Zoe Harper, seorang agen rahasia elit dari Norwegia, menerima misi rahasia dari mentornya, Johan Jensen, untuk mencuri "Scriptum Mortis", sebuah buku rahasia yang berisi informasi tentang operasi kartel terbesar di Meksiko. Buku tersebut berada di tangan Axel von Bergen, seorang pengusaha kaya dan berpengaruh.
Namun, misi ini diwarnai dengan kehadiran Axelrod River (Maverick), pemimpin kartel berbahaya yang menguasai jalanan Meksiko. Axelrod River dikenal sebagai pria yang kejam, cerdas dan memiliki jaringan yang luas. Mentor Zoe memperingatkan bahwa Axelrod River adalah musuh yang tidak terduga dan harus diwaspadai.
Dengan kecerdasan, keberanian dan kemampuan analisis yang tajam, Zoe harus menghadapi Axelrod River dan mengungkap kebenaran tentang buku tersebut. Sementara itu, dia juga harus menghadapi konflik internal tentang motifnya sendiri dan moralitas misinya.
Apakah Zoe berhasil menyelesaikan misinya dan mengungkap kebenaran tentang "Scriptum Mortis"?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elsa safitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejutan
...***...
Maverick dan Zoe duduk di meja yang sama, namun mereka tidak banyak bicara. Zoe merendam tangannya yang memar ke dalam air es, mencoba untuk meredakan rasa sakitnya. Sementara itu, Maverick membungkus kakinya dengan perban, wajahnya tidak menunjukkan rasa sakit meskipun kakinya terluka.
Suasana di ruangan itu tampak canggung, dengan hanya suara air es yang mengalir dan suara perban yang dibungkus. Mereka berdua memiliki kesibukan masing-masing, tapi keheningan di antara mereka terasa tidak nyaman. Zoe tidak tahu apa yang harus dikatakan, dan Maverick juga tidak tampak ingin berbicara. Mereka hanya duduk di sana, masing-masing terjebak dalam pikiran mereka sendiri.
Maverick tiba-tiba mengangkat kepala dan bertanya dengan suara yang dalam dan serius, "Apa yang akan kau lakukan dengan Scriptum Mortis?" Zoe terkejut dan menoleh ke arahnya. Mata mereka bertemu dalam sekejap dan membuat dia merasa terintimidasi.
Zoe ragu-ragu sebelum menjawab, "Mungkin melenyapkannya?" Suaranya sedikit tidak yakin, dan dia menunggu reaksi Maverick yang masih menatapnya dengan mata yang tajam dan penuh pertanyaan.
Maverick mengubah posisi duduknya, menghadap langsung ke arah Zoe dengan mata yang masih menatap lurus dan serius. "Kau terdengar tidak yakin," katanya, suaranya rendah dan tajam. "Siapa yang menyuruhmu? Apa kau tahu buku apa yang sedang kau cari itu?"
Zoe mengangkat pandangannya, menatap Maverick dengan sedikit kecurigaan. "Mentorku," jawabnya singkat. Lalu, dia menambahkan dengan nada yang sedikit defensif, "Tapi, untuk apa aku mengatakan semua itu padamu? Bukankah ini termasuk rahasia?"
Sambil berbicara, Zoe mengangkat tangannya dari kubangan air es dan mulai mengeringkan kulitnya dengan handuk kecil, gerakannya pelan dan hati-hati.
Maverick bersandar ke sofa, memejamkan matanya seolah-olah sedang beristirahat. "Kita rekan, aku bahkan sudah mengatakan alasanku untuk bekerja sama denganmu. Apa yang kau khawatirkan?"
Sementara itu, Zoe beranjak dari sofa dan berjalan ke arah dapur untuk menyimpan air es yang masih tersisa. Dia bergerak dengan pelan, seolah-olah sedang berpikir tentang sesuatu. "Aku hanya mendapat perintah dari atasanku, dan itu sudah cukup," jawabnya dengan suara yang datar. "Aku tidak punya alasan lain."
Maverick menghela nafas panjang, seolah-olah sedang melepaskan kekecewaan. Lalu, dia berbaring di sofa dan kembali memejamkan matanya. Wajahnya terlihat santai namun kata-katanya mengandung nada yang lebih dalam. "Tidak menarik. Kenapa repot-repot mempertaruhkan nyawa hanya untuk mendengarkan atasanmu. Kau harus hidup dengan prinsipmu sendiri."
"Tapi itu memang pekerjaanku. Aku bahkan pernah melintasi lautan hanya untuk menangkap seorang pencuri."
Zoe menyahut dengan sedikit suara tawa, mencoba untuk mengurangi ketegangan di udara. Namun, Maverick tidak lagi membuat tanggapan. Dia hanya terdiam, dan beberapa detik kemudian, suara napasnya menjadi lebih dalam dan teratur, menandakan bahwa dia telah terlelap dalam tidurnya.
Keesokan paginya, Zoe bangun dengan semangat untuk memulai hari dengan olahraga dan sarapan. Namun, saat dia melewati sofa tempat Maverick tidur semalam, dia terkejut menemukan bahwa sofa itu sudah kosong. Bantal dan selimut masih tergeletak di sana, tapi tidak ada tanda-tanda Maverick. Zoe merasa bingung dan sedikit khawatir, karena dia tidak tahu kemana pria itu pergi. Dia mencari-cari di sekitar ruangan, tapi tidak ada jejak Maverick.
Seolah pria itu pergi atau menghilang.
"Kapan dia pergi? Padahal ini masih sangat pagi," gumam Zoe, tapi dia tidak terlalu memikirkannya. Dia memutuskan untuk mengabaikannya dan melanjutkan rutinitas paginya. Dia pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajah dan menggosok gigi.
Setelah itu, dia menyiapkan sarapan dan makan dengan tenang. Kemudian, dia melanjutkan dengan melakukan latihan angkat besi di gym pribadinya. Dia memulai dengan mengangkat beban yang cukup berat, sambil memfokuskan pikirannya pada gerakan yang tepat dan mengatur napasnya.
Setelah beberapa jam berolahraga, Zoe memutuskan untuk bersantai di ruang tamu. Dia duduk di sofa yang nyaman, menonton televisi sambil menikmati teh hangat yang baru saja dia buat. Suasana yang tenang dan nyaman membuatnya merasa santai dan rileks.
Namun, ketenangan itu terganggu ketika bel pintu berbunyi. Zoe terkejut dan mengangkat alisnya, karena tidak biasanya ada orang yang bertamu ke rumahnya. Dia ragu-ragu sejenak, lalu bangkit dari sofa dan berjalan ke arah pintu untuk membukanya.
Zoe membuka pintu dan menemukan seorang pelayan yang berdiri di ambang pintu dengan surat di tangan. Dia terlihat bingung dan mengangkat alisnya, karena tidak mengharapkan ada orang yang mengirimkan surat kepadanya.
"Apa itu?"
Pelayan itu memberikan senyum yang sopan dan menjawab, "Nona, seseorang meminta saya untuk mengantarkan ini padamu."
Zoe mengambil surat tersebut dari pelayan dan berterima kasih. Dia menutup pintu dan membuka kertas itu dengan rasa penasaran. Namun, saat dia membaca isi surat itu, dia membola terkejut. Di sana hanya terdapat satu kata: "BOOM".
Zoe langsung tersadar dan merasa ada bahaya yang mengancam. Dia segera meninggalkan ruangan itu dengan cepat, menarik tangan pelayan yang masih berjalan di koridor dan membawanya menjauh dari apartemennya.
Beberapa detik kemudian, suara ledakan keras terdengar dan Kamar itu meledak. Zoe segera mendorong pelayan itu untuk masuk ke dalam lift, memastikan bahwa dia aman dari efek ledakan. Namun, Zoe sendiri tidak dapat menyusul dan terpaksa menutup diri untuk melindungi diri dari efek ledakan yang semakin kuat. Dia menunduk dan menutup wajahnya dengan lengan, berharap bahwa ledakan itu tidak akan terlalu parah.
Zoe merasa lega karena ledakan itu hanya mengenai sedikit punggungnya, tidak lebih parah dari itu. Dia berhasil selamat dan segera berlari menuruni tangga dengan nafas yang terengah-engah. Sambil berlari, dia tidak bisa berhenti memikirkan siapa yang menyimpan bom di apartemennya dan kenapa mereka melakukan itu. Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalanya, membuatnya merasa semakin bingung dan marah.
"Gila.. Aku akan berhenti dan kembali ke Norwegia!"