Namanya Tegar, pemuda dengan pembawaan ceria tapi hatinya penuh dengan dendam.
Di depan kedua matanya, Tegar kecil harus menyaksikan kedua orang tua meregang nyawa dan kakaknya digilir di rumahnya sendiri, oleh sekelompok orang.
Yang lebih menyakitkan, para penegak hukum justru tunduk pada orang-orang tersebut, membuat dendam itu semakin dalam dan melebar.
Beruntung, Tegar mendapat keajaiban. Sebuah sistem dengan misi layaknya pesugihan, Tegar menemukan jalan yang bisa dia gunakan untuk melampiaskan dendamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Usulan Teman Gunawan
Keesokan paginya, Tegar sudah membuka mata lebih awal karena harus mengantar Nenek ke terminal. Sebenarnya Tegar tidak tega membiarkan wanita berusia lebih dari enam puluh tahun itu pulang kampung sendirian. Tapi mau bagaimana lagi, keadaan yang memaksa hal ini harus terjadi.
"Nanti kalau Nenek sudah sampai, suruh paman apa bibi ngasih kabar, nomer ponselku, sudah aku masukan ke dalam dompet Nenek, kan?" ucap Tegar ketika dia dan Neneknya sudah berada di terminal.
Nenek mengangguk seraya tersenyum. "Kamu juga di sini jaga diri. Jangan melakukan hal yang aneh-aneh. Apa lagi bawa perempuan ke rumah, jangan loh."
"Hahaha... mana ada cewek yang mau sama aku?" balas Tegar. "Jangan kan main ke rumah, tahu aku miskin aja ceweknya udah kabur."
"Tapi kan temen cewek kamu di komplek juga banyak. Mana sering nitip salam lagi sama Nenek."
"Aduh, udah deh, Nek, jangan mikir yang aneh-aneh. Kaya nggak kenal cucunya aja," balas Tegar gemas. "Mending Nenek cepetan naik, bisnya udah mau berangkat tuh."
Nenek mendengus tapi dia tetap bangkit dari duduknya, melangkah menuju bis yang letaknya tak jauh dari keberadaan Nenek dan Tegar.
"Pak, nitip Nenekku ya?" ucap Tegar kepada seorang kernet ketika Nenek baru saja masuk ke dalam bis.
"Beres, Mas," jawab sang Kernet sangat meyakinkan.
Tegar tersenyum lalu dia kembali duduk, sengaja menunggu sampai bisnya berangkat. Selang sepuluh menit kemudian, bis pun berangkat dengan membawa penumpang yang tidak sampai memenuhi kursi yang ada di dalam bis. Setelah bis hilang dari pandangan mata, Tegar segera meninggalkan terminal.
"Berhubung hari ini anda libur, berarti hari ini anda tidak mendapat penghasilan,Tuan?" tanya Fiza begitu Tegar sudah berada di rumah.
"Ya tetap dapat, kan semalam aku udah menanam modal ke orang tua temanku. Berapapun hasilnya, mereka akan mengirimkan hasilnya tiap hari biar nggak terlalu berat."
Fiza yang saat ini menggunakan wajah seorang artis dari india, nampak mengangguk paham. "Tapi, kalau tidak salah dengar, mereka katanya hampir gulung tikar? Itu karena makanannya tidak enak atau bagaimana?"
"Sebenarnya makanannya masih laku, cuma uang yang harusnya buat muter, kepakai, buat mambahin biaya operasi. Secara otomatis yang biasanya sedia lima ratus porsi, kini hanya mampu seratus sampai dua ratus porsi. Lama-lama kalau kaya gitu, bisa bangkrut."
"Oh begitu?" Fiza semakin mengangguk paham.
"Sekarang, kamu bantu aku untuk menyebar informasi dagangan orang tua temenku," Tegar lalu menghadapkan laptopnya di depan Fiza dan dia menunjukan apa saja yang harus fiza lakukan."
Tidak membutuhkan waktu terlalu lama, Fiza telah menjalankan tugasnya dan kembali menyerahkan laptop pada Tegar.
Tegar tersenyum dan dia merasa cukup puas dengan hasil kerja makhluk yang asalnya entah dari mana.
"Sekarang, kita tinggal membahas rencana balas dendam, Za," ujar Tegar sembari menekan salah satu tombol pada laptopnya. "Kamu simak baik-baik penjelasanku ya, Za?"
Fiza mengangguk.
"Gadis ini, namanya Loli," ucap Tegar sambil menunjuk sebuah foto yang dia dapat dari akun sosial milik gadis tersebut. "Dan ini adalah anak-anak dari gerombolannya Gunawan, ayah dari gadis ini.Yang ini namanya Josh, yang ini Moko dan Ini namanya Dito."
Fiza kembali mengangguk.
"Rencanaku begini...." Tegar mengatakan semua rencananya secara terperinci dan sangat jelas. Meskipun dia tahu kecerdasan Fiza tidak bisa diragukan, tapi Tegar tetap mengatakan semua rencana dengan serius.
"Kamu paham kan, Za?"
"Tentu. Rencana yang sangat mudah."
Tegar tersenyum. "Ya sudah, sekarang, kita ke delaer dulu. Aku harus punya kendaraan. Lalu, aku akan cari ponsel lagi, untuk memuluskan rencanaku."
Fiza lagi-lagi mengangguk. Tegar lantas bangkit lalu masuk ke dalam kamar untuk mengambil beberapa barang.
Sedangkan di tempat lain, orang yang menjadi musuh Tegar, kini sedang berada di kantornya. Kantor tersebut terlihat cukup ramai karena sedang ada acara amal yang sedang berlangsung di dalam gedung tersebut.
"Ingat, pokoknya kalian harus menunjukan sikap yang ramah pada pengemis-pengemis miskin itu, jangan sampai meninggalkan kesan buruk satupun yang bisa menjadi celah untuk menjatuhkan perusahaan ini."
"Baik, Tuan," jawab beberapa karyawan yang sedang menghadap atasan mereka.
"Apa wartawan dan para konten kreator juga sudah pada datang?"
"Sudah ada beberapa yang hadir, Tuan," balas salah satu karyawan.
"Bagus! Tunjukan pada mereka semua kebaikan kita pada mata dunia."
"Siap, Tuan."
"Ya sudah, kalian boleh pergi."
"Baik, Tuan, permisi."
Sang bos menyeringai, sembari menatap kepergian semua karyawannya.
"Benar-benar acara tak berguna, hanya membuang waktu dan uang saja," gerutu rekan sang bos bernama Hendrawan.
"Yah, meski begitu, justru acara ini sangat penting bagi perkembangkan bisnis kita," jawab Gunawan. "Kita harus selalu menjaga kesan baik di mata masyarakat."
"Aku tahu," balas Hendrawan. "Aku tadi mendapat laporan, hari ini, orang-orang kita hanya berhasil mengumpulkan tiga puluh empat gadis.
"Semua sudah diarahkan agar mereka terperangkap sama jebakan kita?" balas Gunawan.
"Kita tunggu saja kabar dari Hartawan dan Darmawan," balas Hendrawan. "Bukankah itu tugas mereka?"
"Oke," jawab Gunawan lalu dia melempar pandangannya ke arah layar laptop.
"Bagaimana dengan anak yang memukuli Vino? Apa kamu berhasil menemukannya?" tanya Hendrawan setelah dia menyesap kopi hitam kesukaannya.
"Belum ada kabar. Anak buah kita benar-benar nggak ada yang becus. Nangkap satu bocah aja pada nggak mampu," balas Gunawan. Rasa kesalnya kembali muncul jika teringat nasib anaknya yang babak belur karena perbuatan Tegar.
"Kalau anak itu bisa mengalahkan anak buah kita, berarti anak itu termasuk anak yang hebat," ujar Hedrawan. "Kenapa kita tidak ajak dia untuk gabung menjadi anak buah kita?"
Gunawan langsung melempar tatapan pada rekannya. "Maksud kamu?"
Hendrawan seketika tersenyum. "Masa gitu aja kamu nggak maksud? Kamu tahu kan, kita tuh butuh orang-orang yang tangguh. Aku yakin anak itu pasti termasuk anak yang tangguh. Daripada anak seperti itu kita jadikan musuh, bukankah lebih baik, kita jadikan dia anak buah dan memanfaatkan ketangguhannya."
Gunawan terdiam beberapa saat, mencerna ucapan Hedrawan. "Benar juga," ucap Gunawan. "Ya udah, kamu aja yang atur. Banyak pekerjaan yang harus aku bereskan."
"Oke!"
####
Di tempat lain, seorang pemuda yang sedang asyik berbaring di kamarnya, nampak terusik dengan suara ponsel yang ada di sisi kanan pemuda itu. Dengan malas tangan pemuda itu meraih ponsel tersebut dan mengecek layarnya.
"Nomer asing?" gumam anak tersebut. "Nomer siapa ini? Kok video call? Ah, paling penipuan." Dia lantas mengabaikannya.
Seiring berjalannya waktu, ponsel anak muda itu terus berdering sampai membuat kesal. Mau tidak mau pemuda itu pun segera menggeser simbol hijau untuk memaki si penelpon.
Namun niat anak muda itu seketika lenyap dan raut wajahnya berubah terkejut kala, menyaksikan sosok yang melakukan panggilan video kepadanya.
Mabok Corporate...Miras dong...
udh main celup gretong ,dpat duit
itu ciwi palsu kaga bisa bunting ye ,
bisa pesen juga ngga kotak ajaib nya
🤣🤣🤣
terimakasih thor uda setia stiap hari update trus🙏💪😘