NovelToon NovelToon
Bangkitnya Monster PENJARA

Bangkitnya Monster PENJARA

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Identitas Tersembunyi / Kebangkitan pecundang / Budidaya dan Peningkatan / Perperangan / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:8.4k
Nilai: 5
Nama Author: Pria Bernada

Kenzo awalnya adalah siswa SMA biasa, namun karena pacarnya dibunuh, ia bangkit melakukan perlawanan, menggunakan belati tajam dan menjadi pembunuh berantai.

‘Srett…srett… srett… srett’

Remaja itu memenggal kepala setiap orang, dan Kepala-kepala itu disusun di ruang pribadi hingga membentuk kata mengerikan "balas dendam".

BALAS!

DENDAM!

Ruangan itu seolah seperti neraka yang mengerikan!

Kenzo dijebloskan ke penjara sejak saat itu! Di penjara, Kenzo, yang telah berlatih seni bela diri sejak kecil, bertarung melawan para pengganggu penjara dengan seluruh kekuatannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pria Bernada, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2 Darah Yang Tak Termaafkan

Suara bel alarm kantor polisi berbunyi nyaring… TIIIIN!!! TIIIIN!!! TIIIIN!!!

Tengah malam itu, keheningan kantor polisi Kota Arcadia dipecah oleh dering bel darurat yang memekakkan telinga. Para petugas yang sebelumnya terlelap dalam lelahnya tugas, tiba-tiba dihantui oleh rasa cemas. Seisi kantor bergolak, rasa resah melanda hati setiap pejabat tinggi. Tidak butuh waktu lama bagi kabar mengerikan tentang sebuah pembantaian yang begitu brutal mengalir seperti arus yang tak terbendung, menghantam keras fondasi ketenangan kota dan menggoyahkan sendi pemerintahan yang ada.

Lima siswa dan dua belas anggota geng ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan. Bahkan para polisi yang sudah terbiasa menghadapi kejahatan pun merasa mual melihat pemandangan di lokasi kejadian.

Suara langkah tergesa-gesa di koridor… TAP TAP TAP! Suara lembaran berkas dilempar ke meja… BRUK!

"Ini gila… ini benar-benar di luar batas!" Kepala Polisi membanting berkas laporan di hadapan para bawahannya. "Semua cuti dibatalkan! Kita harus menangkap pelakunya secepat mungkin!"

Walikota dan direktur kepolisian mengadakan rapat darurat semalaman. Tekanan yang mereka rasakan luar biasa. Jika kasus ini tidak segera diselesaikan, jabatan mereka bisa tamat.

Namun, mereka segera mendapat titik terang. Dalam waktu kurang dari dua jam, seluruh bukti mengarah pada satu nama.

"Kenzo."

Suara lembaran kertas ditarik cepat… SWISH! Suara ketukan pena ke meja… TOK TOK TOK!

"Kenzo, laki-laki, 18 tahun, siswa kelas tiga di SMA No. 2 Kota Arcadia. Berprestasi tinggi, pengawas kelas, tetapi memiliki sifat pemberontak dan agresif. Tidak memiliki riwayat gangguan mental."

"Tanggal 5 Juni 2002, pacarnya, Selena, diculik oleh Reno dan lima siswa lainnya dari sekolah yang sama. Mereka menyerahkannya kepada Celos, pemimpin Geng Macan Hitam, dengan imbalan lima juta Malam itu, Selena diperkosa beramai-ramai hingga tewas oleh Celos dan dua belas anggota gengnya. Diduga kuat ini adalah pembunuhan balas dendam!"

Suasana ruangan rapat mencekam. Tak ada yang berbicara. Semua orang tahu… kasus ini sudah terpecahkan.

"Siapkan pasukan!" perintah Kepala kepolisian. "Tangkap dia, hidup atau mati!"

Suara sepatu bot berbaris… DUK DUK DUK! Suara sirene polisi meraung di jalanan… NEE-NOOO NEE-NOOO!

Tiga ratus polisi dari berbagai unit—pasukan khusus, tim anti huru-hara, dan detektif kriminal—dikerahkan untuk memburu Kenzo. Mereka menyisir seluruh kota, menggeledah setiap sudut gelap.

Hingga akhirnya, saat fajar menyingsing, seseorang menemukannya.

Di sebuah pemakaman di pinggiran kota, di depan sebuah makam yang masih baru, seorang pemuda berlutut diam.

Air matanya jatuh tanpa suara.

Suara angin berembus pelan… WHOOOSH… WHOOOSH…! Suara lilin bergetar… FLICKER… FLICKER…!

Di hadapannya, lima lilin merah hampir padam. Di samping setiap lilin… ada satu kepala manusia yang masih berlumuran darah.

Di tanah, dua karakter besar tertulis dengan jari-jari manusia—

"Kebencian."

Suara napas tercekat… HIK!

Para polisi yang menyaksikan pemandangan itu menelan ludah. Tak ada yang berani berkata-kata.

Kenzo tidak melawan saat borgol dikunci di pergelangan tangannya.

Suara klik borgol… CLICKK!

Ia hanya menatap ke makam di hadapannya.

Tatapan kosong… tetapi ada api yang masih menyala di dalamnya.

Dalam hitungan jam, berita penangkapannya tersebar ke seluruh kota dan provinsi. Kasus ini menjadi perbincangan hangat di seluruh negeri.

Sebagian orang menangis iba.

Sebagian mengutuknya sebagai monster.

Sebagian lagi… bertepuk tangan.

Lima hari kemudian, pengadilan terbuka digelar. Kenzo menolak membela diri.

Ia seharusnya dihukum mati di tempat. Namun, entah mengapa, hakim menjatuhkan hukuman mati yang ditangguhkan selama dua tahun.

Keputusan itu menimbulkan kontroversi besar.

Namun bagi Kenzo, hukuman apa pun tak ada artinya lagi.

Hatinya telah mati.

Dan kebenciannya… masih belum padam.

Suara guntur menggelegar di kejauhan… GRRRRRUUUMMMBBBLLL!

Suara rantai besi bergemerincing… CINK CINK CINK! Suara langkah berat di koridor penjara… TAP TAP TAP!

Diborgol di tangan dan kaki, Kenzo melangkah masuk ke dalam penjara tanpa ekspresi. Tatapannya kosong, seolah jiwanya telah tertinggal di pemakaman tempat ia menyerahkan dendamnya kepada malam.

Sejak vonis dijatuhkan, tidak ada banding, tidak ada protes. Bahkan orang tua dari lima siswa yang terbunuh pun diam saja. Seakan semuanya telah mencapai titik akhir yang tak perlu dipertanyakan lagi.

Hanya setelah bersujud sepuluh kali di hadapan orang tuanya yang menangis, Kenzo dibawa pergi.

Suara pintu besi terbuka… KREEEKKK! Suara borgol dikunci… CLICKK!

Duduk di dalam mobil tahanan, ia tak berkata sepatah kata pun. Perjalanan seharusnya hanya dua jam, tetapi entah mengapa, mobil itu terus melaju, bergelombang melewati jalan-jalan berbatu hingga mencapai gunung-gunung sunyi yang diselimuti kabut.

Setelah pos demi pos pemeriksaan, gerbang demi gerbang terbuka, mereka akhirnya tiba di sebuah penjara besar yang tersembunyi jauh dari kota.

Di sana, tanpa banyak basa-basi, prosedur standar dijalankan—penggeledahan tubuh, pemeriksaan fisik, pemotongan rambut, mandi air dingin, berganti pakaian, dan makan makanan tahanan yang hambar.

Nomor tahanan: 7702.

Dua jam kemudian, di bawah pengawalan dua sipir bersenjata, Kenzo dikirim ke sel No. 105—sel kolektif yang dihuni oleh sebelas narapidana lain.

Suara jeruji besi terbuka… KREEEK! Suara langkah masuk… TAP TAP!

"Bangun, semuanya. Cepat!" suara keras sipir memerintahkan.

Di dalam sel, para tahanan mulai bangkit dari tempat tidur mereka, menguap, dan mengamati pemuda baru yang baru saja masuk.

Seorang pria gemuk berwajah bulat menyeringai licik, menatap Kenzo dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Heh, lihat ini. Anak kecil masuk penjara! Apa rambutnya sudah tumbuh semua?"

Seorang pria botak di sebelahnya tertawa kasar. "Hati-hati, bocah-bocah zaman sekarang kelihatannya polos, tapi bisa jadi mereka lebih bengis dari kita. Hahaha!"

Tahanan lain ikut tertawa.

Suara tongkat besi dipukul ke ranjang… BANG!

"Dengar baik-baik!" suara sipir menggema, "Mulai hari ini, tahanan bernama—Kenzo—akan tinggal di sel kalian. Sekarang jumlah kalian sudah penuh, dua belas orang. Bersikaplah baik, jangan membuat masalah! Dan kau, Johnny…" Sipir menunjuk pria gemuk tadi. "Jangan cari gara-gara lagi! Kalau kau macam-macam, aku kirim kau ke sel isolasi! Mengerti?"

Johnny, si pria gemuk, hanya mengangkat bahu malas. "Dimengerti, Bos."

Suara langkah sipir pergi… TAP TAP TAP… Suara pintu sel tertutup rapat… BANG!

Kenzo tidak peduli dengan kegaduhan di sekelilingnya. Tanpa berkata apa-apa, ia berjalan menuju tempat tidur kosong di sudut sel. Namun, baru saja melangkah dua langkah, Johnny menghadangnya.

Pria gemuk itu melingkari Kenzo seperti pemangsa mengamati mangsanya.

Lalu, tiba-tiba—

Suara ludah… PLEH!

Ludah hangat dan kental mendarat tepat di wajah Kenzo.

Ledakan tawa memenuhi sel.

Tahanan lain menepuk-nepuk ranjang besi, tertawa puas melihat bocah baru yang dipermalukan.

Di tengah sorak sorai itu, Kenzo tetap diam.

Namun, sesuatu dalam matanya berubah.

Sesuatu yang dalam, dingin, dan berbahaya.

Suara angin berdesir… WHOOSH! WHOOSH!

Suara napas berat… HUH… HUH… Gelak tawa kasar memenuhi ruangan… HAHAHA!

Johnny, si kucing gunung, menyeringai puas. “Wah, sombong sekali kau, bocah! Masuk ke sini tanpa membungkuk atau memberi upeti? Kalau begini caranya, bagaimana aku bisa mempertahankan wilayahku di gedung Timur?”

Kenzo tetap diam, bahkan tidak menoleh, dan terus berjalan menuju ranjangnya.

Namun, pria botak di dekatnya, yang sejak tadi ikut menertawakan, tiba-tiba mengayunkan tinjunya ke perut bagian bawah Kenzo.

Suara pukulan keras… DUGG! Suara napas tercekat… GHK!

Kenzo terhuyung mundur enam langkah, menghantam pagar tempat tidur dengan keras. Darah segar mengalir dari sudut bibirnya.

Tahanan lain meledak dalam tawa liar.

“Haha! Bocah ini pikir dia bisa jadi raja di sini?”

“Ini penjara, Bung! Kau berada di wilayah Saudara Johnny! Kalau mau selamat, bersujudlah dan merangkak di bawah selangkangannya! Hahaha!”

Kenzo menyeka dahak dan darah di wajahnya. Tatapannya dingin, tanpa emosi.

"Aku tidak ingin mencari masalah. Sebaiknya kalian juga tidak main-main denganku."

Suasana mendadak hening.

Suara langkah berat… TAP TAP… Hembusan napas dalam… HAAH…

Johnny menatap Kenzo dengan mata menyipit. Cahaya berkilat di sorot matanya, lalu dia mendengus dan mengangkat tangan, memberi isyarat kepada yang lain untuk tidak bertindak.

“Baiklah, bocah. Aku akan memberimu jalan.”

Johnny melirik bocah itu, yang mengangguk dan berjalan menuju pagar besi, pura-pura menghirup udara segar.

Saat Kenzo berbaring di ranjang, Johnny melangkah mendekat, menatapnya dengan senyum licik.

Lalu—

Suara gesekan ikat pinggang… SREK! Suara air mengalir… SSST!

“HAHAHA! Saudara Johnny sedang memberimu air suci, bocah!”

Tahanan lain tertawa terbahak-bahak melihat Johnny buang air kecil di tempat tidur Kenzo.

Namun kali ini, tak ada kemarahan di wajah Kenzo. Tak ada ekspresi. Hanya keheningan.

Kemudian, perlahan, ia duduk dan menatap Johnny dengan dingin.

“Sudah kubilang,” suaranya serak, “Jangan macam-macam denganku.”

Sejenak, tubuh Johnny merinding. Namun, ia menepis rasa takutnya dengan tawa kasar.

“Kau mencari mati…”

Suara langkah cepat… DUK! Suara tinju diayunkan… WHOOSH!

Tinju besar Johnny meluncur ke wajah Kenzo dengan kekuatan penuh.

Namun, sebelum tinju itu mencapai target—

Suara tangan mencengkeram… CREEKK!

Kenzo bergerak.

Dalam sekejap mata, kepalanya sedikit miring, dan tangannya mencengkeram tinju Johnny dengan kuat.

“Jangan main-main denganku.”

Kali ini, kata-kata itu adalah vonis.

Suara tulang diremukkan… KRAK!

Kenzo menarik tangan Johnny ke belakang, sementara tangan kanannya berubah seolah menjadi bilah tajam yang menyayat tulang rusuk pria gemuk itu dengan kecepatan mengerikan.

Suara tulang patah… RETAK!

Johnny membelalak. Ia terhuyung mundur.

Suara tubuh jatuh ke lantai… DUKK!

Darah mengalir dari mulutnya. Tubuhnya kejang-kejang sesaat, lalu diam selamanya.

Tulang rusuk yang patah telah menembus jantungnya.

Hening.

Sangat hening.

Suara napas tercekat… HHH!

Semua orang mundur, menatap Kenzo dengan ketakutan yang membeku.

Tak ada yang berani bicara.

Tak ada yang berani bergerak.

Di dalam sel yang penuh dengan penjahat keji, malam itu, seorang bocah delapan belas tahun mengukuhkan posisinya.

Sebagai pemangsa teratas!

1
Bagaskara Manjer Kawuryan
Keren ini ceritanya 👍👍👍
Jhony Meranam
mantap
Raja Semut
Lanjut/Hunger/
Raja Semut
whahaha sangat mendominasi cerita nya /Joyful/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!