Bagaimana rasanya ketika suami yang Aurel selalu banggakan karena cintanya yang begitu besar kepadanya tiba-tiba pulang membawa seoarang wanita yang sedang hamil dan mengatakan akan melangsungkan pernikahan dengannya? Apakah setelah ia dimadu rumah yang ia jaga akan tetap utuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian Tujuh Belas
Sepanjang hari tidak ada yang Aurel lakukan selain berdiam diri di dalam kamarnya, Setelah pulang dari rumah sakit sore kemarin, Aurel langsung memeriksa brangkas di kamarnya, dan untungnya semuanya aman, hanya emas yang ia simpan di dalam lemarinya yang hilang dan itu hanya sebagian yang ia miliki, setidaknya tidak berkas-berkas pentingnya yang diambil pencuri itu.
hari ini Aurel kembali mengerjakan novelnya yang tersisa beberapa bab lagi, setelah beberapa waktu lalu ia gagal menemui editornya, hari ini ia akan mencoba menyelesaikan tiga bab dan mungkin esoknya ia akan meminta pertemuan dengan editornya itu.
Setelah novel sebelumnya langsung meledak di pasar kalangan anak-anak, novel kali ini ia mengincar kalangan seorang istri di kalangan perempuan yang sudah berumah tangga.
Aurel bahkan mati-matian melupakan kejadian-kejadian di rumah sakit yang membuatnya merasa kecewa yang teramat sangat, Aurel mengakui mungkin ini memang salahnya yang terlalu menaruh harapan dan kepercayaan besar terhadap suaminya itu, tapi bukankah seorang istri memang seharusnya mempercayai penuh suaminya?
Hari ini bahkan Aurel tidak dibiarkan sendiri di dalam rumahnya, mamah dan papah mertuanya langsung mencarikan 3 ART yang siap untuk tinggal di dalam rumahnya selama dua puluh empat jam penuh setelah ia diizinkan pulang oleh dokter.
Aurel jadi tidak merasa kesepian lagi walaupun ia sendiri di dalam rumah, setiap kali ia keluar kamar, ia selalu mendapati pekerja di rumahnya sedang sibuk membersihkan rumah ataupun sedang makan di dalam dapur.
Suara ketukan di pintu kamarnya sedikit membuyarkan pikiran Aurel yang sedang serius menata jalan cerita pada novelnya, ia bangkit dari kursi kerjanya dan melangkah untuk melihat orang yang mengetuk pintu kamarnya.
"Iya, bi?" tanya Aurel ketika melihat salah satu pekerja di rumahnya hanya diam mematung di depan pintu.
"Bi Marni, ada apa?" tanya Aurel membuyarkan lamunan Marni yang pikirannya langsung melayang entah kemana setelah Aurel membukakan pintu kamarnya.
"A-anu bu, a-ada pak Erven di depan bersama dengan seorang wanita," beritahu bi Marni sedikit terbata, ia sungguh tidak tahu harus memberitahu majikannya seperti apa, karena mereka baru bekerja pagi ini, jadi para pekerja pasti belum mengetahui tentang istri ke dua Erven, dan sudah pasti mamah mertuanya tidak memperkenalkan jika ada satu orang lagi yang tinggal satu atap dengannya.
Aurel tersenyum lembut, "Tidak apa-apa, itu mungkin mas Erven dan Jihan," balas Aurel santai.
"T-tapi mereka meminta untuk bertemu dengan ibu,"
Aurel mengerutkan dahinya bingung, kenapa mereka harus meminta dirinya untuk turun hanya untuk bertemu dengan dirinya, padahal bisa saja jika Erven ada sesuatu yang ingin dibicarakan dengannya tinggal masuk ke dalam kamar, apa Erven masih setakut itu untuk bertemu dengannya setelah kejadian di rumah sakit itu, padahal seharusnya dirinyalah yang tidak mau lagi bertemu dengan Erven setelah apa yang suaminya lakukan terhadapnya, kenapa ini malah terbalik? Erven tidak ada niatan untuk menceraikannya, kan? Hei, Aurel sedang hamil, dan itu sangat tidak mungkin untuk mereka bercerai.
"Bu," panggil bi Marni menatap Aurel bingung karena majikannya ini hanya diam saja dengan dahi mengerut.
"Oh, iya, nanti saya ke bawah," ucap Aurel tersenyum kecil.
"Baik, saya permisi melanjutkan pekerjaan saya, bu," pamit bi Marni sedikit membungkuk kepada Aurel.
Setelah kepergian bi Marni, Aurel kembali masuk ke dalam untuk merapihkan hijab yang sedang di pakainya, tidak mungkin ia menyambut kedatangan suaminya dengan penampilan yang tidak enak di pandang.
Aurel bertekad untuk pura-pura lupa dengan kejadian di rumah sakit kemarin, ia tidak ingin lagi ada keributan dengan suaminya, keadaan dirinya yang sedang berbadan dua sukses membuat Aurel berpikir logis, ia tidak akan membiarkan dirinya kembali berdebat ataupun membuat keributan dengan suaminya, Aurel akan menganggap kejadian kemarin tidak pernah terjadi, itu semua demi calon buah hatinya.
Dengan langkah santainya, Aurel melangkah keluar kamar dan menuruni tangga rumahnya dengan suara langkah kaki yang sengaja ia pelankan, agar tidak terlalu membuat kedua orang yang sedang menunggunya memusatkan perhatian kepadanya.
Aurel menyiapkan senyum terbaiknya sebelum ia menunjukkan dirinya terhadap suaminya, karena bagaimana pun keadaan hatinya sekarang, Aurel harus tetap terlihat baik-baik saja.
"Assalamu'alaikum," Aurel mengucapkan salam laku melangkah dengan percaya diri menghampiri suaminya dan Jihan yang sedang duduk berdampingan di sofa ruang keluarga.
"Waalaikumsalam," keduanya kompak membalas salam dari Aurel, tapi tidak terlihat sedikitpun senyum dari wajah keduanya, entah memang perasaan Aurel saja atau bukan, akan ada sesuatu yang terjadi setelah ini, dan Aurel tidak bohong, dirinya sedikit takut dengan itu.
"Mas, ada apa?" tanya Aurel memecahkan keheningan diantara mereka, Jihan hanya diam menundukkan kepalanya sedangkan Erven terlihat menghela napas panjang.
Ada apa ini? Kenapa perasaan Aurel semakin tidak enak? Ini Erven tidak akan menceraikannya, kan?
"Aurel, maaf jika mas memberitahumu mendadak, mas tahu kamu mungkin masih marah dengan mas, mas mengerti bagaimana rasanya kecewa itu, mas minta maaf karena perbuatan mas membuatmu sakit hati dan merasa dikhianati, mas tidak ada maksud untuk itu, mas hanya se...,"
"Tidak perlu membahas yang kemarin mas, mas bisa langsung memberitahukan inti dari mas ingin bertemu dengan Aurel di ruang keluarga ini," potong Aurel tidak ingin mendengar alasan-alasan Erven mengapa ia menyelingkuhi dirinya, karena apapun alasannya, perselingkuhan tidak di benarkan apalagi jika sudah berada di dalam jenjang serius, seperti berumah tangga.
Lagi-lagi Erven kembali menghembuskan napasnya panjang, sepertinya ia juga sedikit ragu menyatakan sesutu kepada Aurel.
"Jadi, apa yang ingin mas bicarakan dengan Aurel?" tanya Aurel, suara dan wajahnya sangat tenang, tidak sedikit terlihat terganggu dengan pemandangan di depannya yang dimana Jihan menggenggam erat tangan Erven.
"Jika tidak ada yang ingin di sampaikan, Aurel akan kembali ke atas," ucap Aurel lagi karena Erven tidak kunjung berbicara setelah ia menunggunya untuk berbicara.
"Tidak, tunggu dulu, ada yang ingin mas bicarakan denganmu," cegah Erven panik ketika Aurel hendak bangkit dari tempat duduknya.
"Jadi?" tanya Aurel mengangkat sebelah alisnya, menatap Erven yang terlihat gugup.
"Sebelumnya mas ingin meminta maaf jika keputusan mas membuatmu kecewa kepada mas untuk kesekian kalinya, mas hanya ingin menemani Jihan kar...,"
"Jadi intinya apa, mas?" tanya Aurel sengaja memotong ucapan Erven, terlalu muak dengan Erven yang selalu mengedepankan Jihan bahkan dihadapan istri pertamanya.
"Aurel, mas benar-benar minta ma...,"
"Mas bisa langsung mengatakannya langsung, tidak perlu berbelit sampai harus meminta maaf dulu," potong Aurel lagi.
Erven memejamkan matanya dan menarik napasnya, kemudian membuka matanya dan menatap lekat Aurel, "mulai hari ini sampai beberapa bulan ke depan, mas akan tinggal dengan Jihan, di rumah baru,"
bye bye aja lah