RESIGN Dan Jadilah ISTRIKU

Dapur mansion berubah menjadi ruang ujian di bawah komando Chef Margareth. Suasana langsung berubah.

Chef Robert terkadang suka memutar musik, berbeda dengan Chef Margareth yang hanya mengizinkan suara mixer, oven, dan instruksinya yang singkat dan tajam namun jelas dan langsung dimengerti oleh Selene.

Gerakan Selene diawasi, setiap kesalahan kecil ditegur. Namun, di balik itu, Selene bisa melihat pengetahuan yang luas.

Penjelasan Chef Margareth tentang alat, kue dan bahannya, membuatnya terkagum-kagum. Ini memang level yang berbeda.

Tapi, ada yang membuat Selene semakin tidak fokus adalah kehadiran Tom.

Dari posisinya di dapur yang terbuka sebagian ke arah ruang tengah yang luas, Selene bisa melihat Tom duduk di sofa besar, laptopnya terbuka di pangkuannya.

Tapi matanya seringkali terangkat, menatap ke arah dapur. Bukan sekadar melirik, tetapi mengamati. Dan jelas sedang mengamati Selene.

Sekitar sejam kemudian, Tom beranjak dari tempat duduknya. Ia berjalan mendekati area dapur, berhenti di balik meja yang memisahkan zona memasak dengan area santai.

“Bagaimana?” tanyanya, suaranya ramah. Terlalu ramah.

Chef Margareth menyunggingkan senyum tipis. “Sangat cepat belajar, Tuan. Memang butuh disiplin lebih, tetapi dasarnya sudah ada. Nyonya Eduardo memang berbakat.”

“Aku tidak meragukannya,” ujar Tom, dan kemudian, membuat Selene hampir menjatuhkan spatula, dia melangkah lebih dekat.

Tangannya yang besar dan hangat tiba-tiba merangkul pundak Selene dengan lembut. “Dia berbakat dalam banyak hal.”

Selene menahan napas. Sentuhan itu terasa seperti sengatan listrik di tubuhnya. Tom hampir tidak pernah menyentuhnya di dalam rumah, apalagi dengan sentuhan yang begitu posesif dan mesra.

“Tentu saja,” sahut Chef Margareth, matanya berpindah dari Tom ke Selene.

Tom tidak pergi. Ia berdiri di sana, dekat sekali, mengamati Selene yang sedang menekan adonan puff pastry.

Aroma maskulin pria itu memenuhi indra penciuman Selene yang membuatnya semakin berdebar.

“Lakukan dengan lembut, Cara,” bisik Tom, suaranya sangat dekat di telinga Selene“Seperti ini.” Tangannya tiba-tiba menutupi tangan Selene yang memegang alat roll, membantunya dengan tekanan yang pas.

Kulitnya terasa hangat, cengkeramannya kuat. Selene membeku. Ini sama sekali tidak masuk akal.

Apa yang Tom lakukan?

Selene berusaha untuk tidak menarik tangan, berusaha tersenyum tipis ke arah Chef Margareth yang mengamati dengan ekspresi yang ikut merasa bahagia melihat pengantin baru yang mesra. “Terima kasih, Carino.”

Tom melepaskan tangannya setelah beberapa detik. “Teruskan, Chef Margareth. Aku tidak ingin mengganggu.”

Selene menghela napasnya dengan lega. Chef Margareth tersenyum melihat sikap Selene yang salah tingkah.

Di pikirannya, mungkin Selene dan Tom dalam mode mesra-mesranya dan intim karena masih pengantin baru. Dan Margareth memahaminya.

*

*

Tapi gangguan itu berlanjut. Beberapa kali dalam beberapa jam berikutnya, Tom kembali menghampiri.

Kadang hanya berdiri dan menatap. Kadang memberikan komentar kecil. Dan di depan Chef Margareth, dia tidak ragu menunjukkan kemesraan mereka.

Sebuah usapan di punggung Selene ketika dia berhasil membuat krim yang sempurna. Sebuah belaian lembut jari Tom ke pipi Selene untuk membersihkan tepung yang mungkin bahkan tidak disadari Selene.

Sentuhan Tom yang sengaja itu membuat Selene tegang, membuatnya bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi di balik kepala Tom yang dingin itu.

Di satu sisi, ini adalah pertunjukan sempurna dari suami yang mendukung dan menyayangi istrinya yang sedang mengejar passion.

Di sisi lain, ini tampak seperti sebuah teater di mana Selene tidak hanya harus memainkan perannya, tetapi juga menjadi artis yang diawasi ketat oleh sutradaranya.

*

*