Alvin sosok pria dingin tak tersentuh telah jatuh cinta pada keponakannya yang sering dipanggilnya By itu.
Sikapnya yang arogan dan possesive membuat Araya sangat terkekang. Apalagi dengan tali pernikahan yang telah mengikat keduanya.
"Hanya aku yang berhak untukmu Baby. Semua atas kendaliku. Kau hanya milikku seorang. Kau tidak bisa lepas dariku sejauh manapun kau pergi. Ini bukan obsesi atau sekedar rasa ingin memiliki. Ini adalah cinta yang didasari dari hati. Jangan salahkan aku menyakiti, hanya untuk memenuhi rasa cinta yang berarti."
-Alvin-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ist, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Akan Aku Biarkan
"Hati hati By." Teriak Alvin saat gadis itu berlari memasuki rumah.
"Iya Om." Jawabnya tanpa menoleh ke belakang.
"Daddy, mana kucingnya?" Dengan mata yang berbinar.
"Itu sayang." Tunjuknya pada dua box dekat meja.
"Makasih Dad." Aya memeluk Daddy-nya.
"Iya sayang." mengecup kening Aya.
"Kamu sudah makan sayang?"
"Udah Mom, tadi di kantor Om." Jawab Aya sambil membuka box mengeluarkan kucing kucing itu.
"Wah lucu..." Aya memeluk dua hewan berbulu itu erat.
"Mandi dulu By."
"Nanti aja Om."
"Kamu kalo di bilangin." Alvin berlalu pergi ke kamarnya.
"Kakak..." teriak Darren dan Ano sambil memeluk Aya.
"Kalian dari mana baru keliatan?"
"Abis ngerjain PR."
"Kucing nya udah makan Dad?"
"Udah tadi, baru aja dikasih Adek kamu."
"Vin. Sini kamu."
"ya emang Alvin mau ke situ yah." Alvin mendudukkan diri di dekat Aya.
"Ada apa?"
"Kemaren Ayah suruh kamu pesen tanaman kok ga berangkat berangkat. kamu ini gimana."
"By ga mau di ajak."
"Berangkat sendiri kan bisa."
"Tapi aku maunya sama By."
"Kamu itu kaya bocah. Inget umur."
"Biarin Bu."
"Berangkat sekarang. Keburu sore."
"Iya iya..."
"By..."
"Apa Om?" fokus dengan kucingnya.
"Temenin Om yuk.."
"Aku lagi sibuk."
"Ayolah By." semua memutar bola matanya malas melihat tingkah kekanak kanakan Alvin.
"Ih Om sama pak supir kan bisa."
"Om maunya sama kamu."
"Ih berangkat sendiri aja. Aku masih pengen main sama kucing."
"Ok...kalo gitu. Om berangkat sendiri. Tapi jangan salahkan Om kalo besok kamu bangun tidur kucingnya udah ga ada." Ancam Alvin sambil berlalu pergi.
Aya berfikir sejenak. Apa yang tidak bisa dilakukan Omnya. Semua ancaman bisa jadi kenyataan. Aya bergegas bangkit dari duduknya dan berpamitan pada semua orang.
Ia berlari ke halaman berharap Om nya masih di sana.
"Om." Panggil Aya saat laki laki itu hendak masuk ke dalam mobil.
"Aku ikut." lanjutnya lagi sambil mengatur nafas. Alvin mendekati Aya mencium kening gadis itu. "Ayo." menggandeng tangan Aya masuk ke mobil.
Sepanjang perjalanan Aya bersin bersin dengan hidung yang sudah memerah.
"Kamu kenapa By? kita ke rumah sakit ya." tanya Alvin khawatir.
"Ga papa Om, mungkin flu. Nanti minum obat juga sembuh."
"yaudah kalo gitu nanti di rumah minum air jahe biar hangat." Aya hanya mengangguk menanggapi Om nya.
"Sudah sampai Tuan, Nona."
"Ayo turun." Ajak Alvin pada Aya.
"Tuan, Nona ada yang bisa saya bantu?"
tanya seorang pemuda dengan ramah.
Tatapannya pada Aya tanpa berkedip membuat Alvin geram.
"ekm..." Alvin berdehem membuat pemuda itu tersadar dari lamunannya.
"Saya ingin pesan tanaman. Disini sudah ada daftar dan alamatnya." Kata Alvin ketus sambil memberikan secarik kertas.
"Baik tuan."
Alvin mengandeng tangan Aya untuk cepat cepat pergi. Ia tak mau gadisnya di tatap oleh orang lain lebih lama lagi.
Aya sibuk mengelap hidungnya dengan tissue.
"Jangan terlalu kasar By. Nanti iritasi." Alvin mengusap lembut hidung Aya.
"Ih pilek Om. Hidung aku juga gatel banget."
"Salah makan apa kamu?"
"Kan aku makannya sama Om terus. Yang pilihin menu juga Om."
"Iya juga ya." pikir Alvin.
"Kita ke rumah sakit aja By."
"Enggak mau. Aku mau pulang aja. Nanti minum obat juga sembuh."
"Yaudah kalo gitu." Alvin merangkul Aya membuat kepala gadis itu bersender di dadanya.
"By udah tidur kak?" tanya Alvin pelan memasuki kamar Aya.
"Baru aja tidur abis minum obat tadi."
"Belum sembuh juga pileknya Mom?"
"Kan baru aja minum obat Dad."
"Kamu kok ga bawa ke rumah sakit sekalian tadi Vin?"
"Aku udah ajak By nya ga mau. Daripada debat mending aku ngalah."
"Tumben kamu ngalah?"
"La katanya By mau pulang aja. Apa boleh buat. Aku kira By capek mau istirahat. Eh Sampek rumah malah sibuk sama kucingnya lagi."
"Ada yang pengen Kakak omongin penting. Ikut Kakak." Kata Mommy serius.
Daddy dan Alvin hanya mengekori wanita itu setelah memberi kecupan selamat malam pada Aya.
"Ada apa?" Tanya Alvin sambil menyenderkan punggungnya di sofa sesaat setelah mendudukkan tubuhnya.
"Ini tentang putriku." Mommy menajamkan sorot matanya dengan tangan meremas menampilkan kuku jari yang tercetak jelas di telapak tangannya.
Alvin seketika menegapkan tubuhnya.
"Ada apa dengan putriku?" tanya Dady.
Mommy mengeluarkan ponselnya.
"Keterlaluan." Geram Alvin sambil memukul meja cukup keras selepas membaca pesan itu.
"Mama Aya mau ambil Aya."
"Tidak akan terjadi." Alvin mengepalkan tangannya.
"Lagipula sudah ada surat perjanjian itu. Surat itu sah dan ada kekuatan hukumnya. Apa yang perlu kita khawatirkan?" Tanya Daddy.
"Hasil tes DNA. Bukankah itu yang paling akurat?" tanya Mommy dengan tatapan lurus ke depan. Manik matanya melemah, ketara pikirannya telah menggerayang memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi.
"Siapa pun itu." Alvin menajamkan sorot matanya sambil menjeda kalimat yang ingin Ia katakan. "Tidak ada yang bisa mengambil By dari kita. Meski orang tuanya sekalipun." Lanjutnya. "Apakah mereka pantas di sebut orang tua?"tanyanya penuh dendam diikuti tawa masam. "Orang tua mana yang tega meninggalkan anak yang baru dilahirkan dengan alasan konyol macam itu. Dulu seakan di buang kenapa kini repot ingin memiliki lagi? Ingin mengambilnya?"
"Tidak akan aku biarkan."
Tegas Alvin penuh tekad dan berlalu pergi.
Aya terbangun ketika merasa tangannya basah.
"Mommy belum tidur?" Mommy menggeleng tak mampu berkata kata. Ia memeluk Aya erat hingga tangisnya sedikit mereda. "Jangan tinggalin Mommy sayang." Lirihnya sambil sesenggukan.
Aya melepaskan pelukannya mengusap lembut air mata wanita yang telah membesarkannya itu. "Aku ga akan ninggalin Mommy." kata Aya sambil tersenyum. "Mommy mau tidur di sini?"
Mommy mengangguk dan berbaring di samping putrinya sambil memeluk dengan erat. "Selamat tidur sayang."
"Selamat tidur Mom."
Mommy menatap lekat wajah damai Aya. Mengingat setiap momen saat mereka bersama.