NovelToon NovelToon
Istri Kecil Om Dokter

Istri Kecil Om Dokter

Status: sedang berlangsung
Genre:Dokter / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Orie Tasya

Ina dan Izhar memasuki kamar pengantin yang sudah disiapkan secara mendadak oleh Bu Aminah, ibunya Ina.

Keduanya duduk terdiam di tepian ranjang tanpa berbicara satu sama lain, suasana canggung begitu terasa, mereka bingung harus berbuat apa untuk mencairkan suasana.

Izhar keluar dari kamar mandi dan masuk kembali ke kamar setelah berganti pakaian di kamar mandi, sementara itu, Ina kesulitan untuk membuka resleting gaun pengantinnya, yang tampaknya sedikit bermasalah.

Ina berusaha menurunkan resleting yang ada di punggungnya, namun tetap gagal, membuatnya kesal sendiri.

Izhar yang baru masuk ke kamar pun melihat kesulitan istrinya, namun tidak berbuat apapun, ia hanya duduk kembali di tepian ranjang, cuek pada Ina.

Ina berbalik pada Izhar, sedikit malu untuk meminta tolong, tetapi jika tak di bantu, dia takkan bisa membuka gaunnya, sedangkan Ina merasa sangat gerah maka, "Om, bisa tolong bukain reseltingnya gak? Aku gagal terus!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Orie Tasya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21

"Kalian yakin mau tinggal di apartemen? Kenapa gak mau tinggal disini? Rumah ini luas dan hanya ada kami, Isha dan Isyana saja." Bu Tara agak berat melepas anak menantunya untuk pergi tinggal di apartemen.

Masalahnya, rumah mereka sangatlah luas dan megah, sedangkan yang menempati hanya ada sepasang suami istri dan dua anaknya yang masih muda. Jika izhar tidak tinggal bersama mereka, tentunya mereka akan sangat kesepian.

"Iya, saya sudah menyewanya, jadi nggak bisa di batalkan lagi karena uangnya sudah masuk. Gak apa-apa, kami hanya ingin bisa lebih mandiri, Bu. Kalau saya dan Ina tinggal terpisah dari orang tua, kami pasti akan lebih bisa saling mengandalkan dalam setiap hal. Ina juga harus banyak belajar menjadi istri yang baik, yang bisa selalu melayani suaminya tanpa bantuan orang lain." Izhar menjelaskan alasannya ingin tinggal di apartemen.

Sebenarnya, Izhar ingin tinggal di apartemen bukan karena ingin lebih mandiri, tapi ia tak mau jika Ina dan Isha tinggal serumah. Yang mana, keduanya adalah pasangan mantan kekasih.

"Ya sudah, tapi kalian sering-sering main kesini ya, Ibu dan bapak akan merindukan kalian." Pinta Bu Tara.

"Iya, insyaallah kami akan sering main, kalau saya dan Ina sama-sama senggang."

Ina dam Izhar mencium tangan kedua orang tua Izhar takzim, kemudian pada Isyana. Lalu, setelah itu mereka keluar dari rumah yang megah itu, memasukkan koper dan tas berisi barang-barang mereka ke dalam mobil.

Saat mereka hendak naik mobil, motor Isha datang,

pemuda itu baru kembali dari rumah salah satu temannya.

Isha turun dari motornya dan menghampiri kakak dan kakak iparnya.

"Loh, kalian mau kemana? Kok kayak mau pindahan?"

tanya nya.

"Iya, Abang dan Ina mau tinggal di apartemen mulai hari ini," jawab Izhar.

Isha seakan terkejut, ketika mendengar bahwa

kakaknya dan Ina akan tinggal di apartemen. Hal itu, terlihat jelas dari ekspresi si pemuda tampan yang berubah seketika.

"Ke-- ke-- kenapa pindah? Bukannya rumah ini juga luas?" tanya nya lagi, sedikit gugup.

"Iya, tapi lokasi apartemen lebih dekat dengan rumah sakit tempat Abang bekerja. Sehingga nantinya, Abang nggak usah jauh-jauh pergi dan bisa pulang lebih cepat." Jawab Izhar, beralasan.

Ina masuk lebih dulu, tak menghiraukan sang mantan

kekasih.

"Abang pergi dulu ya, kamu tolong jagain Ibu sama Bapak dan Isyana dirumah, jangan sering-sering keluyuran." Pesan Izhar, dengan menepuk pundak adiknya.

Sebelum Isha dapat menjawab, Izhar sudah masuk lebih dulu ke dalam mobil. Mobil berwarna silver itu mulai bergerak, perlahan keluar dari halaman rumah keluarga Izhar. Isha terus menatap ke arah mobil sang kakak, dimana Ina juga ada di dalamnya.

"Kenapa harus pergi? Kenapa lu harus ninggalin gue, Na?"batin Isha, tak rela Ina dibawa pergi oleh kakaknya.

Tangan Isha mengepal, hatinya terbakar api cemburu.

Izhar menyetir pelan, matanya fokus menatap ke arah jalan.

"Maaf, Ish, tapi Abang nggak rela kalau kamu dan Ina hidup serumah dan menjalani hubungan kalian lagi di belakang Abang. Mungkin saat ini, Abang memang belum mencintai Ina, tapi Abang juga gak tahu mungkin suatu hari nanti Abang akan sangat mencintai dia dan Abang gak akan ikhlas kalau Ina dan kamu berkhianat pada Abang." Izhar membatin, ia tahu bahwa Isha tak rela Ina dibawa pergi olehnya.

Izhar menyadari hal itu, dari gelagat Isha yang aneh tadi, saat dirinya mengatakan akan membawa Ina pergi. Ia juga menyadari kalau Isha masih mencintai istrinya.

Izhar menoleh ke arah Ina yang duduk manis tanpa berkata-kata, hanya menatap ke samping melihat pemandangan jalanan di malam hari.

"Mau mampir buat makan malam dulu, sebelum sampai di apartemen?" Izhar menawarkan.

Ina menoleh, "Boleh, aku laper banget nih!" jawab Ina bersemangat.

"Ya udah, nanti kita berhenti di restoran dulu ya, saya juga lapar kok."

Ina mengangguk senang, akhirnya perut yang keroncong itu akan segera mendapatkan hak nya untuk kenyang.

Izhar melirik kesana kemari, untuk mencari restoran yang bisa mereka singgahi untuk mengisi perut.

Ketika telah menemukannya, Izhar membelokkan mobilnya ke arah restoran cepat saji dan memasukkan mobilnya di antara mobil-mobil lain yang sudah terparkir rapi.

Ina dan Izhar turun, Izhar berjalan lebih dulu. Ina buru-buru menghampiri Izhar dan menautkan tangan mereka. Izhar menoleh pada Ina dan gadis itu hanya tersenyum.

"Boleh 'kan?" tanya nya.

Izhar tak menjawab, hanya bibirnya mengulas senyum simpul.

Keduanya memasuki restoran, mencari tempat duduk yang kosong. Izhar memilih tempat duduk yang berdekatan dengan jendela, karena ia sangat suka dengan memandangi suasana diluar yang tersaji taman ketika makan.

Ina dan Izhar duduk bersebelahan, seorang pelayan datang membawakan buku daftar menu dan memberikannya pada Izhar.

"Kamu mau makan apa?" tanya Izhar.

"Ummm... Aku pilih-pilih dulu deh!"

Ina mencari-cari menu makanan yang akan membuat perutnya kenyang, tak mau memakan makanan yang hanya akan mengganjal perut saja.

"Yang ini aja deh," ucap Ina, menunjuk sebuah menu dengan bahan utama daging ayam.

"Ini aja?"

Ina mengangguk.

Izhar memesankan apa yang di inginkan Ina dan dirinya, pelayan tadi pergi untuk menyiapkan pesanan keduanya.

"Om, memang kenapa Om gak mau tinggal di rumah keluarga?" Ina bertanya.

"Kenapa memangnya? Kamu lebih suka tinggal disana daripada kita tinggal berdua?"

"Bukan, tapi rumah Om itu luas, kayaknya bakalan sepi di rumah itu tanpa adanya Om."

"Sepi apanya? Setiap hari saya kerja, pulang kadang sore atau malam, saya jarang mengobrol dengan keluarga saya, baik orang tua atau adik. Saya termasuk orang yang introvert, kurang suka kalau banyak ngobrol sama orang lain. Gak akan ada bedanya, antara saya ada di rumah itu atau nggak."

"Iya juga ya, ada atau nggaknya Om 'kan gak ada bedanya, orang Om nya manusia kulkas kok!" celetuk Ina asal.

Izhar menatap sengit pada Ina, tapi Ina justru

memajukan bibir bawahnya mengejek sang suami.

Izhar mendelik, istri kecilnya memang selalu membuat kesal setiap saat bersamanya.

Tak lama kemudian, pesanan mereka datang,

disajikan di hadapan mereka dan kedunya mulai menikmati makan malamnya.

Izhar dan Ina makan dalam mode senyap, Ina juga tak berani bercanda disaat makan dengan suaminya yang sedang bad mood itu.

Setibanya di apartemen, Ina di ajak masuk oleh Izhar ke lantai 7, dimana disitulah tempat tinggal mereka untuk sementara sebelum memiliki rumah pribadi. Ina berjalan di belakang Izhar yang membawa dua koper di depannya, gadis itu juga kerepotan karena membawa dua tas ransel yang di gendongkan di depan dan belakang tubuhnya.

Langkah Ina gontai, tapi dia tak boleh mengeluh, atau Izhar akan memarahinya.

Keduanya memasuki lift, lalu lift tersebut bergerak naik.

Hanya butuh beberapa menit saja, mereka telah sampai di lantai 7, Ina dan Izhar keluar, mereka lanjut berjalan ke arah kamar apartemen sesuai yang telah di pesankan oleh Izhar sebelumnya.

Tiba di depan sebuah pintu, Izhar menekan beberapa tombol nomor untuk membuka kunci pintu tersebut. Ina hanya memeperhatikan dengan seksama apa yang dilakukan suaminya.

Pintu terbuka, Izhar membawa koper-koper mereka masuk, Ina mengikutinya seperti tadi.

"Wooow!" Ina menatap takjub pada isi hunian mereka itu, apartemen yang akan mereka tempati cukup luas, terdapat dua kamar tidur dan satu kamar mandi yang terletak diantara kedua kamar tersebut. Ada sebuah dapur, ruang tamu dan sebuah ruangan kecil untuk dipakai lainnya. Tak hanya itu, seluruh jendelanya juga adalah kaca bening, yang dapat dengan jelas memperlihatkan keindahan sekitar.

Ina berlari ke arah jendela, melihat ke bawah dengan sedikit ketakutan, karena merasa akan jatuh.

Ina berkeliling di dalam apartemen, menyentuh furniture dan barang-barang elektronik yang telah tersedia. Ina dan Izhar hanya tinggal menempati dan menggunakan semua fasilitas yang ada.

"Om, gak salah sewa apartemen se-hedon ini? Pasti biaya sewanya mahal ya!" celetuk Ina, sambil terus menerus mengagumi tempat itu dalam hati.

"Ya, lumayan, tapi cuma ini yang kamarnya ada dua dan dekat dengan tempat kerja saya." Jawab Izhar, mengeluarkan isi dari koper yang dibawanya.

"Kenapa gak pakai uangnya buat bangun rumah aja?"

"Kamu pikir bangun rumah cukup dengan uang 100 juta? Di jaman sekarang, apa-apa serba mahal, apalagi bahan bangunan, itu udah gak ada yang murah, saya masih harus menabung lagi."

"Bikinnya yang sederhana aja, jangan yang mewah-mewah dong!"

"Mau yang mewah atau sederhana, uang 100 juta tetap gak akan cukup, Na. Kita harus punya rumah yang luas, supaya anak-anak kita nanti bisa hidup dengan nyaman dan gak kesempitan."

Ina terbelalak saat Izhar mengatakan tentang anak. Ada sesuatu dalam hatinya, yang seolah aneh dengan kalimat itu.

"Ini kamar kamu, kamu bawa barang-barang kamu dan rapikan dengan baik. Ingat, di apartemen ini, saya nggak mau kamu jorok, gak mau berantakan, gak mau bau, dan sebagainnya. Saya sangat suka kebersihan, jadi usahakan kebiasaan jorok kamu jangan diterapkan disini." Tutur Izhar, yang sangat tahu kalau istrinya itu bisa dibilang jorok.

"Iya, iya, bawel!" Ina merasa tersinggung.

Gadis itu mengambil kopernya dan membawanya ke kamar yang satunya.

Ina meletakkan koper dan tas ransel di atas kasur.

Tapi, bukannya membereskan barang-barangnya seperti perintah Izhar, tapi justru malah naik ke tempat tdiur mereka dan berjingkrak-jingkrak di atas kasur yang empuk.

"Yuhuuuu! Empuknya!" sorak Ina gembira.

Izhar yang berada di kamarnya, dapat mendengar suara Ina dengan jelas.

Pria itu menghela nafas dalam dan berkata, "Sudah ku duga, kasurnya dijadikan trampolin!"

Izhar malas mengomeli Ina, jadi ia hanya geleng-geleng kepala dan sibuk membereskan kamarnya saja.

Sementara itu, Ina masih bersorak gembira di kamarnya, kasur yang baru di temuinya itu memang di jadikan trampolin untuk tubuhnya yang mungil.

Ina, sejak dulu tak pernah merasakan yang namanya

memiliki kasur seempuk itu, maka sangat wajar jika gadis kampungan itu begitu gembira memiliki kasur yang empuk, yang dapat dikuasai oleh dirinya sendiri.

...***Bersambung***...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!