Kepercayaan adalah tonggak dari sebuah hubungan. Mempercayai seseorang bukanlah kesalahan, namun mempercayai seseorang yang baru kita kenal itulah yang bisa menjadi sebuah kesalahan. Dan.. Inilah yang terjadi pada Nadien, hidupnya yang damai seketika berubah menjadi penuh tekanan dan rasa sakit. Jiwa dan raganya disakiti terus menerus oleh pria yang ia cintai, pria yang mulut nya berkata Cinta. Namun, terdapat dendam di balik itu semua.
Akankah Nadien mampu melewati ujian hidupnya dan membuat pria tersebut mencintainya? Ataukah, memilih menyerah dan pergi meninggalkan pria yang selama ini telah menyakitinya?
Penasaran..? Cuss langsung baca ceritanya, di cerita baru Author Dendam Dibalik Cinta Mu by. Miutami Rindu🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miutami Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Trauma
Gavin di bantu Bi Sari berusaha menyadarkan Nadien. Gavin juga terpaksa membaringkan Nadien di tempat tidurnya, tapi tak ada tanda-tanda gadis itu akan segera sadar.
"Bagaimana ini Tuan? Kenapa Non Nadien gak bangun-bangun?" Ucap Bi Sari cemas.
"Saya sudah menelpon Kendrick, dia akan membawa dokter ke sini." Ujar Gavin berdiri di samping Nadien.
Bi Sari mengangguk mengerti, tak lama kemudian Kendrick datang dengan di ikuti pria berkemeja putih lengkap dengan jas putih nya.
Tanpa bicara, dokter tersebut mengecek kondisi Nadien. Bi Sari menatap dengan harap cemas, sedang Gavin dan Kendrick bersikap lebih tenang.
"Gimana Dok, keadaan Non Nadien?" Tanya bi Sari yang sudah sangat penasaran.
"Pasien baik-baik saja. Hanya mengalami syok saja, apa pasien mempunyai traumatik?" Ujar sang Dokter menatap mereka bertiga.
Mereka semua diam, "Mungkin saja. Kami juga tidak tau, tiba-tiba dia pingsan saat mendengar suara petir " Timpal Gavin dengan tenang.
Dokter tersebut hanya menganggukan kepalanya, "Saya sudah berikan suntikan penenang, kini jantung nya sudah mulai kembali normal. Dan ini resep yang harus kalian beli," memberikan selembar kertas pada Kendrick.
"Baik, kalau begitu saya permisi.. " Lanjut Dokter tersebut beranjak bangun.
"Terimakasih Dokter." Ucap Bi Sari.
Dokter tersebut pun mengangguk menatap Bi Sari, Kendrick mengantar Dokter tersebut hingga ke depan rumah. Menyisakan Bi Sari dan Gavin yang merasa tak nyaman ada orang lain di kamarnya.
"Tuan. Bibi permisi ke bawah dulu ya," kata Bi Sari membawa beberapa barang yang ia gunakan untuk mencoba membangunkan Nadien, walau semua itu sia-sia saja.
Bi Sari tau kalau Gavin tidak nyaman dengan keberadaan nya, apalagi Gavin tak pernah mengijinkan siapapun masuk ke kamar pribadinya. Kecuali saat membersihkan dan pada saat Gavin membutuhkan sesuatu, itupun harus mengetuk pintu lebih dulu sebelum masuk.
Bi Sari membereskan semua yang nampak berantakan sebelum meninggalkan kamar Gavin. Di rasa sudah lebih rapi, bi Sari pun keluar dari sana.
Kendrick masuk ke kamar Gavin lagi setelah mengantarkan Dokter, "Cepat, pindahkan dia ke kamarnya ! " Pinta Gavin malas.
Tanpa protes apalagi bertanya, Kendrick mendekati Nadien kemudian menggendong nya. Gavin bahkan tak menoleh sedikitpun, walau ada rasa tak tega di matanya.
Kendrick membaringkan Nadien dengan hati-hati di atas tempat tidur. Pria itu begitu telaten, seolah ingin Nadien tidur dengan nyaman. Kemudian ia tutupi tubuh Nadien dengan selimut hingga sebatas dada.
Di tatap nya wajah damai Nadien, ada perasaan yang tiba-tiba menyeruak di hatinya saat melihat Nadien terbaring tak berdaya. Perasaan yang tak bisa Kendrick sendiri jelaskan, entah itu cuma rasa kasihan atau sekedar prihatin, entahlah ia juga tidak tau. Kemudian pria itu melengos hendak pergi namun tiba-tiba langkahnya terhenti, tubuhnya membeku.
Kendrick berbalik menatap ke bawah, "Jangan.. Jangan lakukan itu.. Toloongg..." Racau Nadien lirih, menggenggam tangan Kendrick erat.
Deg!
Kendrick tidak bisa melakukan apapun selain diam mematung. Suara Nadien begitu pilu, penuh keputus asaan. Bahkan Kendrick bisa melihat air mata mengalir dari sudut mata Nadien.
Genggaman Nadien mulai melemah, Kendrick berusaha melepaskan tangan Nadien dengan hati-hati, agar tak mengusik gadis itu.
.
.
.
Keesokan pagi nya. Mata Nadien bergerak dan perlahan terbuka, gadis itu menatap ke sekeliling hingg pandangan nya jatuh pada pria tampan yang tengah menatapnya.
"Gavin.." Gumamnya lirih.
Nadien beringsut bangun mencoba duduk, "Bagaimana keadaan kamu sekarang?" Tanya Gavin.
"A-aku baik-baik saja. Emangnya aku kenapa?" Tanya Nadien kebingungan.
"Kamu gak inget semalem kamu pingsan di kamarku."
"Apa? A-aku pingsan? Tapi, kenapa?"
"Semalam kamu mendengar suara petir terus kamu menjerit ketakutan, lalu kamu pingsan." Terang Gavin.
Nadien nampak memikirkan apa yang Gavin ucapkan, kini ingatan nya mulai mengingat kejadian semalam.
"Sepertinya kamu sangat trauma? Sebenarnya apa yang terjadi sama kamu malam itu?" Tanya Gavin hati-hati.
Nadien menghela nafasnya, mungkin ini saat nya ia bercerita. Siapa tahu dengan bercerita Nadien bisa mengurangi rasa takutnya. Nadien menatap Gavin sendu, Gavin mendekat dan duduk di sisi tempat tidur tepat di samping Nadien.
"Jika itu sangat berat dan kamu masih belum siap, tidak papa jangan di paksa." Ucap Gavin menatap Nadien dalam.
Mata Nadien berkaca-kaca, "Aku tidak papa. Mungkin ini saat nya aku bercerita, rasanya aku gak sanggup memendam semua ini sendiri."
"Kamu percaya padaku?" Tanya Gavin.
Nadien mengangguk, "Tidak ada alasan buat ku untuk tidak mempercayaimu. Kamu pria yang baik, kamu sudah mau menolongku, kamu juga sudi menampungku di rumah mu. Selama ini kamu selalu membantuku Gavin, baru kali ini aku bertemu laki-laki yang baik seperti mu " menatap Gavin tanpa ada keraguan.
Gavin tak menampilkan ekspresi apapun, pria itu hanya diam menatap Nadien yang tengah tersenyum lembut padanya.
"Aku percaya pada mu Gavin, aku sangat mempercayaimu..." Ucap Nadien serius.
Gavin tersenyum kaku, sedang Nadien mulai menceritakan kejadian di malam ia melarikan diri dari cengkraman orang-orang yang menculiknya. Tetes demi tetesan air mata Nadien berjatuhan, memilukan jika ia harus mengingat bagaimana ketakutan Nadien malam itu.
Nadien tak sanggup menahan tangisnya lagi, kini isak tangis mulai terdengar. Gavin menggenggam tangan Nadien, ragu-ragu Gavin memeluk Nadien lembut.
"Tenanglah. Jangan takut, ada aku disini. Aku akan selalu melindungi mu," ujar Gavin penuh perasaan.
"Tolong cari dan tangkap mereka Gavin, aku sangat takut mereka akan membawa ku ke tempat itu lagi.." Pinta Nadien di sela tangis nya.
"Jangan khawatir aku akan segera menangkap mereka untuk kamu."
"Terimakasih Gavin. Entah kenapa setiap kamu ada di dekatku aku selalu merasa aman, kamu adalah malaikat yang Tuhan kirim buat aku."
Gavin tertegun dengan pernyataan Nadien. Sedang Nadien semakin mengeratkan pelukan nya, Nadien tidak peduli jika Gavin menganggapnya keterlaluan. Untuk saat ini saja, Nadien ingin merasakan kehangatan seseorang. Memberikan ketenangan pada jiwanya yang bising dan selalu di land ake khawatiran.
Semenjak mengenal Gavin dan Bi Sari, Nadien seolah mendapatkan keluarga. Selama ini ia selalu sendirian, tidak ada tempat untuk nya bercerita, mengadu dan bersandar. Tapi, sekarang Nadien seolah mempunyai tempat untuknya berbagi cerita.
Sejenak Gavin hanyut dalam pelukan hangat Nadien, namun saat pria itu tersadar Gavin melerai pelukan nya. Nadien pun di buat salah tingkah, ia bahkan tak berani menatap mata pria di depan nya. Malu, tentunya.
"Ma-maaf Gavin aku terbawa suasana," ungkap Nadien merasa bersalah.
"Tidak papa, aku mengerti. Aku seneng melihat mu lebih baik sekarang," sahut Gavin.
Nadien tersenyum lembut, "Ini semua berkat kamu."
"Jangan cemas, aku tidak akan membiarkan mu terluka lagi. Aku akan menjagamu dan melindungi mu, jadi jangan takut lagi ya." Mengusap surai panjang itu lembut.
Nadien seolah terhipnotis oleh tatapan Gavin, perlakuan Gavin terhadapnya begitu menenangkan. Nadien tak mampu berkata-kata, selain mengangguki ucapan Gavin yang begitu perhatian padanya.
Perhatian keduanya teralihkan saat mendengar ketukan pintu yang sejak tadi terbuka. Gavin dan Nadien menatap ke arah pintu, nampak Bi Sari tengah berdiri dengan membawa nampan berisi makanan untuk Nadien.
"Permisi Tuan. Bibi bawakan makanan untuk Non Nadien," ucap Bi Sari sopan.
"Masuk aja Bi." Sahut Gavin beranjak bangun dari duduknya.
Bi Sari menghampiri Nadien, "Gimana keadaan Non Nadien sekarang?" Tanya Bi Sari lembut.
Nadien mengangguk, "Sudah lebih baik Bi.."
"Syukurlah, bibi cemas sekali semalam " Kata Bi Sari.
"Maaf ya.. Aku udah bikin bibi cemas," ucap Nadien.
"Kamu sarapan dulu aja, aku harus pergi sebentar, ada urusan. Nanti kalau ada apa-apa, kamu telpon aku yah?" Ucap Gavin memasukan ponselnya yang sempat bergetar.
Nadien menjawab dengan anggukan, dan di balas senyuman oleh Gavin.
"Gavin.." Gavin menoleh, "Hati-hati ! " Lanjut Nadien tersenyum tulus.
Gavin tersenyum kikuk, lalu melanjutkan langkahnya pergi.
Mobil Gavin berhenti di sebuah bangunan tua yang cukup menyeramkan, dari luar bangunan itu nampak seperti bangunan kosong terbengkalai. Namun siapa sangka itu hanyalah kedok, karna pada saat Gavin masuk. Tempat itu begitu bersih dan rapi, ada banyak pria yang menyambut kedatangan nya dengan memberi hormat pada Gavin.
Lalu Gavin menuju lantai atas, membuka salah satu pintu di lantai dua. Nampaklah sebuah ruangan bernuansa gelap, Gavin mengayunkan langkahnya. Ada tiga orang yang duduk di sofa membelakanginya, sedang orang yang paling ia kenal Kendrick berdiri dan menatapnya.
"Selamat datang Bos." Ucap Kendrick datar.
Mendengar kata Bos, ketiga orang itu beranjak hampir bersamaan berbalik ke arah Gavin. Siapa sangka mereka adalah orang-orang yang waktu itu menculik dan mengurung Nadien.
Mereka menatap Gavin penuh ketakutan, bahkan mereka terlihat gemetaran melihat tatapan mematikan dari pria di depan sana.
Gavin melenggang dengan kedua tangan ia masukkan ke saku celananya, kini Gavin sudah berdiri tepat di depan mereka bertiga. Mereka dibuat semakin gugup, bagaimana tidak tatapan Gavin begitu menghunus jantung mereka.
Selain tampan, Gavin memiliki tatapan mematikan yang mampu membuat lawan dan siapapun yang menatap nya bergetar ketakutan.
Bruukk!
Ketiga orang itu bersimpuh tunduk di hadapan Gavin, mereka tak sanggup lagi menahan lutut mereka yang sudah lemas karena gemeteran.
"Ma-maaf.. Tolong, ampuni kami.." Ucap salah satu dari mereka menangkup kedua tangan nya berlutut.
...****************...
Jangan lupa tinggalkan jejak nya ya😊