Janetta Lee, dikhianati saat mengandung, ditinggalkan di jalan hingga kehilangan buah hatinya, dan harus merelakan orang tuanya tewas dalam api yang disulut mantan sang suami—hidupnya hancur dalam sekejap.
Rasa cinta berubah menjadi luka, dan luka menjelma dendam.
Ketika darah terbalas darah, ia justru terjerat ke dalam dunia yang lebih gelap. Penjara bukan akhir kisahnya—seorang mafia, Holdes Shen, menyelamatkannya, dengan syarat: ia harus menjadi istrinya.
Antara cinta yang telah mengkhianati, dendam yang belum terbayar, dan pria berbahaya yang menggenggam hatinya… akankah ia menemukan arti cinta yang sesungguhnya, atau justru terjebak lebih dalam pada neraka yang baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Anna menangis histeris dan ketakutan, pakaiannya direnggut hingga tak tersisa. Tubuhnya yang kini tanpa balutan apa pun jatuh tak berdaya, sementara para pria itu bergiliran merenggut harga dirinya.
Alex berusaha meronta, otot-ototnya menegang menahan amarah dan rasa putus asa. Namun sepakan keras dari anak buah Janetta mendarat di tubuhnya, membuatnya kesakitan. Ia meraung, tapi suaranya teredam sumpalan kain di mulutnya.
Candy dan Jessie hanya bisa menatap dengan mata membelalak, tubuh mereka gemetar hebat. Air mata bercucuran deras, hati mereka diliputi ketakutan saat menyaksikan Anna diperlakukan seperti binatang di depan mata mereka sendiri, sementara Alex yang selama ini mereka andalkan kini tak berdaya sedikit pun.
Janetta perlahan bangkit, langkahnya tenang namun dingin. Asap rokok terakhir mengepul dari puntung yang masih menyala di tangannya. Senyum tipis terlukis di bibirnya, penuh kemenangan. Ia menghampiri mantan suaminya yang tubuhnya masih dipijak oleh anak buahnya.
"Bagaimana perasaanmu, Alex, saat melihat wanita kesayanganmu digilir di depan matamu?" bisik Janetta sinis, sebelum ia menginjak telapak tangan Alex dengan sepatu haknya.
Alex menggeliat menahan sakit. Napasnya terengah, mata merahnya penuh rasa bersalah, marah, dan putus asa. Namun sumpalan di mulutnya membuat jeritannya hanya menjadi erangan tertahan.
"Sebelumnya kau tidak menyalahkan dia, bukan? Saat dia mengirim preman untuk mempermalukan aku, kau malah menyalahkanku karena dianggap terlalu berlebihan. Demi dia, kau mengorbankan anakku… harga diriku… bahkan nyawa orang tuaku," suara Janetta pecah, namun matanya tetap dingin. "Wanita… ketika mencintaimu, kau harus bisa menghargainya. Karena ketika hati wanita sudah terluka, yang tersisa hanyalah dendam."
Janetta menunduk, bibirnya semakin menyunggingkan senyum sinis. "Malam ini bukan hanya kekasihmu. Ibumu dan adikmu juga akan menerima balasanku."
Dengan gerakan kasar, ia mengangkat kakinya dari tangan Alex, lalu menancapkan puntung rokok menyala itu ke kulit tangan pria itu. Bau daging terbakar memenuhi ruangan, membuat Alex menggeliat sekuat tenaga hingga urat lehernya menegang.
Candy dan Jessie menangis lebih keras, tubuh mereka meronta meski terikat erat di kursi. Mereka mencoba berteriak, namun sumpalan membuat suara mereka teredam, hanya menyisakan suara isakan parau.
Janetta melangkah mendekati mereka, tatapannya tajam. "Kalian takut? Bukankah selama ini kalian banyak bicara? Menghinaku, meremehkanku?" suaranya seperti cambuk yang menghujam.
Tangannya melayang keras ke wajah Candy. Plak! Suara tamparan bergema, membuat kepala wanita tua itu terpelanting ke samping. "Kau menyalahkanku ketika anakku meninggal," desis Janetta penuh amarah.
Ia kemudian beralih pada Jessie. Plak! tamparan kedua mendarat di pipi adik iparnya hingga bibirnya pecah dan darah mengalir. "Kau menghinaku dan tidak pernah menghormatiku sebagai kakak iparmu."
Janetta menarik napas panjang, tatapannya liar, penuh dendam yang tak terbendung lagi. "Keluarga Yang… tidak ada satu pun yang berpendidikan. Semuanya hanya tahu cara menindas orang lemah. Setelah aku mengirim kalian ke neraka, perbuatan jahat kalian akan kusebarkan. Aku ingin kalian mati dengan nama buruk, dicaci, dan dihujat oleh publik!"
Suasana ruangan menjadi mencekam. Isak tangis, rasa sakit, dan bau rokok bercampur menjadi saksi bagaimana Janetta berubah menjadi sosok yang tak lagi mengenal belas kasihan.
Sementara di luar rumah, suasana tak kalah mencekam. Beberapa anak buah Janetta terlihat berjalan mengitari bangunan itu, masing-masing membawa jerigen berisi bensin. Bau menyengat bensin mulai menyebar di udara malam ketika cairan itu disiram mengelilingi rumah, membentuk lingkaran api yang siap kapan saja dinyalakan.
Dari kejauhan, sebuah mobil hitam terparkir di sudut jalan. Lampu mobil itu padam, seolah menolak keberadaannya diketahui. Di dalam, Holdes duduk tenang di kursi belakang dengan tatapan tajam ke arah rumah keluarga Yang.
Matanya tidak lepas dari setiap detail—gerakan anak buah Janetta, raut wajah para penjaga, bahkan keberanian Janetta sendiri yang beraksi tanpa gentar.
"Bos, kenapa Janetta tidak ingin meminta bantuan kita?" tanya Bowie, sopir setia yang duduk di kursi depan sambil mengamati dari kaca spion.
Holdes menyandarkan tubuhnya, Nada suaranya berat, penuh rasa ingin tahu. "Wanita ini… lebih menarik dari yang aku pikirkan. Dia bisa melakukan semuanya tanpa bantuanku. Yang membuatku penasaran adalah… apakah dia keturunan mafia? Hanya seseorang dengan darah mafia yang bisa setenang dan seberani itu saat menyakiti orang-orang yang membunuh keluarganya, bahkan berencana membunuh mereka dengan cara sekejam ini."
Bowie menoleh sekilas, lalu kembali memandang jalan. "Latar belakangnya sangat biasa, Bos. Kedua orang tuanya orang sederhana, tidak memiliki identitas lain. Hanya keluarga biasa tanpa catatan kriminal."
Holdes tersenyum tipis, senyum yang lebih mirip guratan rasa penasaran. "Justru itu… wanita biasa tidak akan punya nyali sebesar ini. Seorang wanita lemah, meski diliputi dendam, biasanya tidak akan berani menodai tangannya dengan darah. Tapi dia… berbeda."
Ia mengetuk jari ke sandaran kursi, matanya menyipit penuh kalkulasi. "Aku ingin tahu… apakah ini hanya dendam seorang istri yang disakiti, atau ada sesuatu yang lebih besar tersembunyi di balik dirinya."
"Bos," suara Bowie kembali terdengar hati-hati, "apakah kita akan ikut campur?"
Suasana hening sejenak. Hanya suara serangga malam yang terdengar dari luar mobil.
"Lakukan diam-diam," jawab Holdes singkat, matanya tetap terarah ke rumah itu, seperti menunggu sesuatu yang lebih besar meledak kapan saja.
"Baik, Bos," Bowie mengangguk, lalu meraih ponsel untuk memberi instruksi pada orang-orang mereka di lapangan.
Anak buah Janetta menyiram bensin ke lantai kayu, sofa, hingga tirai yang mudah terbakar. Bau menyengat bensin memenuhi udara, membuat Candy dan Jessie ketakutan.
Janetta hanya terkekeh dingin.
“Takut ? Bukankah ini yang kalian lakukan pada aku dan keluargaku? Papa dan mama mati terbakar… kalian juga akan merasakannya. Hanya saja, kali ini… aku yang memegang kendali.”
Di sisi lain ruangan, Anna berbaring dengan tubuh gemetar, wajahnya penuh ketakutan setelah diperkosa oleh empat preman itu. Sementara Alex tak henti menunduk, menyesali semua yang terjadi. Ia berusaha meronta, tapi tubuhnya ditahan oleh mereka.
Tatapan Janetta tajam, penuh dendam. Ia berdiri tegak di tengah ruangan, menyalakan korek api kecil di tangannya.
“Kalian harus pastikan Alex Yang dan pacarnya tetap hidup!” perintahnya dingin. “Biar mereka jadi saksi… saat orang-orang yang mereka sayangi hancur dalam api.”
Ia melirik Candy dan Jessie yang sudah hampir pingsan ketakutan.
“Wanita tua dan putrinya… biarkan saja di dalam. Nikmati setiap jeritan mereka ketika api melahap tubuh mereka perlahan.”
Plotwist nya dah di spill meski sedikit, tp gk pp 🤗