Kinanti, seorang gadis sederhana dari desa kecil, hidup dalam kesederhanaan bersama keluarganya. Dia bekerja sebagai karyawan di sebuah pabrik untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup.
Kehidupannya yang biasa mulai berubah ketika rencana pernikahannya dengan Fabio, seorang pria kota, hancur berantakan.
Fabio, yang sebelumnya mencintai Kinanti, tergoda oleh mantan kekasihnya dan memutuskan untuk membatalkan pernikahan mereka. Pengkhianatan itu membuat Kinanti terluka dan merasa dirinya tidak berharga.
Suatu hari, ayah Kinanti menemukan sebuah cermin tua di bawah pohon besar saat sedang bekerja di ladang. Cermin itu dibawa pulang dan diletakkan di rumah mereka. Awalnya, keluarga Kinanti menganggapnya hanya sebagai benda tua biasa.Namun cermin itu ternyata bisa membuat Kinanti terlihat cantik dan menarik .
Kinanti akhirnya bertemu laki-laki yang ternyata merupakan pengusaha kaya yaitu pemilik pabrik tempat dia bekerja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amelia's Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Sore itu, Kinanti mengendarai motornya pulang dari pabrik. Di tengah perjalanan, ia melihat seorang nenek tua tergeletak di tepi jalan. Dengan cepat, Kinanti menghentikan motornya dan berlari mendekat. Nenek itu terlihat sangat lemas, napasnya tersengal.
Kinanti mencoba membangunkan sang nenek, namun tidak ada respons. Dengan panik, ia meminta bantuan beberapa orang di sekitar untuk membawa nenek tersebut ke rumah sakit terdekat.
Setelah sampai di rumah sakit, dokter yang memeriksa mengatakan bahwa gula darah nenek itu turun drastis, sehingga ia kehilangan kesadaran. Saat ditanya tentang keluarga nenek, sang nenek hanya bisa menyebutkan bahwa keluarganya tinggal jauh di kota besar dan sangat sibuk. Namun, pelayan setianya yang berada di dekat lokasi berhasil dihubungi oleh pihak rumah sakit.
Kinanti memutuskan untuk tetap menunggu hingga nenek itu sadar. Meski lelah setelah seharian bekerja, ia merasa tidak tega meninggalkan nenek sendirian.
Ketika sang nenek akhirnya sadar, ia membuka matanya perlahan dan melihat wajah Kinanti yang tersenyum lembut di samping tempat tidurnya. “Nenek... nenek sudah merasa lebih baik?” tanya Kinanti penuh perhatian.
Sang nenek mengangguk lemah. “Kamu yang menolong nenek, nak?”
Kinanti mengangguk. “Iya, Nek. Nenek pingsan di tepi jalan, jadi saya bawa ke rumah sakit.”
Mata nenek itu berkaca-kaca. “Terima kasih, nak. Nenek tidak tahu bagaimana jadinya kalau tidak ada kamu.”
Pelayan nenek itu datang beberapa saat kemudian membawa beberapa perlengkapan dan keperluan. Nenek itu memandang Kinanti dengan penuh rasa syukur. “Kamu sangat baik hati. Boleh tahu siapa namamu, nak?”
“Saya Kinanti, Nek. Tapi, panggil saja Kinan.”
Sang nenek tersenyum. “Kinanti... Nama yang indah. Nenek sangat menyukaimu. Kamu mengingatkan nenek pada seseorang yang dulu dekat dengan nenek.”
Kinanti tersenyum malu. “Terima kasih, Nek. Saya hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan.”
Sang nenek menggenggam tangan Kinanti. “Nenek tidak akan melupakan kebaikanmu, Kinan. Jika nenek bisa membalas budi, nenek pasti akan melakukannya.”
Kinanti hanya tersenyum sambil menggeleng. “Tidak perlu, Nek. Melihat nenek sehat saja sudah cukup bagi saya.”Kinan dengan mengelus tangan sang nenek.
"Nenek senang sekali bisa kenal sama kamu, selain cantik kamu juga baik dan lembut. "Sang nenek memuji kecantikan Kinanti.
"Nenek terlalu berlebihan, kalau cantik aku enggak akan ditinggal menikah sama tunanganku nek."Kinan tersenyum getir.
"Tega sekali laki-laki itu, semoga kamu mendapat laki-laki yang lebih baik ya Kinan."Nenek tersenyum ke arah Kinan.
"Nek, Kinan pulang dulu ya, Nenek sama bik Asih dulu, sampai dokter memperbolehkan Nenek pulang."Kinan mencium tangan Nenek Lastri.
"Iya nak, hati-hati ya,"ujar Nenek Lastri.
Setelah memastikan nenek itu dalam kondisi baik dan ada yang merawatnya, Kinanti berpamitan. Namun, pertemuan itu meninggalkan kesan mendalam di hati sang nenek. Nenek itu merasa ada ikatan yang tak biasa dengan Kinanti, seolah semesta mempertemukan mereka untuk alasan tertentu.
Setibanya di rumah, Kinanti dikejutkan dengan kondisi ayahnya yang duduk memegangi dadanya dengan wajah pucat. Ayahnya terlihat kesakitan dan sulit bernapas.
“Bapak kenapa? Apa sakit lagi?” tanya Kinanti panik sambil mendekati ayahnya.
“Sedikit nyeri di dada, Nak. Tidak apa-apa,” jawab ayahnya dengan suara lemah.
Namun, Kinanti tidak percaya begitu saja. Ia merasa ada yang serius dengan kondisi ayahnya. Dengan cepat, ia meminta bantuan pada keluarganya dan tetangganya, berharap ada yang mau membantu membawa ayahnya ke rumah sakit.
Ia mendatangi rumah Pak RT terlebih dahulu. “Pak, tolong saya. Ayah saya sakit, saya perlu mobil untuk membawa beliau ke rumah sakit.”
Namun, Pak RT hanya menggeleng dengan alasan mobilnya sedang rusak. “Maaf ya, Nak Kinan. Mobil saya sedang tidak bisa digunakan. Semoga ada tetangga lain yang bisa membantu.”
Kinanti merasa kecewa, tetapi ia tetap mencoba mencari bantuan dari tetangga lainnya. Sayangnya, banyak dari mereka seolah menutup mata terhadap kesulitannya. Beberapa bahkan berpura-pura sibuk atau tidak mendengar panggilannya.
Dalam keputusasaan, Kinanti akhirnya memutuskan untuk meminta bantuan kepada pamannya, ayah Citra. Namun, saat ia mengetuk pintu rumah pamannya, yang keluar adalah bibinya.
“Ada apa malam-malam begini, Kinan?” tanya bibinya dengan nada ketus.
“Bibi, Paman, tolong bantu saya. Ayah saya sakit dan butuh segera dibawa ke rumah sakit. Saya tidak punya kendaraan.”
Namun, bibinya hanya menggeleng sambil berkata, “Sudah malam, Kinan. Jalanan gelap, bahaya. Lagipula, Pamanmu sedang beristirahat. Carilah bantuan lain saja.”
Kinanti merasa hatinya remuk. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi. Ayahnya semakin terlihat kesakitan, dan waktu terus berjalan. Dengan penuh harapan, ia kembali ke rumah dan berlutut di samping ayahnya sambil terus berdoa kepada Allah.
“Ya Allah, hanya Engkau yang bisa menolong kami sekarang. Kumohon beri jalan keluar, selamatkan Bapak,” ucapnya dengan linangan air mata.
Tiba-tiba, suara motor terdengar berhenti di depan rumah. Kinanti bergegas keluar dan mendapati seorang pria yang tidak dikenalnya. Pria itu terlihat seperti petugas pengantar barang, tetapi dengan wajah penuh empati, ia berkata, “Saya dengar dari tetangga kalau ayah Anda sakit. Saya punya mobil pickup, kalau tidak keberatan, saya bisa membantu membawa beliau ke rumah sakit.”
"Alhamdulillah, iya pak, tidak apa-apa, biar bapak saya didepan saya dan ibu saya di belakang."Kinan dan petugas pengantar barang itu, bergegas memapah sang Ayah.
Kinanti merasa sangat bersyukur. Dengan bantuan pria itu, ayahnya akhirnya dibawa ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Kinanti terus berdoa agar ayahnya segera mendapatkan pertolongan dan kembali sehat.
"Ya Allah, kuatkan Ayah saya ya Allah."Kinanti terus berdoa.
Meskipun tetangga dan keluarga terdekatnya tidak peduli, Kinanti percaya bahwa Allah selalu punya cara untuk mengirimkan pertolongan."Terimakasih ya Allah atas pertolonganmu,"batin Kinanti.
Sesampainya di rumah ayah Kinanti langsung dibawa ke unit gawat darurat. Agar segera mendapat penanganan.
"Suster tolong Ayah saya."pekik Kinanti .
"Iya ,keluarga silahkan tunggu di luar,"ujar sang perawat.
"Baik suster."Kinanti menurut dan menunggu dengan perasaan khawatir. Kinanti akan mengingat semua perlakuan keluarga dan tetangganya yang tak peduli pada ayahnya. Padahal sang ayah sering membantu warga saat membersihkan rumah tetangga yang kebanjiran atau terkena musibah. Namun saat dia sakit tak ada yang peduli. Hati Kinan merasa perih hingga dadanya sesak.
"Mba, saya permisi, saya harus mengantarkan barang kembali."Sang kurir pergi dari Rumah Sakit.
"Iya Pak terimakasih banyak."Kinan mengucapkan terimakasih dengan mata berkaca-kaca . laki-laki berumur 38 tahun itu pergi dari hadapan Kinan.
Kinan terlihat mondar-mandir di depan pintu unit gawat darurat. Sang ibu pun ikut panik dan terus menangis. Belum ada kabar dari dalam sana. Tak lama dokter pun keluar.
"Keluarga pasien."Sang dokter memanggil.
"Iya dok. saya."Kinan berdiri dan menghampiri dokter.
"Bapak anda terkena serangan jantung, dan saat ini sudah kami tangani. Jadi besok akan ada keputusan untuk tindakan operasi. Tapi... biayanya cukup besar!"
"Deg."
bersambung
di awal minggu depan mulai pindah ke kantor pusat... ternyata mbulettt
di awal nenek lastri.. sekarang nenek parwati.. 😇😇😇
nyong mandan bingung kiye...