung jawab atas harta berharga yang sangat dijaganya selama ini, tetapi lelaki itu malah melemparkan uang sebagai harga keperawanannya. Finn juga menudingnya sebagai perempuan murahan yang rela menjual diri demi materi. Ia tidak tahu bagaimana kerasnya Ameera bekerja halal, meski butuh banyak uang untuk menutupi hutang, dan biaya berobat sang adik.
___

Ghazi Finn Cullen, seorang pria kaya raya penikmat kebebasan dan membenci keterikatan, terutama hubungan pernikahan. Ia butuh kekasih tetapi tidak merasa tidak butuh istri. Namun suatu hari, tindakan Ameera membuatnya terpaksa menikahi perempuan itu.

Bagaimanakah kehidupan pernikahan mereka?

FB/IG : Myoonaa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Myoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12 Menangkap Basah

"Kemarin enggak masuk karena adek lo sakit lagi, Ra?" Dian bertanya setelah kasak kusuk dengan Silvi saat melihat keberadaan Ameera di ruang karyawan.

"Ya, adekku dirawat di rumah sakit, Di, nggak bisa kutinggal," sahut Ameera tak melepas fokus mengetik di layar ponselnya.

"Oww." Perempuan berambut sebahu itu membulatkan mulut, melirik Silvi dengan sebelah alis menaik.

"Kalo gue, punya adek sakit-sakitan ya mending resign. Kerja di rumah apa kek. Jadi tukang cuci tetangga atau apalah, asal gak jauh dan full waktu kerjanya." Silvi paling gatal kalau tidak ikut nyambar topik hangat.

"Menyesuaikan kebutuhan, Sil, gaji tukang cuci mana cukup."

"Ya sih, Di, tapi emang kebutuhan orang yang biasa hidup susah banyak banget ya? Masa adeknya masih di rumah sakit tetap masuk kerja, kayak dokter aja yang kondisi apapun tetap harus tugas."

"Takut gaji dipangkas kali."

"Gaji kurang ato sengaja suruh para tetangga yang ngurus adeknya?"

"Astaghfirullah! Jangan kejauhan kepo sama hidup orang. Dosa aku sudah berlomba pindah ke kalian tuh," lontar Ameera dengan senyum tertarik tipis.

Ia tadi menepi sebentar di ruang khusus karyawan ketika restoran agak lengang, setelah telepon Naja dan Sami ia sempatkan memesan bahan komplit rujak buah lewat gojek. Tak disangka dua perempuan toksik itu malah mengganggu dengan lekepoan yang luar biasa akut.

"Gak kepo pun gue tau hidup lo, Ra. Gue cuman gak masuk akal aja dengan jalan pikiran lo yang suka repotin tetangga."

Ameera mengalihkan pandang dari ponsel. Naru saja Finn WA kalau semua wajib dibuat dengan tangannya, termasuk membuat sambal kacang sendiri. Jadi terpaksa ia minta mamang gojek sekalian cari alat penumbuk kacang, dan lain-lainnya. "Tetangga mana yang aku repotkan?" tanya Ameera di sela ketikan jarinya.

"Lah situ yang tau mana tetangga yang sering lo suruh-suruh ngurus adek lo tanpa dikasih upah!" Hawa makin panas keluar dari mulut Silvi.

"Astaghfirullahhaladzim... makin ngawur."

"Emang utang bokap lo masih banyak, Ra? Bertahun-tahun lo kerja kayaknya masih gak cukup lunasin ya. Pengen deh bantu tapi takutnya lo lupa terima kasih."

Ameera geleng-geleng kepala. Dua tukang gosip ini dari mana juga tahu ayahnya pernah punya hutang banyak? Perasaan ia tidak pernah cerita sama sekali ke teman kerja.

"Dian, Silvi, denger ya, kerja nggak melulu karena butuh banget sama duit." Usai memastikan pesanan tidak ada yang kurang, Ameera cepat membalas pesan Finn yang meminta ia juga sendiri antarkan rujak itu kalau sudah selesai. Menyebalkan memang. Mungkin di sana nanti minta disuapi juga.

"Oh yaa? Ciuss lo udah gak butuh duit? Trus, ngapain lo capek-capek masih jadi pelayan? Disuruh ini itu. Kalo banyak duit mah tinggal jadi bos sana, Ra. Ngimpi pagi bolong." Silvi menyisir rambut bergelombangnya dengan jari, sebelum menjadikan satu di belakang tengkuk dan diikat dengan scarf scrunchie pita.

"Pacarnya Ameera, si sopir pengusaha itu mungkin sudah royal kasih cuan, Sil. Mangkanya dah nggak butuh." Dian berdiri di depan cermin besar di dinding, tersenyum cantik pada pantulannya sendiri.

"Emang sopir gaji berapa? Palingan besar gaji Ameera kalo rutin masuk dua shift full sebulan. Daripada dibegoin mendingan sama si Engkus aja. Muka dia pas-pasan dijamin jadi suami setia, baik, penyayang, perhatian."

"Ya ampun, ributnya sama urusan hidup orang." Ameera bangkit dari kursi, memasukkan ponsel ke dalam tas di lokernya. Omongan Silvi dan Dian lama-lama makin ngaco.

"Engkus lumayan manis kali, Sil, cuman sayang bibir sama kulitnya terlalu hitam, jadi kelihatan minus."

"Kalo sama Ameera gak apa, Di, buat perbaiki keturunan. Ntar anak mereka lumayan lah, gak jelek-jelek amat." Keduanya kompak tertawa, seakan body shaming adalah lawakan hebat.

"Oii, cewek-cewek yang merasa hidup kalian sempurna. Hati-hati sama mulut, lidah, hati. Apa-apa ntar hasilnya balik ke diri sendiri loh," tegur Ameera lumayan keras sembari keluar.

"Cihh! Lagunya kayak orang suci! Padahal Sasimo! Sana sini mau, hiii!"

"Dah yok kerja lagi, ntar Pak Alan keburu sidak." Dian menarik tangan Silvi menyusul Ameera.

"Eh, emang sopir yang bawa mobil mewah itu pacar barunya Ameera, Di? Gue kira bukan deh. Dia mungkin simpanan seseorang. Soalnya pas awal diantar, pintu Ameera tuh dibuka kayak dia nyonya aja."

"Sumpah?! Masa, sih? Lo lihat dengan mata kepala sendiri?"

"Ya iyalah, masa lihat pakai pala orang!"

"Ya Tuhan... dua orang itu makin hari makin kekanakan banget, heran." Ameera menggelengkan kepala, masih mendengar obrolan dua cewek rusuh di belakang punggungnya.

\*\*\*

"Chef, izin numpang ya. Selesainya kilat kok." Masih jam setengah sebelas, Ameera sempatkan kabur menuju area *cold kitchen*. Ia izin memakai sedikit bagian dapur pada chef Bara, seorang *chef of pantry* yang khusus menjaga dan mempersiapkan makanan dingin.

"Silakan. Asal setelahnya bersih seperti semula."

"Siap, Chef." Ameera ambil plastik yang tampak cukup berat isinya. Tadi ia titip di pantry saat diantarkan mang gojek.

"Bikin apa?"

"Rujak buah, Chef."

Lelaki berwajah manis dengan tahi lalat di ujung hidung mendekat, melihat melon, mangga, nanas, mentimun, kedondong, jambu air, dan bengkoang yang Ameera keluarkan dari plastik.

"Kenapa nggak beli jadi aja kalau mau?"

"Oh, kebetulan yang pesan ini maunya tangan saya yang buatkan, Chef." Senyum dengan kerut cantik di hidung dan dagu, membuat Ameera terlihat makin menawan mata orang memandang.

"Pesenan ibu ngidam? Siapa? Tetangga kamu? Berapa bulan? Baik hati sekali kamu, mau saja sempatkan buat beginian."

"Duh, Chef saya mesti jawab yang mana. Banyak banget pertanyaannya," canda perempuan berseragam kuning pisang sambil mengiris cepat bengkoang.

"Saya tebak saja, mungkin yang minta itu ibu hamil yang sangat ngefans sama kamu. Minta dibuatkan biar anaknya mirip kamu, Amee."

Ameera terkekeh lepas. "Chef Bara bisa saja. Mungkin sih, Chef, tapi kayaknya lebih banyak enggak. Orang yang pesen ini justru nggak suka sama saya."

Mana mungkin Finn ngefans sama dia, yang ada pria itu malah terkesan menghindar darinya. Tidur pun terpisah. Kalau terpaksa sekamar atau bersemuka, Finn tak pernah mau menatap lebih dari satu atau dua detik. Suaminya itu punya kulit wajah selalu kaku, seakan tidak pernah diajari seni melenturkan senyum. Belum lagi kata-katanya cuma berisi perintah atau decakan. Untung tampan, jadi lumayan lah buat Ameera sering cuci mata gratis.

\[Kamu sendiri yang antar rujaknya ke kantor!\] Nah, itu tadi isi pesan Finn. Sama sekali tidak mau dibangkang.

Ia sama sekali tak tahu Ameera mendapat omelan Alan karena jam kerja dipakai mengurus hal tidak penting lain. Belum lagi... Ameera memelas demi dapat izin keluar. Komplit penyiksaan Finn. Padahal kata pria itu semalam ia tak mau istrinya ini kelelahan.

"Kemana lo?" Silvi gatal menahan tanya. Ia melirik pada wadah makanan yang Ameera bawa dari area kerja Chef Bara.

"Nggak kemana-mana. Ntar tau kamu tau bisa semaput, Sil."

"Pa'an sih lo?! Gak jelas!" Mengentak kaki Silvi pergi, tapi segera memutar badan lihat sedan BMW M3 warna alpine white mengarah pada tempat Ameera berdiri.

Seorang lelaki setengah baya sedikit tergesa turun. "Maaf, Non, maaf, mamang terlambat. Kena sedikit macet tadi teh."

"Nggak apa, Mang. Ayo!"

"Ha! Astaga! Bangun Silvi! Bangun!!" Silvi mendorong-dorong kening dengan telunjuk. Tak percaya melihat Ameera masuk kursi penumpang mobil seharga miliyaran.

"Non...? Katanya Non kan tadi? Astaga dragon...! Gak salah dengar gue? Kerja apa sih Ameera sampai diantar jemput mobil mewah... gonta-ganti lagi...." Seluruh sendi Silvi melemas, otaknya kusut, mata berkunang-kunang efek ngiri berlebihan.

\*\*\*

"Bau apa ini?"

Finn mendongak dari berkas yang diperlihatkan Aldi, melihat pada perempuan memakai baju berdada rendah, ber-rok mini sejengkal dari garis bokong.

Laura masuk tanpa permisi. "Kamu ganti pewangi ruangan, Hon? Kenapa harus bau jeruk pekat sih?" Laura mengibas tangan ke depan hidung, "gue kayak lagi di tukang buah deh. Enggak banget."

"Hm, kebetulan aku lagi suka bau ini, Lau."

"Suka-suka kamulah." Laura duduk di sofa dengan gerak anggun, kaki kanannya bersilang, dan postur dada tegap. Gaya seakan sedang siap pose pemotretan.

"Kenapa ke sini tidak bilang dulu?" ujar Finn sambil menyudahi pembicaraan dengan Aldi, sang asisten sekaligus sekretaris pribadi yang langsung mohon pamit keluar.

"Pengen aja. Kangen."

Laura tersenyum kecut melihat penampilan Aldi. Seperti biasa, persis tokoh si kutu buku dalam film. Culun, berkacamata tebal, dan rambut lepek disisir rapi menyamping.

"Sekretarismu awet aja. Gak minat ganti yang lebih seger, Honey?" godanya sembari menuju kursi kerja Finn.

Bertahun-tahun Finn tidak pernah mau sekretaris cantik. Bagi Laura itu bagus, tidak akan ada ulat bulu gatal dalam hubungan mereka. Mengurangi saingan. Halangan memiliki Finn utuh adalah sifat batu pria ini sendiri, juga tembok batasan keluarga Cullen yang seolah tak ingin mengenalnya. Dan... satu lagi, istri pura-pura Finn di rumah, yang dinikahi cuma demi tetap dapat warisan sang Opa.

"Sudah makan siang belum, Honey...?" Laura mengecup sisi telinga Finn, usai mendaratkan bok\*ng di atas paha lelaki dingin itu.

"Sudah." Lima belas menit lalu Finn makan steak tuna bersama Aldi di ruangan ini.

"Yahh, padahal aku mau ngajak lunch bareng."

"Lau, pulanglah. Nanti malam saja ketemunya." Finn menarik wajah, ia tak nyaman bermesraan di kantor begini.

"Sekarang aku sering rindu kamu, Honey. Makanya pas free aku langsung ke sini...." Laura tersenyum manja.

"Turun, aku-"

"Hon...!"

Penampilan sudah menggoda, tapi Finn tetap tak membalas ciumannya. Bertahun-tahun bersama Laura lah yang aktif bin agresif, walau tak membuahkan hasil memuaskan. Entah apa yang kurang di mata Finn, padahal banyak lelaki di luar sana sangat mendamba tubuhnya.

"M-Mas. Ini pesanannya." Suara itu membuat Finn terlonjak, menggeser bahu Laura untuk menoleh ke pintu.

Tampak perempuan berkepang satu, berdiri kaku memegang wadah makanan.

"Kok? Dia? Ngapain ke sini!"

"Aku... pesan makanan, Lau." Finn mengusap bibir, lalu memegang pinggang Laura untuk berdiri dari pangkuannya.

"Really? Makanan apa? Memangnya Perfecto Resto terima pesanan, Honey?" Mata Laura jelas tak suka melihat keberadaan Ameera, si pelayan tak becus yang pernah menubruknya. Ia tak pernah lupa wajah *innocent*, dengan mata *round eyes* indah alami membuat iri milik perempuan itu.

"Restoran kami terima pesanan untuk pelanggan khusus, Nona. Permisi. Saya taruh di mana, Pak?" Ameera bisa membaca, kalau Finn sangat tidak ingin sang kekasih tahu kalau ia adalah istrinya. Istri sementara.

"Di sini. Taruh di sini." Suara berat itu agak gemetar. Menggeser kertas dan menunjuk atas meja.

"Pesan apa, Honey? Jangan-jangan buat aku ya? Uhh, my love, kamu tau aja aku bakal ke sini ya." Laura memeluk erat lengan pria berotot yang menatap tegang pada Ameera, sengaja menempelkan sesuatu kenyal miliknya untuk mengalihkan perhatian Finn.

"Silakan dinikmati, Pak. Semoga suka. Terima kasih atas pesanannya. Saya permisi." Bersikap layaknya pada pelanggan Ameera mengangguk sopan sambil tersenyum kecil sebelum berbalik ke luar.

Ludah Finn seketika mengering. Menyisakan perih dan rasa haus menguasai tenggorokan.

*Bagaimana bisa Ameera setenang itu menanggapi kejadian barusan*...?

visual

Finn (sementara ini ya, belum nemu yang cocok)

...Mohon dukungannya kalau suka cerita ini ya teman-teman, biar aku makin semangat mikir lanjutannya 🤗 ...

...Terima kasih banyaaak ❤️❤️...

1
Sugiarti
Luar biasa
Merica Bubuk
Sumpah gw ga jd Nonjok lu, Finn
Skrang Lu sdar arti seorang Istri kan ?
Merica Bubuk
Mami, aq padamu 😘😘😘
Merica Bubuk
Si Jonas tuh ada dendam apa sih sm si Finn, 2x jebakan loh ? 🤔🤔🤔
Merica Bubuk
Jiwa'y Mayor Teddy 🤣🤣🤣
Merica Bubuk
Ga papah, aq lagi glantungan 🤣🤣🤣
Merica Bubuk
Kata bang Komeng mh, Lu jual... gw borong
Begitu jg Ameera, kapoookk
Merica Bubuk
Sampe lupa gitu ya ?
Untung aja saluran nafas lu masih Allah biarkan terpasang 🤦‍♀️🤦‍♀️🤦‍♀️
Merica Bubuk
Badan aja gede gaban, nyali Hello Kity
Merica Bubuk
Kapoookk lu 🤣🤣🤣
Merica Bubuk
😭😭😭😭
Merica Bubuk
Sahabatan sm tante LUX, lama² lu impoten Finn 🤪🤪🤪
Merica Bubuk
Aq padamu Ameera 😘😘😘
Merica Bubuk
😁😁😁 itu teh efek ngidam, ameera
Merica Bubuk
Kan kan kan 🤣
Merica Bubuk
Nah kan, gw bilang apa Finn ?
Lu bakalan ❤️ sm Ameera
Merica Bubuk
🤣🤣🤣
Merica Bubuk
/CoolGuy//CoolGuy/
Merica Bubuk
Cieeehh... 😄😄😄
Merica Bubuk
🤪🤪🤪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!