Ini tentang Xeira, tentang kisah cintanya dengan Jeffery sang artis juga model ternama, tentang rasa sayang Xeira pada Alexa sang adik dan tentang rasa cemasnya.
Xeira sangat menyayangi sang Adik, tak sekali pun dia menolak apa yang menjadi keinginan adik tercintanya namun satu hal yang menjadikan Xeira bimbang untuk mengambulkan salah satu permintaan sang adik, Jeffery. seorang pria yang adiknya dambakan sebagai seorang kekasih nyatanya adalah kekasih Xeira, pria yang Xeira cintai di dalam hidupnya.
Akankah Xeira memilih kembali menuruti sang adik dan melepaskan Jeffery, atau tetap mempertahankan pria itu dan menolak apa yang menjadi keinginan sang adik?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Firda 236, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEPULUH
"Pak Dimas?" Dimas menoleh, mungkin bisa lebih tepat di bilang menatap ke arah ku.
"Xei!" dia mengulas senyum entah kenapa aku merasa atmosfir di sekelilingku mendadak berubah.
"Ada apa ya Pak?" aku bertanya, dengan tak sedikitpun melepaskan tangan Jeffery, bahkan sekarang di ikuti ibu jari ku yang mengusap punggung tangan Jeffery lembut. Menenangkannya yang mungkin cemburu.
"Tidak papa. Saya hanya ingin mengembalikan sapu tangan kamu yang saya pinjam tadi. Ini! " tangan ku hendak terulur namun tangan Jeffery sudah lebih dulu menyambar sapu tangan di tangan Dimas.
"Makasih. Udahkan? Ngapain masih di sini?" Dimas hanya terkekeh sebelum menunduk sopan dan berlalu melewati sisi ku.
Sempat ku dengar suaranya yang mengucap 'selamat malam, semoga mimpi indah' tepat di sampingku sebelum berlalu dengan kekehan turun ke bawah dan menghilang di balik pintu.
Aku menatap Jeffery yang masih melihat ke tempat dimana Dimas menghilang dengan pandangan tak suka, jangan lupakan tangannya yang meremas sapu tangan ku kuat. Aku menggeleng keci, sebelum melabuhkan usapan lembut di pipinya.
"Jeff, udah malem. Kamu juga harus istirahat" dia menatap ku enggan di iringi pelukan erat juga membenamkan wajahnya di leher ku.
"Aku gak suka baby." aku tertawa kecil.
"Dia cuma balikin sapu tangan tadi aja kok"
"Kamu gak bakal paham modus cowok kayak si damas damas itu! Mana ada orang yang balikin sapu tangan tengah malem gini? Kayak gak ada besok lagi aja!" aku semakin terkikik. Melepaskan pelukan dan menggenggam ke dua tangan Jeffery, mengambil alih sapu tangan di genggamannya dan membuangnya ke tong sampah yang tak jauh dari posisi kami.
"Happy?" Jeffery mengangguk, dengan pelukan yang kembali pria itu labuhkan pada tubuh ku.
"Little bit" dia mengurai pelukan menggantinya dengan usapan lembut di wajah ku tak lupa kecupan yang mendarat di kening ku lembut.
"Have a sweet dream Baby. Call me if you need me" aku mengangguk, membiarkannya sekali lagi mencium kening ku sebelum kemudian beranjak menuju kamarnya yang berada di bagian kiri. Di susul aku yang mulai masuk ke dalam kamar. Malam sudah semakin larut.
_
Sinar mata hari yang sedikit menyilaukan mengganggu tidur ku, aku berbalik mencoba menghindar dari cahaya yang kini mengusap punggungku manja di ikuti usapan lembut jemari panjang di rambut ku yang berantakan. Rasa nyaman semakin menggelayuti mata ku, membuat ku hendak kembali masuk ke dalam mimpi sebelum suara lembut menyapa telinga ku. Mencegah untuk kembali tidur.
"Wake up baby" aku sedikit membuka mata, membiaskan cahaya masuk menatap sayu pada Jeffery dengan rambut yang masih basah. Nampak semakin mempesona.
Mungkin dia malaikat bukannya Jeffery, karena mana mungkin ada pria sebaik dan setampan itu dalam kehidupan yang keras ini. Aku yakin dia malaikat.
"Jeff?" aku memastikan.
"Yes me? Let's wake up baby. It's been 9 'oclok!" mata ku terbuka sempurna, menatap tepat pada jam digital di atas nakas yang menunjukan angka 8 dan 30 di belakangnya. Astaga aku telat bangun!
"Jeff, astaga! Aku telat. I'm sorry" ucap ku lesu, beranjak pelan untuk duduk.
Tangan Jeffery cekatan, mengambil segelas air di atas nakas dan menyerahkannya pada ku yang menerima itu dengan baik, meminumnya perlahan.
"Semuanya sudah bangun?"
"Ya. Mereka menunggu mu untuk makan bersama" aku menatap terkejut, dan tanpa basa basi lagi segera beranjak menuju kamar mandi.
Beberapa saat kemudian kami berdua turun menuju meja makan yang sudah penuh dengan semua orang. Aku menatap tak enak.