Figo derlangga tidak pernah tertarik dengan wanita manapun, laki laki itu hanya tertarik dengan James, asisten laki laki pribadinya.
Keadaan seketika berubah drastis ketika Figo bertemu dengan maid baru dirumah miliknya .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xxkntng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Dipecat
Figo melangkahkan kaki memasuki rumah megahnya dengan wajah lelah. Melewati ruang makan, ia mendengar suara ibunya, Mona, memanggil.
"Figo," panggil Mona yang baru saja menyadari kehadiran putranya.
Figo berhenti sejenak, menoleh dengan ekspresi datar.
"Apa kau baru keluar dari rumah pelayan?" tanya Mona, matanya menyapu tubuh Figo yang bertelanjang dada.
Tanpa menjawab, Figo kembali melangkah naik ke lantai atas, berniat segera mandi. Namun, langkahnya terhenti ketika ia berpapasan dengan John, asisten pribadinya, yang keluar dari kamar Valerie.
"Selamat pagi, Tuan," sapa John sopan.
Figo menaikkan satu alis, menatap John dengan intens.
"Emm... semalam aku..." John berhenti sejenak, terlihat ragu.
"Kau tidak perlu menjelaskan. Aku sudah tahu," potong Figo.
John mengangguk kecil. "Hari ini ada jadwal meeting dengan perusahaan LA Crop."
"Apa kau akan hadir?"
"Siapkan dokumennya. " ucap Figo.
"Tentu, Tuan. Saya akan menyiapkan semuanya."
Figo mengangguk tanpa ekspresi dan melangkah masuk ke kamarnya. Dia langsung menuju kamar mandi, melepaskan celana jogernya, dan berendam di bath-up untuk meredakan pikirannya yang berkecamuk.
Di lantai bawah, Shearen melangkah memasuki dapur, membawa secangkir teh hangat untuk Mona.
"Selamat pagi, Nyonya," sapanya ramah.
Namun, Mona menatapnya dengan sinis. "Apa kau tahu jam kerja dimulai pukul berapa?" tanyanya ketus.
Shearen menunduk, mencoba bersikap tenang. "Saya hanya pelayan, Nyonya."
"Kalau kau tahu, kenapa tidak bekerja? Aku tidak ingin anakku membuang uang hanya untuk menggaji wanita pemalas sepertimu," ucap Mona tajam.
Tanpa peringatan, Valerie muncul dan menampar wajah Shearen dengan keras.
"Sudah kubilang, jika kau ingin bekerja di sini, tunjukkan sopan santunmu," katanya dengan nada menusuk. "Aku tidak butuh pelayan seperti dirimu. Mulai besok, kau harus pergi. Bereskan barang-barangmu sekarang juga!"
John, yang menyaksikan semua itu, segera mendekat dan membantu Shearen berdiri. "Apa kau baik-baik saja?" tanyanya dengan khawatir.
"Aku akan pergi," ucap Shearen, lalu berjalan keluar dari rumah itu.
"Apa kau ingin bernasib sama dengannya, John? Jangan pernah membantu wanita itu. Aku membencinya," celetuk Valerie.
"Apa kau yakin memecat Shearen? Pikirkan ini berkali-kali," ucap John.
"Aku sangat yakin. Untuk apa aku mempekerjakan wanita pemalas dan kurang ajar sepertinya."
"Kurasa hidupmu yang akan tidak aman jika Shearen pergi dari rumah ini," ucap John.
"Katakan, apa maksudmu?" Mona menaikkan alisnya menatap John.
"Aku tidak ingin menceritakan hal yang lebih dari itu kepadamu," jawab John.
Shearen menghapus air matanya, lalu keluar meninggalkan ruang tengah dan segera kembali ke kamarnya untuk membereskan barang-barangnya.
Ia memasukkan beberapa pakaian ke dalam tas, juga buku-buku yang sempat ia bawa waktu itu. Setelah selesai, Shearen berjalan keluar dari rumah.
"Aku akan mengantarkanmu," ucap John dengan nada tegas.
Shearen menggeleng pelan. "Aku bisa berjalan sampai halte bus. Kau tidak perlu mengantarkanku."
John mengabaikan jawabannya. "Figo masih mandi di kamarnya, itu pasti lama. Aku akan mengantarkanmu," katanya sambil menarik tas di tangan Shearen dan memasukkannya ke bagasi mobil.
"Masuklah. Jangan banyak mengelak," ucapnya sambil membukakan pintu penumpang.
Shearen akhirnya menyerah, masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi depan. Ia menatap lurus ke depan, mencoba menutupi kegelisahannya.
"Kau ingin pergi ke mana?" tanya John memecah keheningan.
"Apa kau tidak ingin berpamitan dulu kepada Tuan Figo? Aku takut dia akan mencarimu nanti," lanjutnya.
"Tidak," jawab Shearen singkat. "Itu hanya akan memperumit hidupku."
"Kau akan pergi ke mana? Apa kau memiliki rumah di sini?" tanya John lagi.
"Antarkan aku sampai halte depan saja. Aku akan mencari tempat tinggalku sendiri," jawab Shearen, suaranya terdengar lemah.
John menggeleng pelan. "Aku akan mengantarkanmu sampai tujuan. Katakan saja ke mana kau ingin pergi."
"Aku tidak tahu," gumam Shearen. "Aku akan mencari kos di sekitar sini sembari mencari pekerjaan baru."
John melirik Shearen sekilas. "Sebelum kau melamar bekerja di rumah Tuan Figo, kau tinggal di mana?"
"Aku tinggal bersama Elena dan Ibu Adeline, tapi rumah itu sudah dijual setelah kami pindah ke sini," jawab Shearen.
John menghela napas panjang. "Berarti kau tidak memiliki rumah?"
Shearen hanya menggelengkan kepala.
"Aku tahu sebuah apartemen milik keluarga Alexander yang sudah lama kosong. Kau bisa tinggal di sana untuk sementara," tawar John.
"Tidak usah. Aku tidak ingin berurusan dengan keluarga itu lagi," jawab Shearen tegas.
John mengetuk setir mobilnya pelan, berpikir sejenak. "Shearen, kota ini luas. Jika kau tidak memiliki tempat tinggal, kau bisa menghadapi bahaya. Tinggallah di apartemen itu. Setidaknya di sana aman."
Shearen menatap John, matanya dipenuhi rasa ragu. "Jika kau tahu di mana aku tinggal, apa kau akan memberitahu Figo? Kumohon, jangan," pintanya dengan suara lirih.
John tersenyum kecil. "Aku tidak akan memberitahunya. Pegang janjiku."
Mobil melaju perlahan meninggalkan rumah besar itu. Dalam perjalanan, Shearen hanya terdiam, berusaha menenangkan pikirannya yang kacau.