"Seharusnya aku tahu, kalau sejak awal kamu hanya menganggap pernikahan ini hanya pernikahan kontrak tanpa ada rasa didalamnya. Lalu kenapa harus ada benihmu didalam rahimku?"
Indira tidak pernah mengira, bahwa pada suatu hari dia akan mendapatkan lamaran perjodohan, untuk menikah dengan pria yang bernama Juno Bastian. Indira yang memang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Juno, langsung setuju menikah dengan lelaki itu. Akan tetapi, tidak dengan Juno yang sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Indira. Dia mengubah pernikahan itu menjadi pernikahan kontrak dengan memaksa Indira menandatangani surat persetujuan perceraian untuk dua tahun kemudian.
Dua tahun berlalu, Indira dinyatakan positif hamil dan dia berharap dengan kehamilannya ini, akan membuat Juno urung bercerai dengannya. Namun takdir berkata lain, ketika kehadiran masa lalu Juno yang juga sedang hamil anaknya, sudah mengubah segalanya.
Apa yang akan terjadi pada rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Perdebatan panas!
Hilman yang keceplosan mengatakan bahwa Devan adalah anak kandung Juno, tentu saja membuat keributan diantara mereka semua yang ada di sana.
"Indira, Devan adalah anakku? Dia..."
"Bukan! Saya bilang bukan!" seru Indira dengan tegas dan kedua tangannya terkepal dengan kuat menahan rasa sesak didadanya. Kenangan buruk saat dulu hidup bersama dengan Juno, selalu menimbulkan rasa sakit dihatinya. Terus menerus dan dia tidak pernah lupa akan rasa sakit itu.
"Jadi, saat itu kamu hamil Devan?" tanya Juno lagi dengan wajah yang masih terlihat bingung.
"Dia bukan anak kamu!" ucap Indira lagi.
"Wajahnya sangat mirip denganku, bagaimana mungkin dia bukan anakku?"
"Bukan!"
"Indira!" sentak Juno seraya menatap tajam pada Indira. Keduanya saling menatap tak mau kalah.
Kedua orang yang berdebat itu sontak saja membuat Devan bingung, dia berada diantara orang-orang dewasa yang bicara dengan nada tinggi.
"Devan, sini sama om!" Hilman pun mengulurkan tangannya untuk menggendong Devan, karena Dia merasa bahwa anak laki-laki itu tidak boleh mendengarkan pertobatan orang dewasa.
"Sebaiknya kalian bicara dulu berdua. Biar Devan sama aku," ucap Hilman pada kakaknya dan Juno. Hilman mengambil Devan dari tangan Juno, untungnya Devan mau digendong oleh pamannya itu.
"Tidak ada yang perlu Kakak bicarakan sama dia," kata Indira sinis.
"Banyak yang harus kamu bicarakan denganku, Indira."
Pria itu berkata dengan tajam dan tatapannya begitu menuntut Indira. Sedangkan Indira, yang tidak terima ditatap seperti itu oleh Juno, langsung berdecih. Menunjukkan kepada lelaki itu bahwa dia bukanlah Indira yang dulu.
'Wanita yang dulunya selalu menunduk padaku, kenapa sekarang berani membalas tatapanku dan membalas ucapanku? Apa saja yang sudah terjadi padanya selama 6 tahun ini?'
Juno menyadari banyaknya perubahan pada diri Indira, setelah hampir 6 tahun lamanya mereka tidak bertemu. Dan lagi, semua orang mengira Indira sudah tiada didalam kecelakaan mobil itu.
"Jangan sakiti kakak saya!" peringat Hilman dengan tatapan yang tajam pada Juno.
"Saya hanya ingin bicara dengannya," ucap Juno menjawab. Lantas Juno pun menarik tangan Indira dengan paksa, meskipun Indira menolak untuk berbicara dengannya.
Juno membawa Indira pergi menjauh dari tempat pesta itu, dimana mereka bisa berbicara berdua tanpa ada yang mengganggu. Juno membawa Indira ke dalam mobilnya, dan dia mengunci mereka berdua di sana.
"Buka pintunya pak Juno!" ucap Indira dengan ketus. Dia berusaha membuka pintu mobil itu, tapi semuanya percuma karena Juno yang memegang kendali.
"Aku akan buka pintunya, kalau pembicaraan kita sudah benar-benar selesai."
"Tidak ada yang perlu kita bicarakan," ucap Indira.
"Tapi aku ada, banyak. Banyak yang ingin aku bicarakan sama kamu, terutama tentang Devan anak kita!"
Indira langsung mendelik tajam dan tersenyum getir saat mendengar Juno menyebut kata anak kita pada Devan. "Anak kita?"
"Devan anak saya, hanya ada saya. Tolong jangan buat Saya tertawa dengan perkataan anda," ucap Indira tajam. Rahang wanita itu mengeras, matanya menyorot penuh amarah pada Juno.
"Aku hanya ingin bertanya dan tugasmu di sini hanya menjawab. Indira, kenapa kamu masih hidup? Bukankah 6 tahun yang lalu, kamu kecelakaan dengan pacar kamu setelah membawa kabur uangku?" Akhirnya Juno melontarkan pertanyaan pertama yang membuatnya penasaran.
Indira hening, dia tidak menyangka bahwa Juno akan menuduhnya pergi dengan pria lain dan membawa kabur uangnya.
"Apa penting menjawabnya? Apa saya harus menjelaskannya pada anda? Anda bisa menganggap saya mati seperti sebelumya."
"Indira, aku sedang tanya sama kamu. Tapi kamu malah jawab apa!" seru Juno kesal karena Indira tidak menjawab dengan benar. Padahal dia memiliki banyak pertanyaan di dalam kepalanya. Terutama tentang Indira yang masih hidup, tentang Indira yang sudah mempunyai anak. Dan anak itu adalah anaknya.
"Karena saya tidak berniat untuk menjawab pertanyaan kamu," ucap Indira. "Sekarang buka pintunya!"
"Ya sudah, kalau kamu tidak mau menjawab pertanyaan itu. Jawablah yang ini...saat kamu menghilang, kamu sedang hamil Devan anak kita?" tanya Juno sambil menghela napas panjang, dia menatap Indira yang terdiam itu.
"Indira."
"Bukan. Dia anak saya," jawab Indira yang lagi mengelak.
Juno mendesah, dia jengah dengan keras kepala Indira. "Kalau kamu masih berbohong, aku akan bawa Devan dan melakukan tes DNA."
"Kamu nggak berhak ngelakuin itu Mas! Devan itu anakku!" sentak Indira emosi. Dia tampak ketakutan ketika Juno akan membawa Devan.
"Kalau kamu tidak mau aku membawanya, akui saja kalau Devan adalah anak kita!" tegas Juno dengan ngotot. Dia mengakui Devan adalah anak kandungnya. Indira berdecih, mengingat apa saja yang dikatakan Juno padanya dulu. Kata-kata itu masih membekas di hatinya.
"Dia anakku. Apa kamu lupa apa yang kamu katakan padaku dulu Mas? Kamu bilang kalau kamu tidak pernah menginginkan anak dariku. Kamu bilang kau seandainya aku hamil, kamu bilang aku harus menggugurkannya. Kamu bilang kalau hanya Sheila, wanita yang bisa mengandung anak kamu. Bukan wanita seperti aku Mas. Jadi, aku tidak pernah mengandung anak KAMU."
Perkataan Indira menusuk ke dalam pikiran Juno dengan tajam, Juno teringat kata-katanya kepada Indira dulu. Kenangannya kembali pada malam dimana dia meninggalkan Indira di jalanan. Disitulah Indira menghilang dan dia sama sekali tidak peduli. Disanalah dia mengeluarkan kata-kata yang membuat Indira tidak bisa melupakannya.
"Saat itu...aku..." Juno tergagap, menyadari kesalahannya dulu.
"Meskipun faktanya Devan adalah anak kamu. Aku berjanji, aku dan Devan tidak akan pernah merusak kebahagiaan keluarga kamu Mas. Tidak apa-apa meskipun kamu tidak menganggap Devan, sama seperti kamu tidak menganggapku. Karena aku dan Devan tidak membutuhkan pengakuan dari kamu. Jadi, hiduplah seperti bagaimana kamu hidup 6 tahun ini. Anggap kami tidak ada," tutur Indira tegas. Secara tidak langsung, ia mengakui Devan adalah anak kandungnya dan Juno. Tapi dia meminta agar Juno menganggap keberadaannya dan Devan tidak ada di dunia ini, didalam kehidupannya.
"Bagaimana bisa aku menganggap kalian tidak ada? Sedangkan aku sudah tahu semuanya. Kalau Devan anakku,itu artinya dia adalah anggota keluarga Bastian. Dia harus ikut aku," ucap Juno memutuskan begitu saja tanpa persetujuan Indira.
Kedua mata Indira terbelalak saat mendengar keputusan Juno, dia menggelengkan kepalanya dengan cepat. Tak terima dengan keputusan itu.
"Devan anak aku! Kamu nggak berhak bawa dia!"
"Dia anakku juga, Indira! Aku akan bawa dia ke Indonesia, dia akan bertemu ibu dan saudara perempuannya," cetus Juno yang berpikir bahwa
Indira berdesis, dia sangat emosi pada Juno. "Ternyata kamu masih saja gila. Tapi, aku yang sekarang tidak akan menerima kegilaan kamu. Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti aku dan Devan seperti 6 tahun yang lalu!"
Tanpa sadar, emosi Indira membuatnya menangis dan teringat bagaimana dia disekap dulu saat sedang hamil Devan. Bahkan sampai saat ini dia tidak tahu siapa yang sudah berusaha menyakitinya?
"Apa maksud kamu? Siapa yang menyakiti kamu dan Devan?"
"Lebih baik...kita hidup masing-masing saja. Lebih baik kita tidak pernah bertemu lagi Mas."
Juno dapat melihat kesedihan dan ketakutan di wajah Indira yang tak dapat disembunyikan, walaupun dia sendiri tak tahu apa itu.
"Indira..."
Ketika Juno akan berbicara lebih banyak, tiba-tiba saja suara dering ponsel menginterupsinya. Indira melihat wallpaper ponsel Juno tanpa sengaja. Ada foto Sheila, Juno dan Viola, anak mereka.
"Angkatlah Mas. Dan buka pintu mobilnya, sepertinya anak mu merindukanmu."
****
Disisi lain, Devan sekarang berada bersama Pak Edwin dan Hilman. Mereka berada didalam gedung pesta sambil menikmati jamuan makanan yang ada di sana.
"Ini ditambah lagi ya makanannya Nak!" Pak Edwin terlihat senang menyuapi Devan dengan cemilan di sana. Ditambah lagi Devan duduk dipangkuannya.
"Makasih Opa buyut. Tapi benelan opa ini opa buyut Devan?" tanya Devan lagi, entah berapa kali anak laki-laki itu menanyakannya.
"Iya, Opa...opa buyut kamu. Kamu cicit kakek!"
****
penyesalan mu lagi otw juno