✍🏻 Spin-off Dearest Mr Vallian 👇🏻
Cinta itu buta, tapi bagaimana jika kau menemukan cinta saat kau memang benar-benar buta? Itulah yang di alami Claire, gadis berusia 25 tahun itu menemukan tambatan hatinya meskipun dengan kekurangannya.
Jalinan cinta Claire berjalan dengan baik, Grey adalah pria pertama yang mampu menyentuh hati Claire. Namun kenyataan pahit datang ketika Claire kembali mendapatkan penglihatannya. Karena di saat itu juga, Claire kehilangan cintanya.
"Aku gagal melupakanmu, aku gagal menghapus bayang-bayangmu, aku tidak bisa berhenti merindukanmu. Datanglah padaku, temuinaku sekali saja dan katakan jika kau tidak menginginkanku lagi." Claire memejamkan matanya mencoba merasakan kembali kehadiran kekasih hatinya yang tiba-tiba menghilang entah kemana.
📝Novel ini alurnya maju mundur ya, harap perhatikan setiap tanda baca yang author sematkan disetiap paragraf 🙂
Bantu support dengan cara like, subscribe, vote, dan komen.
Follow FB author : Maria U Mudjiono
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 16
"Kau mau kemana?" tanya Ben melihatku keluar bengkel saat makan siang.
"Makan siang," jawabku. Ben terlihat bingung karena di bengkel banyak makanan yang sudah dibeli Jimmy.
"Bukannya..."
"Sudah jangan banyak tanya, kita sekarang berbeda, Ben. Aku punya kekasih sedangkan kau tidak punya, kau paham sekarang?" Ben yang tadinya bingung jadi terlihat kesal setelah mendengar jawabanku.
"Aku pergi dulu," kataku mengambil kunci mobil Ben dan bergegas menemui Claire. Sebelum kerumah Claire, aku mampir kesebuah restoran untuk membeli makanan. Ini adalah salah satu alasanku agar bisa sering-sering bersama Claire, lalu akan tinggal bersama dirumahnya.
"Babe, aku datang!" teriakku begitu memasuki toko bunga Claire.
"Kau datang lagi?" Claire tidak tampak terkejut kerena beberapa hari ini aku sering datang dengan berbagai alasan.
"Sekarang aku punya kekasih, jadi aku ingin makan siang bersama kekasihku." aku meletakkan makanan diatas meja dan menyajikannya.
"Ayo kita makan, aku sudah sangat lapar." aku menyodorkan makanan untuk Claire.
"Apa Boss mu tidak masalah jika kau keluar bengkel untuk makan siang seperti ini?" tanya Claire sambil memakan makanannya.
"Sama sekali tidak masalah." tentu saja Ben tidak akan mempermasalahkan jika aku keluar bengkel. Tapi, jika Ben mempermasalahkan nya, aku juga tidak perduli.
"Babe, sebenarnya aku ingin berhenti kerja di bengkel." kataku setelah selesai makan.
"Kenapa? Apa ada masalah?"
"Masalahnya, pemilik bengkel itu temanku. Dia cukup baik. Dia punya adik perempuan, dan setelah adiknya tahu jika aku bekerja di bengkel kakaknya, dia jadi sering datang ke bengkel. Itu membuatku tidak nyaman bekerja disana, menurutmu bagaimana?"
"Jika itu membuatmu tidak nyaman, sebalik berhenti saja. Tapi setelah berhenti kau akan kerja apa?" aku tersenyum lebar mendengar jawaban Claire yang sesuai dengan prediksiku.
"Bagaimana jika aku bekerja padamu? Maksudku, aku membantu mengurus toko dan tanaman bunga di rumah kaca. Bukankah bibi Elodi hanya datang satu atau dua minggu sekali?" Claire terdiam seperti memikirkan sesuatu. Mungkin Claire ragu atau takut, karena belum lama mengenalku.
"Tapi aku tidak punya cukup uang untuk menggaji seorang pekerja," kata Claire pelan.
"Jangan khawatirkan soal itu. Sebagai bayarannya, bolehkan aku tinggal di rumahmu? Kau tahu bukan jika aku dulu seorang pencuri yang hidup menggelandang. Aku tidak punya rumah, saat ini aku hanya tinggal di bengkel karena aku bekerja disana. Tapi jika aku sudah tidak bekerja disana, aku tidak mungkin tinggal di bengkel itu, kan?" Aku dengan lancar mengarang indah. Seperti aku bisa menjadi sutradara film jika kemampuan mengarangku ini sering di asah.
"Tapi..."
"Kau jangan khawatir, aku janji tidak akan berbuat macam-macam padamu. Tujuan hidupku sekarang adalah dirimu, aku tidak akan menyakiti atau berniat jahat padamu." Aku meyakinkan Claire.
"Aku tahu jika kau masih ragu, kita belum lama kenal, itu wajar jika kau ragu padaku. Satu yang pasti, akan ku buktikan padamu jika aku benar-benar tulus mencintaimu. Mungkin ini terdengar bullshit, tapi inilah yang aku rasakan, inilah isi hatiku, bukan sekedar kata pemanis agar kau luluh padaku. Karena aku tidak sepandai itu untuk merayu wanita." kali ini aku benar-benar jujur. Apa yang aku katakan bukan karangan indah, karena aku memang tidak pernah merayu wanita. Sebab tanpa aku rayu, para wanita itu datang padaku meskipun berulang kali aku tolak. Tidak ada yang benar-benar membuatku tertarik hingga akhirnya aku bertemu dengan Claire.
.....
"Kau benar-benar akan pergi dari bengkel ini?" tanya Ben memastikan, saat aku berkata akan pergi dari bengkelnya.
"Kenapa? Apa kau merasa kehilangan?"
"Ckk aku pria normal yang hanya suka dengan gadis seksi." kata Ben sinis.
"Aku tidak mengatakan jika kau tidak normal."
"Lalu kau akan tinggal dimana? Apa kau setuju menikah dengan Adeline?"
"Kau pikir aku tidak laku?" sungutku kesal. "Selain baik, aku juga pria terhormat. Aku tidak mungkin menikah dengan Adeline, yang benar saja." sambungku tidak percaya dengan pertanyaan Ben.
"Karena kau baik dan terhormat, biasanya orang seperti itu akan bersedia menikah wanita seperti Adeline dan membimbingnya kejalan yang benar." kata Ben menaik turunkan alisnya.
"Jika semua wanita seperti Adeline di bimbing ke jalan yang benar. Maka kau tidak akan bisa berkencan, maksudmu begitu?" balasku. Aku sangat tahu jika Ben suka berkencan dengan wanita malam.
"Sial!" umpat Ben merasa kalah. Aku tertawa keras mendengar itu.
"Baiklah, akan aku beri tahu." kataku. Aku tahu Ben perduli padaku meskipun dia banyak menggerutu dengan sikapkunyang suka seenaknya ini.
"Aku akan tinggal bersama Claire. Kemarin Daddy datang kesini dan mengancamku menggunakan Claire, aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Claire. Itu sebabnya aku akan tinggal bersamanya dan memastikan jika Claire aman dalam pengawasanku." jelasku.
"Jadi kemarin Tuan Anderson kesini?" aku mengangguk. "Baiklah, jika itu sudah menjadi keputusan mu. Aku yakin kau lebih tahu bagaimana Daddy mu. Semoga Claire baik-baik saja, dan hubungan kalian berjalan lancar." kata Ben terdengar tulus.
"Aku jadi penasaran seperti apa Claire itu,"
"Dia adalah kesempurnaan dalam hidupku. Ya, aku tahu jika tidak ada yang sempurna di dunia ini. Tapi bagiku Claire adalah penyempurna." aku tersenyum membayangkan wajah cantik dan mata berbinar Claire.
"Jika kau berkata seperti itu, maka aku percaya. Kau tidak pernah seperti ini sebelumnya,"
"Karena aku adalah pria spesial, hanya untuk Claire yang sempurna."
"Ckk, kau mulai lagi." jengah Ben mendengarku memuji diri sendiri.
"Ayo kita ke Bar." ajak Ben.
"Tidak, sebaiknya kita ke Mall."
"Untuk apa?"
"Kau akan tahu nanti," aku tersenyum tipis merencanakan sesuatu yang pasti akan membuat Ben kesal.
Sesampainya di Mall, aku mengajak Ben ke toko baju. Ben hanya mengikuti tanpa banyak bertanya, namun saat aku mulai memilih-milih baju, Ben terlihat heran.
"Ini untuk siapa?" tanya Ben.
"Ben, aku akan tinggal di rumah Claire,"
"Ya, aku tahu itu. Kita sudah membicarakannya dirumah,"
"Aku perlu pakaian saat aku tinggal disana. Selama ini aku pinjam pakaian mu, sangat tidak mungkin aku kembali ke bengkelmu hanya untuk ganti baju." jelasku, Ben mengangguk paham. Sesaat kemudian Ben kembali bertanya.
"Lalu siapa yang akan membayar ini?"
"Tentu saja kau, bukankah selama ini aku juga bekerja di bengkelmu." jawabanku berhasil membuat mata Ben membulat sempurna.
"Bekerja kau bilang? Katakan padaku pekerjaan mana yang kau kerjakan dari awal sampai akhir?" Ben terlihat kesal.
"Ben, jangan terlalu perhitungan padaku. Kau tahu kan jika aku ini orang yang sangat tahu terimakasih," kataku sambil memilih bajunya g aku inginkan.
"Memilih seorang teman itu sangat penting," gumam Ben, aku bisa mendengarnya.
"Kau benar. Dan kau sudah mendapatkan teman yang tepat seperti aku. Kau tahu, pertemanan kita adalah pertemanan yang sempurna. Saling membantu satu sama lain." Ben mantap sinis mendengar perkataanku.
Akhirnya aku sudah selesai berbelanja pakaian, dan perlengkapan pribadiku, lengkap dengan parfum dan kopernya. Dan semua belanjaan ku dibayar oleh Ben, sudah aku katakan bukan jika pertemanan kami adalah pertemanan yang sangat sempurna. Meskipun terlihat kesal dan menggerutu, tapi Ben tetap mau membayar belanjaan ku.
*
*
*
*
*
TBC
Harry merasa tak bisa menempatkan diri, padahal Nick sudah menganggap Harry seperti sahabatnya. Gua rasa Sara Dan Nick bs menerima nya..