Ye Chen, sang "Kaisar Pedang Langit", pernah berdiri di puncak dunia kultivasi. Pedangnya ditakuti oleh Iblis dan Dewa di Sembilan Langit. Namun, di saat ia mencoba menembus ranah terakhir menuju keabadian, ia dikhianati dan dibunuh oleh saudara angkat serta kekasihnya sendiri demi merebut Kitab Pedang Samsara.
Namun, takdir belum berakhir baginya.
Ye Chen tersentak bangun dan mendapati dirinya kembali ke masa lalu. Ia kembali ke tubuhnya saat masih berusia 16 tahun—masa di mana ia dikenal sebagai murid sampah yang tidak berguna di Sekte Pedang Patah.
Sekte Pedang Patah hanyalah sekte kelas tiga yang sedang di ambang kehancuran. Pusaka mereka hilang, teknik mereka tidak lengkap, dan murid-muridnya sering menjadi bulan-bulanan sekte lain.
Tapi kali ini, ada yang berbeda. Di dalam tubuh pemuda 16 tahun itu, bersemayam jiwa seorang Kaisar yang telah hidup ribuan tahun.
Dengan ingatan tentang teknik kultivasi tingkat Dewa yang hilang, lokasi harta karun yang belum ditemukan...........
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rikistory33, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Tiga Sekte
Lembah Awan Terbelah.
Tempat ini adalah arena alami yang luas, dikelilingi oleh tebing-tebing curam yang seolah dibelah oleh pedang raksasa dari langit. Di tengah lembah, terdapat panggung batu raksasa seluas lapangan bola, dikelilingi oleh tribun penonton yang dipahat langsung ke dinding tebing.
Hari ini, lembah itu dipenuhi oleh ribuan kultivator. Bendera warna-warni berkibar.
Di sisi timur, berkibar bendera Hitam dengan lambang Harimau Emas: Sekte Harimau Hitam. Di sisi barat, berkibar bendera Ungu dengan lambang Awan: Sekte Awan Ungu. Di sisi selatan, tempat yang paling sepi dan sering diejek, adalah tempat Sekte Pedang Patah.
"Lihat, mereka akhirnya datang!" seru seorang penonton.
"Hah, aku pikir mereka tidak berani datang karena takut dipermalukan seperti tahun lalu." "Lihat kondisi kereta mereka. Berdebu dan ada bekas goresan? Apa mereka diserang babi hutan di jalan?"
Gelak tawa terdengar dari arah tribun Sekte Harimau Hitam.
Kereta rombongan Sekte Pedang Patah berhenti. Pintu terbuka.
Master Sekte Lin Feng turun lebih dulu, wajahnya tenang namun serius. Di belakangnya, Tetua Guo Huai turun dengan wajah pucat dan gelisah, matanya terus bergerak liar seolah takut disergap.
Lalu, para murid turun.
Zhang Long dan keempat rekannya melompat turun. Pakaian mereka memang sedikit robek dan masih ada noda darah kering yang belum sempat dibersihkan sempurna. Namun, saat kaki mereka menyentuh tanah, tawa dari tribun Sekte Harimau Hitam perlahan mati.
Kenapa?
Karena mata mereka.
Mata Zhang Long dan timnya tidak menyiratkan kegugupan layaknya tim yang sering kalah. Mata mereka merah, liar, dan haus darah. Itu adalah tatapan orang yang baru saja berjalan keluar dari neraka dan menyadari bahwa dunia luar terasa 'lembek'.
Terakhir, Ye Chen turun.
Dia berjalan santai, tangan kirinya memegang sarung pedang di pinggang, tangan kanannya menepuk-nepuk debu di bahu jubah ungunya.
"Tempat yang bagus untuk kuburan," gumam Ye Chen pelan, matanya menyapu seisi lembah.
"Hahaha! Saudara Lin Feng!"
Seorang pria kekar dengan jubah kulit harimau berjalan mendekat. Otot-ototnya menyembul keluar seolah ingin meledakkan bajunya. Ini adalah Master Sekte Harimau Hitam, Lei Ba.
Di sebelahnya, berjalan seorang pria kurus tinggi dengan jubah sutra ungu yang terlihat arogan yaitu Master Sekte Awan Ungu, Nangong Yi.
"Aku dengar rombonganmu terlambat," sindir Lei Ba dengan suara menggelegar. "Apa kalian tersesat? Atau sedang mempertimbangkan untuk menyerah sebelum bertanding demi menyelamatkan muka?"
Lin Feng tersenyum tipis. "Terima kasih atas perhatiannya, Saudara Lei. Kami hanya... membuang sedikit sampah yang menghalangi jalan di Ngarai Ratapan Hantu."
Mendengar kata "Ngarai Ratapan Hantu", Lei Ba sedikit mengernyit. Dia melirik Tetua Guo Huai. Guo Huai membuang muka, keringat dingin mengucur di lehernya. Lei Ba menyadari sesuatu yaitu Penyergapannya gagal?
Tiba-tiba, dari barisan murid Sekte Harimau Hitam, seorang pemuda melangkah maju.
Zhao Feng.
Dia menatap Ye Chen dengan tatapan kaget yang tak bisa disembunyikan. Dia masih hidup? Bagaimana mungkin? Tetua Iblis Merah sendiri yang memimpin operasi itu!
Ye Chen menoleh, tatapannya bertemu dengan Zhao Feng. Ye Chen menyeringai, lalu menggerakkan bibirnya tanpa suara: "Kecewa?"
Wajah Zhao Feng memerah padam. Dia mendengus kasar dan berjalan mendekat.
"Ye Chen," kata Zhao Feng keras, menarik perhatian semua orang. "Aku tidak menyangka kau punya nyali untuk menginjakkan kaki di sini. Tapi keberuntunganmu di Desa Kabut tidak akan menyelamatkanmu di arena ini."
Ye Chen menatap Zhao Feng seolah menatap lalat yang bising.
"Zhao Feng, kau terlalu banyak bicara," potong Ye Chen. "Simpan napasmu. Kau akan membutuhkannya untuk berteriak minta ampun nanti."
"KAU!" Zhao Feng hendak menghunus senjatanya, tapi ditahan oleh tangan halus seorang pemuda berjubah ungu.
Itu adalah Kapten Tim Sekte Awan Ungu, Nangong Yun. Putra dari Master Sekte Awan Ungu. Wajahnya tampan tapi sangat pucat, dengan aura feminin yang mematikan.
"Cih, barbar," cibir Nangong Yun, dengan mengibaskan kipasnya. "Kalian berdua sama saja. Sekte Pedang Patah dan Harimau Hitam hanya tahu otot. Tahun ini, Tambang Batu Roh akan menjadi milik Sekte Awan Ungu. Teknik sihir kami jauh di atas permainan pedang kasar kalian."
Ye Chen melirik Nangong Yun. "Oh? Satu lagi orang yang ingin menyumbangkan giginya?"
Nangong Yun menyipitkan mata. "Bicara besar untuk seseorang dari sekte sampah."
Suasana memanas. Qi dari ketiga kapten mulai bocor keluar, menciptakan tekanan angin di tengah arena.
"CUKUP!"
Suara gong berbunyi keras. Seorang pria tua berjubah putih dengan lambang "Aliansi" melayang turun ke tengah panggung. Dia adalah Wasit Agung dari Kota Kekaisaran.
"Simpan tenaga kalian untuk pertandingan!" teriak Wasit Agung.
Dia mengangkat tangannya, memperlihatkan sebuah gulungan emas.
"Aturan tahun ini berubah!"
Semua orang terdiam. Berubah? Biasanya hanya duel 1 lawan 1.
"Untuk mempersingkat waktu dan menguji kemampuan kerja sama..." Wasit Agung tersenyum licik. "Babak Pertama adalah Battle Royale yaitu Perburuan Bendera."
Dia menunjuk ke arah hutan batu di belakang panggung utama. Hutan batu itu penuh dengan pilar-pilar batu tajam dan labirin alami.
"Tiga tim akan dimasukkan ke dalam Hutan Batu itu bersamaan. Di dalamnya, terdapat 10 Bendera Langit. Tim yang berhasil membawa keluar bendera paling banyak dalam waktu satu jam adalah pemenangnya."
"Dan..." Wasit Agung menambahkan dengan nada dingin. "Segala cara diperbolehkan. Hidup dan mati ditanggung sendiri."
Riuh rendah terdengar dari penonton. "Gila! Ini bukan kompetisi, ini pembantaian!" "Sekte Harimau Hitam dan Awan Ungu pasti akan bekerja sama untuk menghabisi Sekte Pedang Patah dulu!"
Wajah Zhang Long memucat. "Kapten... jika mereka berdua beraliansi..."
Ye Chen justru tertawa kecil. Matanya berbinar senang.
"Battle Royale?" Ye Chen menjilat bibirnya. "Bagus. Aku malas melawan mereka satu per satu. Di dalam hutan batu, tidak ada mata penonton yang melihat dengan jelas, kan?"
Ye Chen menoleh ke arah timnya. Senyum iblisnya muncul.
"Dengar. Aturannya adalah 'mengumpulkan bendera'."
"Tapi..." lanjut Ye Chen, suaranya merendah. "Cara termudah untuk memastikan kita mendapatkan semua bendera adalah dengan memastikan tidak ada tangan musuh yang tersisa untuk memegangnya."
Tim Sekte Pedang Patah meneguk ludah. Mereka mengerti maksud Kapten mereka.
Ye Chen tidak berniat bermain tangkap bendera. Dia berniat bermain berburu manusia.
"Tim Sekte Harimau Hitam, Masuk!" "Tim Sekte Awan Ungu, Masuk!" "Tim Sekte Pedang Patah, Masuk!"
Ketiga tim berjalan menuju tiga pintu masuk berbeda di Hutan Batu.
Sebelum masuk, Zhao Feng menoleh ke arah Ye Chen dan membuat gerakan memotong leher. Nangong Yun hanya tersenyum meremehkan.
Ye Chen tidak membalas. Dia hanya memegang gagang pedang patahnya.
Saat mereka melangkah masuk ke dalam bayang-bayang pilar batu raksasa, Ye Chen berbisik pada Zhang Long:
"Formasi Serigala Lapar. Jangan menyebar. Kita bergerak sebagai satu unit pembunuh. Siapapun yang kalian temui selain kita..."
"...Bunuh tanpa ragu."
Gong berbunyi.
TENG!
Babak Pertama dimulai.
Dan Hutan Batu itu akan segera berubah menjadi Hutan Darah.