kisah ini bercerita tentang gadis muda berusia 21 tahun bernama Alya, Alya terpaksa menerima tawaran menikah dari dosen kampusnya yang usianya 37 tahun bernama Rafa, Rafa meminta Alya mengandung anaknya karena istrinya tidak bisa memberikan keturunan. lambat Laun benih cinta diantara mereka mulai tumbuh, dari sinilah timbul masalah baru, istri sang dosen tidak rela suaminya membagi cinta dengan alya. dapatkah Rafa mempertahankan dan membuat Alya di akui sebagai istrinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daisha.Gw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pucat
Sejak mata Kuliah di mulai Alya sudah tidak bisa fokus lagi dengan pelajaran nya, kepalanya pusing, perutnya seperti di aduk di dalam sana, ada bau parfum teman sekelasnya yang sungguh mengganggu penciuman
"Lo kenapa al"
"gue pusing banget jih"
"Lo sudah makan ?" Jihan sedikit menunduk agar lebih mudah menatap wajah alya, Alya hanya bisa mengangguk, tangan kurusnya ia gunakan untuk memijat pelipisnya.
"Udah gw nggak papa, Lo perhatiin aja Bu Maryam, entar Lo sama sama nggak paham, nanti gw nanya ke siapa"
"tapi bener Lo nggak papa"
"iyaa"
saat ingin ke kantin Alya berpapasan dengan Rafa, ia menunduk dalam saat pandangnya beradu tatap dengan Rafa, pria itu berjalan dengan wibawanya, pandangannya terus menatap ke depan.
Belum sempat Alya memesan, dering ponsel di saku tasnya Terus berbunyi
"mas Rafa" batin Alayya, takut takut ia menjauh dari sana, agar bisa menghubungi Rafa.
"assalamualaikum, kenapa mas"
"tunggu saya di depan gerbang, saya antar kamu pulang sekarang" sahut Rafa dengan suara tegas
"maksud mas apa, Tiba tiba minta aku pulang, aku masih ada kelas"
"jangan membantah tunggu saya di depan gerbang, kalo kamu membantah, kamu tau sendiri hukuman apa yang akan saya berikan nanti malam "
"tapi mas---"
tiitt
Alya menatap layar ponsel nya, Rafa mematikan sambungan telepon sepihak.
"ya Allah, apalagi ini " mau tidak mau Alya akan menurut, dari pada mendapatkan kegilaan suami nya lagi, Alya kembali menemui Jihan yang dari kejauhan ia lihat wanita muda itu celengak celenguk mencarinya.
"Lo dari mana sih, tiba tiba hilang" Jihan sedikit kesal dengan tingkah Alya, bukan apa, Jihan hanya kawatir, apalagi wajah pucat sahabatnya terlihat begitu jelas.
"maaf... gue harus pulang sekarang jih, kayanya gue nggak bisa masuk kelas Bu Iraa "
"ya udah gue anterin yaa" Alya menggeleng
"nggak usah jih, gue bisa ko, nanti yang ada Lo ketinggalan kelas, yang repot kita juga kan"
"tapi Al--"
"Lo nggak usah kawatir, gue nggak papa, nanti gue telpon kalo sudah sampai di rumah "
"janji "
"iyaaa"
....
"masuk ke dalam mobil sekarang " titah Rafa yang tak boleh di bantah
"mas, motor ku gimana "
"turun " perintah Rafa pada seseorang di samping yang Alya tidak tau itu siapa
"biar dia yang bawa motor kamu, sekarang kamu masuk" Alya menurut ia masuk ke dalam mobil, dengan kecepatan sedang Rafa mengendarai mobilnya, sesekali Alya melirik Rafa, rahang tegas, bulu mata lentik, alis mata tebal, belum lagi hidung mancung Rafa, pria itu terlihat sempurna dengan Pahatan terindah menurut nya di usia yang sudah 37 tahun itu, tidak salah kan Alya mengagumi ketampanan sang dosen, toh Rafa Sumi nya juga
Alya di Buat terkejut dengan tangan Rafa yang tiba-tiba menyentuh perutnya yang masih rata.
di usap nya perut itu, tanpa mengalihkan sedikit pandangannya.
"mass, ini bukan jalan pulang, kita mau kemana"
"nggak usah banyak tanya, duduk diam dan ikuti saya" helaan nafas berat terdengar kian jelas di pendengaran Rafa, ia menoleh sesaat menatap wajah istri kecilnya, Alya menyenderkan tubuhnya di punggung kursi, matanya terpejam.
Tangan yang tadi menyentuh perut Alya beralih ke atas kepala sang istri. hal itu membuat Alya membuka matanya, ia lirik Rafa yang fokus dengan jalan di depan nya. tapi sesaat Rafa menatap ke arahnya.
"mau makan apa, Hem?" bukannya menjawab Alya Malah gugup, jantungnya berdetak tidak karuan hanya karena sentuhan juga pertanyaan lembut dari Rafa.
"kenapa diam, bilang kamu mau makan apa, kita mampir makan dulu baru pulang"
"aa--aku, mau makan nasi goreng aja mas"
Rafa menurunkan tangannya setelah mengusap usap kepala sang istri kecilnya.
...
"Kapan jadwal periksa kamu"
"emm" Alya sedikit lupa
"dua hari lagi"
"nanti saya yang antar, habiskan makanan kamu, terus istirahat, saya liat muka kamu pucat banget tadi waktu di kampus" Alya mendongak menatap Rafa.
"kenapa?" tanya Rafa
Alya menggeleng, ternyata itu alasan Rafa yang tiba-tiba memintanya pulang, pria itu kawatir melihat wajah pucat Alya saat berpasangan di kampus.
"mas kenapa nggak makan"
"saya sudah makan di rumah Naila, tadi "
"emm"
....
"mas nggak ke kampus lagi" tanya Alya setelah melihat Rafa yang sudah berganti pakaian dengan pakaian santai.
"nggak, saya sudah Nggak ada kelas, Kenapa... kamu mau saya pergi dari sini"
"emang ada aku ngomong kaya gitu ke mas... nggak kan" Alya jengah dengan pertanyaan yang terus sama, padahal ia hanya bertanya, tapi jawaban Rafa selalu seperti itu.
Alya melenggang pergi meninggalkan Rafa yang diam terpaku di kursinya, Rafa ikut menyusul Alya masuk ke dalam kamar setelah punggung wanita itu tidak terlihat lagi, Laptop dan berkas ia bereskan.
mendengar pintu yang terbuka Alya yang tadinya Hanya tiduran saja, memilih memejamkan matanya.
"kamu Tidur" Rafa ikut menidurkan diri di samping Alya, ia Tidur dengan menghadap wanita hamil itu, tangannya melingkar sempurna di pinggang Alya, bergerak abstrak di sana.
"anak papah, kesayangan papah, jiwanya papah, sehat sehat terus ya nak, di perut mamah" mendengar ucapan Rafa, entah kenapa membuat perasaan Alya menghangat.
"kamu jadi mudah marah semenjak hamil, Al"
"emm, faktor hormon mas".
"iya saya ngerti dan paham betul, makasih ya Al, sudah mengahdirkan kebahagiaan di keluarga kami"
baru juga ia merasa hangat, tapi ucapan Rafa barusan, kembali membuat nya jatuh ke jurang yang paling dalam"kebahagiaan di keluarga kami"
kalimat singkat begitu dalam maknanya, rafa kembali mengingat akan kepemilikan dirinya dengan janin yang ia kandung itu, Alya tidak memiliki hak apapun, setelah melahirkan anaknya , Rafa akan membawa anaknya pergi dan ia berikan sepenuhnya untuk Naila.
"Al"
"emm"
"gimana kabar orang tua kamu"
"Alhamdulillah baik, mas"
"gimana sekolah adik kamu"
"Alhamdulillah lancar mas" Rafa mengeratkan pelukannya, wajah nya menempel sempurna di celuk leher Alya.
"mas"
"kenapa, pingin sesuatu, mau makan sesuatu"
"emm..." Alya sedikit ragu untuk mengutarakan apa yang mengganggu pikiran nya
"kenapa, ngomong aja"
"apa aku boleh bertemu dengan nya jika ia sudah lahir nanti, mas"
perlahan pelukan Rafa melonggar, ia sibak rambut yang sedikit berantakan, Rafa mengubah posisinya menjadi terlentang, pria itu diam sesaat
"mass..."
"sesuai perjanjian di pernikahan kita, Al. kamu nggak memiliki hak apapun dengan anak itu"
"iya mas, aku tau, aku juga nggak akan melanggar perjanjian itu, aku kan cuman mau ketemu, aku mau lihat wajahnya, bukan ingin mengakui statusku di hadapannya"
"itu juga termasuk di dalam perjanjian kita, kamu nggak boleh bertemu dengannya walau sesaat"
"maas--"
"sudah saya ingin istirahat, nggak mau berdebat, kamu juga istirahat"
Tanpa ijin air mata wanita itu turun membasahi pipi.
....
di tempat berbeda, Naila yang sedang menunggu kepulangan sang suami di ruang tamu, Rafa sudah berjanji akan pulang cepat karena hari ini ia tidak ada jadwal lagi, tapi suaminya itu tidak kunjung pulang, di telpon pun pria itu tidak mengangkat panggilan nya.
"kamu kemana sih mas, semenjak menikah dengan anak itu, kamu jadi sering ingkar janji, katanya mau pulang cepat, ini sudah hampir malam kamu belum pulang juga" naila duduk di kursi ruang tamu, ia sandarkan punggungnya di sana
tapi Kenapa ya like' nya dikit ya