Devan kaget saat tiba-tiba seseorang masuk seenaknya ke dalam mobilnya, bahkan dengan berani duduk di pangkuannya. Ia bertekad untuk mengusir gadis itu, tapi... gadis itu tampak tidak normal. Lebih parah lagi, ciuman pertamanya malah di ambil oleh gadis aneh itu.
"Aku akan menikahi Gauri."
~ Devan Valtor
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa yang cocok?
Devan membeku di tempat. Rasanya napasnya hilang selama tiga detik penuh. Gauri duduk begitu saja di pangkuannya, tanpa rasa bersalah, tanpa ragu, tanpa sadar bahwa tindakannya bisa membuat tiga pria dewasa di ruangan itu kehilangan kewarasan. Kelakuan gadis itu persis seperti tadi siang, di sekolah.
Agam ternganga, kepalanya bergerak pelan ke arah Gino, seolah meminta konfirmasi apakah yang mereka lihat ini nyata. Gino hanya mengangguk dengan wajah merah menahan tawa, dada terguncang-guncang.
"Van …" suara Gino tercekat.
"Dia… dia beneran nempel kayak lem… di pahamu.
Devan menutup mata sebentar, menahan diri untuk tidak mengeluarkan sumpah serapahnya. Ia ingat pernah bilang gadis itu jalang, entah kenapa ia menyesalinya sekarang. Gauri makin menggeliat, merapatkan tubuhnya seperti anak kucing yang menemukan tempat favoritnya.
"Gauri …" untuk pertama kalinya Devan menyebut nama itu. Ia mencoba bicara serendah mungkin.
"Tolong … jangan begini."
Gauri menggeleng.
"Gauri suka di sini …" ucapnya sambil menyenggol leher Devan dengan ujung hidungnya, mengendus seperti mencari sesuatu.
"Susu… susu… enaaak…" gumamnya lagi, dan Devan sungguh tidak dapat berkata-kata lagi.
Gino langsung terbatuk-batuk saking kuatnya menahan tawa.
"Susu?! Van?! SERIUS?! Demi apa? HAHAHA, kamu pake parfum bau susu?!"
Devan ingin melempar gelas kosong ke wajah sahabatnya itu.
"Itu bukan susu," desis Devan dengan rahang mengeras.
"Itu … vanilla milk musk. Limited edition. Parfum eksperimenku." sikapnya memang datar, tapi bisa tantrum juga kalau di ledek sahabat sendiri.
Gino menyeka air mata tawa.
"Bro. Sama aja. Bocah itu nempel gara-gara kamu wangi kayak permen susu."
Agam masih tak bergerak, melihat Gauri yang memeluk leher Devan erat, seolah pria itu adalah bantal kesayangan yang tak boleh direbut siapa pun. Ini pertama kalinya, dia melihat Gauri menempel pada orang lain, selain dia dan Ares. Bahkan pada dia mau pun Ares, menempelnya tidak sebegitunya.
"Gauri …" Agam mencoba memanggil lembut,
"Kembali ke sini dulu, ya. Jangan ..."
Tapi Gauri menggeleng cepat dan memeluk Devan makin erat.
"Enggak mau. Ini susu Gauri…" katanya. Agam ingin teriak kalau dia bukan susu. Sayangnya dia tidak bisa, mengingat kondisi gadis ini.
"Gam, tolong. Ambil dia. Gimana caranya, kau pikirkan saja sendiri." ujar Devan menatap Agam dengan wajah frustasinya.
Gino masih tertawa. Dan Agam, ibu jari dan telunjuknya mengusap dagunya seakan sedang berpikir kenapa Gauri bisa suka sekali menempel pada sahabatnya itu. Lalu ia tersenyum. Kalau Gauri nempel gitu sama Devan, dia bisa manfaatin kesempatan itu buat bikin Devan jaga Gauri juga. Biar bebannya sedikit lebih ringan. Bukannya capek urus Gauri, kadang dia ada operasi berat, dan Ares kadang tidak bisa membuat tantrum Gauri berhenti, kalau tantrum-nya sudah parah. Devan mungkin bisa. Lihat tingkah Gauri, caranya menempel pada Devan ... Membuat Agam makin yakin.
"Gam …" Devan menatap Agam lagi, nada suaranya campuran antara frustasi dan keputusasaan. Sesekali tubuhnya sedikit merinding karena hidung Gauri yang terus menggesek lehernya, mengendus-endus seperti anak kucing mencari susu beneran.
"Kenapa bengong? Ambil dia, dong. Atau aku mati kaku di sini."
Agam tidak menjawab. Senyumnya malah makin lebar, senyum licik yang membuat Devan langsung merasa curiga
"Apa?" tanya Devan penuh curiga.
Agam menyilangkan tangan, menatap Gauri yang meringkuk nyaman di pangkuan Devan seperti benda kepemilikan pribadi.
"Aku cuma mikir," ujarnya pelan,
"Mungkin kamu … cocok."
"APA YANG COCOK?!" Devan hampir bangkit, tapi Gauri langsung mengeratkan pelukannya, membuatnya harus duduk lagi dengan pasrah.
Agam menahan tawa.
"Kau, Gauri, situasi ini. Dia nyaman banget sama kamu. Ini jarang, Van. Bahkan ke Ares aja dan aku aja dia nggak pernah meluk-meluk sampe ngendus begitu. Tapi sama kamu? Nempel begitu?"
"Aku wangi susu! Itu alasan paling tidak ilmiah yang pernah ada," protes Devan dengan suara tertahan.
"Dan aku bukan pengasuh! Aku bukan sapi perah berjalan! Agam, ambil dia sekarang, sebelum ..."
Agam terkekeh. Akhirnya berdiri.
Namun saat ia maju satu langkah, tangan Gauri mencengkeram kerah baju Devan, tubuhnya menegang, dan suara panik kecil keluar dari tenggorokannya.
"Jangan ambil …" bisiknya ketakutan.
Agam langsung berhenti. Wajahnya melunak.
"Lihat?" ujarnya pelan.
'Dia nggak mau pisah dari kamu."
Devan memejamkan mata. Napasnya keluar panjang. Gino yang sudah tenang lima persen, mencondongkan tubuh sambil memegang perutnya.
"Van… kalau kamu protes lagi, aku sumpahin parfum susu kamu bakal diproduksi massal dan dijual sebagai pheromone khusus bayi terlantar."
"GINO, DIAM."
Gauri, masih meringkuk, menggumam pelan, suaranya lembut dan jujur.
"Gauri suka di sini … aman… hangat. Kayak mama,"
Kata itu, aman, hangat, kayak mama membuat ketiganya diam.
Agam memandang Devan dalam-dalam. Kali ini dia serius. Agam berubah agak emosional mendengar Gauri menyebut kata mama.
"Van," katanya pelan,
"Dia jarang merasa aman. Dan kalau dia sudah menemukan orang yang bikin dia begitu … sulit dilepas. Setidaknya biarkan dia sampai tertidur dulu.
Devan menatap gadis itu, yang kini tertidur setengah, memeluknya seolah ia adalah tempat berlindung.
Dan untuk pertama kalinya hari itu … Devan tidak tahu harus lari, marah, atau … menerima. Dia pun membiarkan Gauri tertidur lagi di pelukannya. Sudah dua kali. Tubuh Devan mulai relaks, tidak tegang seperti tadi, dan ... mulai menerima Gauri yang terus ingin lengket padanya.
Gino menatap Gauri, lalu menatap Agam.
"Gam, gadis itu ...?" Gino mulai bisa membaca keadaan Gauri. Jelas kelakuan gadis itu bukan seperti gadis yang normal di matanya.
Agam menarik nafas panjang.
"Dia adik Gretta, tunanganku yang sudah meninggal." suara Agam berat sekali mengatakan kalimat itu.
Ruangan berubah hening.
"Hanya dia satu-satunya yang selamat dari kecelakaan maut itu. Seluruh keluarganya meninggal. Termasuk tunanganku. Saat saat dan mengetahui seluruh keluarganya sudah tidak ada, dia mengalami trauma berat, kondisi mentalnya terganggu. Seperti yang kalian lihat tadi, usianya memang sudah delapan belas tahun, tapi pikirannya seperti anak usia enam tahun. Kalau tantrum, dia bisa melakukan apa saja, termasuk melukai dirinya sendiri."
Agam menelan ludahnya, suaranya lirih tapi mantap. Sesekali ia menatap Gauri dengan wajah sedih. Devan dan Gino masih terdiam mencerna semua kata-kata Agam.
Devan menundukkan kepala menatap gadis yang tampak damai tidur dalam pelukannya itu. Sekarang ia mengerti, kenapa gadis ini jadi seperti ini. Tanpa sadar tangannya terangkat mengusap-usap lembut kepala Gauri.
Ia dan Gino melihat Agam berdiri dan keluar menuju balkon, entah menangis atau apa, pria itu mungkin mengingat tunangannya yang sudah meninggal, dan keadaan Gauri sekarang.
Gino menelan ludah, ekspresinya berubah muram.
"Kasihan juga, ya… Agam."
Devan hanya mengangguk tipis, matanya mengikuti punggung Agam yang menghilang di balik tirai kaca. Suara pintu balkon tertutup pelan, menciptakan jarak yang terasa lebih berat daripada udara malam di luar.
"Lebih kasihan gadis itu," ucap Gino lagi.
Dalam pelukan Devan, Gauri bergerak kecil, seperti memastikan dirinya masih berada dalam tempat aman itu. Devan menahan napas, takut membuat gadis itu terbangun. Tangannya kembali mengusap kepala Gauri, refleks yang bahkan tidak ia sadari.
diana sangat gondok skl iri dan cemburu sm gauri kenapa devan harus satu kamar sm gauri.....
Diana sadar donk devan tidak tertarik padamu/melirikmu skl, diana sangat terobsesi ingin memiliki devan....
gadis gila seperti gauri tidak cocok bersanding sm devan, bagi diana hanya pantas bersanding hanya dirinya percaya diri skl diana itu....
dasar diana perempuan kegatelan terus mengejar cintanya devan, kayak gak laku aja diana, devan bernafas lega dalam situasi sangat menegangkan dan bikin deg-degan pengalaman pertama memandikan seorang perempuan🤣🤭
sabar devan daripada gauri tantrum dan ngamuk mending ngalah aja mandiin gauri.....
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
ohh Devan anggap saja praktek jika suatu saat kmu berjodoh dg Gauri