"Menjadi prajurit butuh perjuangan, butuh pengorbanan. Berjuang untuk bumi tempat berpijak, demi setiap tarikan udara yang kita hirup dan demi orang-orang tercinta beserta kedaulatan. Berkorban, mengorbankan segala yang kita miliki sekalipun sebuah sumpah setia di ujung senapan."
~Teuku Al-Fath Ananta~
"Aku tak akan membuat pilihan antara aku atau bumi pertiwi, karena jelas keduanya memiliki tempat tersendiri di hatimu. Jadilah sang garuda meski sumpah setia kau pertaruhkan diujung senapan."
~Faranisa Danita~
Gimana jadinya kalo si sarjana desain grafis yang urakan dan tak suka pada setiap jengkal tanah yang ia pijaki bertemu dengan seorang prajurit komando pasukan khusus nan patriotisme dalam sebuah insiden tak terduga, apakah mereka akan seirama dan saling memahami satu sama lain, dalam menjejaki setiap jalanan yang akan mereka lalui ke depannya di belahan bumi pertiwi ini? Ikuti kisahnya disini yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GELISAH, GALAU, MERANA
Al Fath bergegas menjemput abi dan Zahra yang sedang menunggunya di gerbang. Meskipun sebenarnya ia bisa meminta bawahannya untuk menjemput mereka, tapi itu tak ia lakukan. Setinggi apapun pangkatnya, tetap saja ia seorang anak, sudah sepatutnya ia sendiri yang menjemput abi.
"Bi, itu bang Fath!" tunjuk Zahra. Gadis itu keluar dari mobil yang tertahan di gerbang dan berlari memburu kakak pertamanya ini.
"Bang Fath!!!" Zahra langsung lompat dan memeluk si abang kesayangan, Al Fath tersenyum hangat dan membalas pelukan adik bungsunya.
Petugas jaga sampai mengangkat kedua alis dan saling berpandangan melihat begitu family man-nya perwira mereka itu. Senyumnya itu langka ia keluarkan malah bisa dibilang belum pernah.
"Waktu malem ke rumah ngga ketemu, Zahra keburu tidur!" manyun si manja ini, entah kenapa pada abi dan Al Fath gadis ini terlampau manja seperti uminya karena di rumah ialah ratu setelah umi.
"Iya, nanti saja ceritanya di mes abang. Sekarang kamu turun, malu diliatin om tentara!" tunjuk Al Fath dengan dagunya, Zahra menoleh dan segera menurunkan lilitan tangannya dari leher sang kakak.
"Kasian abi udah nunggu!" keduanya menghampiri mobil.
"Umi ngga nyusahin kamu?" tanya abi Zaky, turun dan pindah kursi ke samping pengendara, dan supir diambil alih Al Fath.
"Fath baru pulang bi," kening pria yang sudah masuk umur senja ini berkerut, "jadi, umi?"
"Nunggu sama tetangga di luar,"
"Hah? Ha-ha-ha!" Zahra tertawa tergelak.
"Abi, abis ini umi pasti ngamuk-ngamuk, aummmm!" Mobil ex camat pada masanya itu melesat menuju mes Al Fath.
"Rayyan ada kabarin abi sama umi?" tanya Al Fath, ditanya begitu Zahra mencebik, mengingat kelakuan kurang akhlak abang keduanya itu yang berbeda 180 derajat dari abi dan Al Fath.
"Ada, 2 hari lalu dia ijin ke Kep. Natoena," jawab abinya.
"Hm," ada the'sahan lelah yang lolos dari mulut Al Fath, adik flamboyannya itu memang selalu di tempatkan di daerah konflik, ia akui Rayyan memang tak jauh seperti dirinya memiliki kemampuan cukup handal dan integritas tinggi. Mungkin tugas-tugas beratnya saat ini adalah ancang-ancangnya untuk meraih pangkat tinggi."
"Dia ada kasih kabar juga sama kamu?" tanya abi kini beralih pada Al Fath.
"Ada,"
"Bilang apa tuh? Pasti minjem dulu duit deh, kalo ngga minta beliin pulsa?!" tanya Zahra memutar bola mata ia sudah negative thinking duluan.
Al Fath terkekeh dengan mata yang tak lepas dari arah jalan, tangannya memutar kemudi mobil untuk berbelok menuju deretan rumah dinas bloknya.
"Cih, bang Rayyan tuh nyusahin tau ngga! Bulan kemaren aja uang jajan Zahra ngga diganti! Dek Ra, tolongin abang dong, beliin dulu pulsa yang 100, bang Ray belum gajihan, ntar kalo gajihan bang Ray transfer plus abang ditambahin deh!" cebik Zahra menirukan gaya bicara manis Rayyan yang merayu Zahra setengah mati. Kedua lelaki ini menoleh pada Zahra.
"Uangnya dia abis buat ngajak jalan cewek-ceweknya yang segudang!" kembali adu Zahra, si adik kecil ini rupanya sering jadi teman curhat sekaligus korban tipu si abang menyebalkan, jika dihitung-hitung sepertinya pacar Rayyan jumlahnya melebih warga ibukota.
"Masa gara-gara dia mutusin pacarnya yang ada di tiap tikungan, ig Zahra jadinya diserbu para mantan abang Ray! Katanya minta bang Ray tanggung jawab udah ninggalin pas lagi sayang-sayangnya, mau bunuh diri aja, ada yang bilang mau nyusulin ke Aceh mau nemuin abi sama umi. Dia mah gitu, tiap ketemu cewek digombalin, di php in, dipacarin, pas lagi sayang-sayangnya dia tinggal tugas!" Adu Zahra mendumel bersungut-sungut. Patutlah ia kesal, hampir tiap hari media sosial miliknya diserbu para barisan mantan atau fanbase yang isinya cewek-cewek gamon dari si abang ngga ada akhlak.
"Mirip siapa tuh bang Ray?! Perasaan abi sama bang Fath engga gitu deh," dalam hal ini mereka bertiga memang patut disebut keluarga kompak, karena di otak ketiganya sama-sama terfikir satu nama, umi Salwa!
"Umi," gumam ketiganya.
"Uhukkk! Uhukkk!" Salwa tersedak saat tengah minum di mes Al Fath.
Ketiganya tertawa, "mau sampai kapan dia begitu?!" abi Zaky menghela nafasnya, lalu tatapannya beralih pada Al Fath, ia juga mengkhawatirkan putra sulungnya, berbeda dengan Rayyan yang tak sungkan memiliki pacar, putra sulungnya ini justru terlihat jarang berinteraksi dengan perempuan, pernah dua kali ia membawa perempuan ke depan Zaky dan Salwa namun setelah itu tak ada lagi kabar beritanya.
"Fath..."
"Iya bi,"
"Gimana dengan kamu?" Zahra ikut mencondongkan badan ingin tau dengan kisah asmara abang kalemnya ini.
"Nanti kita bicara di mes ya bi,"
Mobil sampai di depan rumah dinas Al Fath, dimana Salwa sudah menunggu mereka di depan pintu, "lama! Baju ganti umi mana?" tanya Salwa berkacak pinggang.
"Iya ini umi, sabar kek...orang sabar disayang abi!" jawab Zahra mengambil tas berisi baju ganti uminya.
"Bang Za, marahin nih anak abang! Masa tega uminya di tanem di depan rumah sampe sore begini, dikira umi kece-nya ini patok perbatasan apa?!! Liat ngga muka Salwa bang, udah kaya gorengan pagi! Berminyak, lepek!" omelnya. Al Fath berlalu masuk sambil terkekeh, bukan hanya uminya saja, badannya juga sudah terasa lengket sejak tadi.
"Ya itu salah kamu sendiri, kenapa Fath ngga kamu telfon? Mungkin kalo kamu hubungin Fath bakalan langsung pulang atau titip kunci," sahut Zaky.
"Uminya aja yang repot itu mah!" semprot Zahra.
"Nah--nah kan, pada nyalahin umi. Pengen dikutuk jadi orang sukses ini mah!" omel Salwa lagi ikut masuk lagi.
"Umi mau pake air dingin atau air anget mandinya? Biar Fath yang masakin?" tanya Al Fath.
"Dingin aja, ibukota sama kaya di rumah. Panas! Untuk ukuran anak muda kaya umi, air dingin masih okelah!" jawab Salwa kembali duduk di kursi butut ruang tamu.
"Idih ngga pernah ngaca!" sindir Zahra.
"Abang Teuku Al Fath Ananta!!! Ini kursi bikin tangan umi gatel pengen bakar! Kamu astagfirullah!!! Bisa ya tinggal begini, kalo nanti Fara ikut tinggal disini, apa mantu umi mau dikasih kehidupan kaya gini?" bukan lagi terkejut, Zahra yang sedang merebahkan badannya di karpet dan Zaky yang duduk di samping Salwa tergelonjak kaget.
"Kaya gini gimana, mi? Lagian abang belum sempet beli!" jawabnya dari belakang.
"Apa? Siapa?! Fara siapa?" tanya mereka.
"Fara calon mantu umi," balas Salwa.
"Eh, tapi abang Fath udah ngomong belum sama Fara, will you marry me gitu bang?" cerocos uminya, begini jika emak-emak sudah ikut campur urusan anak, sudah dapat dipastikan Al Fath seperti sedang diberondong peluru jarak dekat.
"Apa, kapan?! Ko Zahra ngga tau bang Fath punya pacar?!" tak ada jawaban dari Al Fath, rupanya ia sedang mandi, karena dari arah belakang terdengar suara germericik dan cipratan air.
Ia mengguyur kepalanya untuk memberikan efek sejuk, aliran air lolos dari ujung rambut dan turun menyapu bersih lekukan wajah serta dada bidang hingga ke tubuh lainnya.
Hanya butuh 10 menit saja, Al Fath sudah selesai mandi, ia keluar dengan tubuh segarnya, "ember sama jolang udah Fath isi mi, kalo umi mau mandi tinggal pake," ujarnya duduk di karpet bersama Zahra yang kini ikut duduk, gadis itu menaruh ponsel kemudian bersiap memberondong Al Fath dengan beberapa pertanyaan.
"Kenapa?" tanya Al Fath menatap Zahra.
Gadis itu manyun, "bang Fath kenapa ngga bilang kalo udah punya pacar?" Al Fath menatap tampang kalem sang abi.
"Sebentar, biar abi solat dulu." Ijinnya.
"Umi juga mandi dulu deh! Abi buruan ambil air wudhu-nya!" seru Salwa.
Al Fath bukan anak muda yang akan tremor jika dihadapkan dengan keluarganya pasal kesiapan ia untuk berumah tangga. Ia pria matang dengan pemikiran matang pula, "abi, umi, abang minta ijin untuk mempersunting seorang perempuan. Insyaallah jika lamaran Fath diterima, Fath akan membimbing dan mendidik dia till jannahnya Allah, Fath juga akan mengayomi dan melindungi dia sepenuh hati, abang Fath minta do'a dan restu dari abi sama umi, juga dek 'Ra dan Rayyan.." ucapnya lolos tanpa cela.
Ada senyum tipis di bibir Zaky, ia tau putra sulungnya ini tak akan gegabah dalam memilih keputusan, "yakin? Pekerjaan kamu bukan pekerjaan seperti orang kebanyakan, yang pergi pagi pulang sore, yang bisa ada saat istri kamu membutuhkan? Bahkan bisa saja pulang dalam keadaan tinggal nama?" tanya abi.
"Puk!" Salwa menepuk pa ha suaminya.
"Amit-amit!! Bang Za jangan do'ain anaknya kaya gitu!" ia tak terima jika sang suami berkata seperti itu.
Zahra menepuk jidatnya, "umi ya Allah, kan semisal mi...kerjaan abang kan kaya gitu!"
"Umi ih, ganggu moment sakral dan mengharu biru ih! Kacau lah!" omel Zahra. Jika ada kontes ibu absurd maka Zahra sudah pasti akan memasukkan nama Salwa dalam daftar nominasi teratas, dan mungkin saja akan menyabet gelar juara.
.
.
.
Fara menjatuhkan begitu saja badan lelahnya ke atas ranjang hingga ranjang tua itu berderit, entah kenapa hari ini begitu melelahkan...terutama hatinya.
"Jadilah istri saya,"
Selalu kalimat itu yang terngiang-ngiang mirip suara nyamuk di kamar. Ia tak habis pikir dengan lelaki itu, apa yang ia lihat dari diri Fara.
"Idaman gimana?! Fara ngga ada anggun-anggunnya gini?!" gumamnya mencibir diri sendiri sambil menatap lubang di langit-langit kamarnya. Ia membayangkan dirinya yang berseragam seperti bu Fani saat pertama kali ia menagih angsuran presto. Seketika bahunya bergidik, bibirnya tersungging meringis, "ngga ah! Ko geli ya!"
Drrttt!
Ponselnya bergetar, "Rio?"
"Hallo yo?"
(..)
"Ha?! Seriusan?" ia langsung bangkit dengan wajah antusias dan gembira, "oke nanti gue siapin ijazah sama lamaran!" senyumnya tercipta, tapi sejurus kemudian senyum itu luntur mengingat pertanyaan Al Fath.
Sudah sangat lama ia menunggu untuk kesempatan kerja sesuai kiblat prodinya, tapi wajah dingin nan tatapan tajam itu seolah mendominasi pikiran Fara, seketika hawa panas menyelimuti, "eh ini kenapa nih?! Kok jadi ngerasa bersalah gini," gumamnya sendiri sambil memegang dada.
"Fara! Lu udah balik, 'nyak mau ngomong?!"
.
.
.
Note :
* Integritas : sifat atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh, sehinggamemiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran, itu artinya seseorang yang berintegritas adalah orang yang memiliki pribadi yang jujur dan karakter kuat.
* Tremor : gemetaran, bergetar, atau bergerak tanpa sadar.
*Flamboyan : senang berpenampilan dandy, memanjakan dirinya, sangat peduli dengan penampilan dan senang menjadi pusat perhatian.
gokil....