Banyak wanita muda yang menghilang secara misterius. Ditambah lagi, sudah tiga mayat ditemukan dengan kondisi mengenaskan.
Selidik punya selidik, ternyata semuanya bermula dari sebuah aplikasi kencan.
Parahnya, aparat penegak hukum menutup mata. Seolah melindungi tersangka.
Bella, detektif yang dimutasi dan pindah tugas ke kota tersebut sebagai kapten, segera menyelidiki kasus tersebut.
Dengan tim baru nya, Bella bertekad akan meringkus pelaku.
Dapatkah Bella dan anggotanya menguak segala kebenaran dan menangkap telak sang pelaku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DYD11
Matahari sudah nyaris dilahap senja, Bella dan Abirama berpamitan pulang. Edwin sang tuan rumah mengantarkan mereka di depan halaman.
Edwin mendongak menatap langit yang tampak muram. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.
"Semoga mereka sampai dengan selamat," gumamnya dan lekas berlalu masuk.
Langkahnya mengikuti anak tangga menuju ke kamar, begitu sampai ia lekas berdiri di tepian kaca dan menatap keluar.
Edwin menatap kanvas nya yang masih kosong, lalu melempar pandang menatap kembali langit yang mulai menggelap dan pepohonan yang mulai dilahap kabut.
Pria tampan itu segera duduk di atas kursi kayu hitam dan menyambar kuas nya.
"Indah ... sayang sekali jika kalian tidak ku abadikan ...." Gumamnya sembari melirik seseorang berjubah putih, melintasi jalan yang sama dengan kedua tamunya tadi.
Keningnya seketika berkerut. "Orang ini terlalu sering berlalu-lalang di sekitar sini. Malam itu juga sepertinya dia, apa jangan-jangan ..?!"
Edwin tampak menerawang, ia jadi kepikiran dengan dua tamunya yang belum saja 10 menit meninggalkan rumahnya. Benaknya menjadi cemas. Kembali ia meletakkan kuas di sisi kanvas dan lekas berdiri.
Ditatap nya bulir-bulir air yang sudah mulai beraksi membasahi bumi.
"Aku harus cepat!" Pria itu berlari menuju dapur dan menyambar jas hujan yang menggantung.
Setelah memastikan rumahnya terkunci rapat, ia menghamburkan langkahnya demi menyusul Bella dan Abirama.
Edwin mempercepat langkahnya, sebentar-sebentar tangannya yang kekar bersandar pada batang pohon dengan napas terengah-engah.
Sampai akhirnya, langkah kaki yang terburu-buru itu berhenti saat mendapati seseorang berjubah putih dengan sebilah pisau dalam genggaman, bediri tak jauh dari hadapan nya. Edwin mengerjap kala seseorang di balik jubah itu berbalik badan.
"Ternyata memang kau ...!" dengus Edwin.
Pria berjubah putih itu pun segera menutupi wajahnya dengan sebuah topeng dan langsung berlari, Edwin mengejarnya.
Pria misterius itu berlari dengan dada sengal, malam yang semakin merayap membuatnya sulit mengenali jalan. Hampir beberapa kali ia terpeleset.
Berbeda dengan Edwin, meskipun tak ada lagi cahaya, pria itu lebih unggul dengan jalanan yang tiap harinya ia lewati.
BRUGH!
Edwin menerjang pria yang sudah dekat dalam jangkauannya, pria misterius itu seketika tersungkur dan menjerit.
"Aarrgghhh ...!"
Pria misterius itu menjerit dan meringis, darah segar mengalir dari lengan kanan yang tertusuk oleh pisaunya sendiri.
Pria yang terduduk di bebatuan kerikil itu bergerak mundur saat Edwin mendekat. Ia rela menahan sakit dengan mencabut pisau yang masih tertancap di lengannya.
"Berani sekali kau--"
"Jangan mendekat!" Pria misterius itu mengayunkan pisaunya sebelum Edwin menyelesaikan ucapannya.
"Ternyata memang kau orangnya--"
BUGH!
Seolah tak memberikan kesempatan berbicara, pria misterius itu menendang Edwin hingga terpental. Edwin berguling-guling di jalanan menukik.
BRUGH!
Suasana gaduh mendadak sunyi, hanya suara rintik hujan yang berperan di dalam hutan itu kala kepala Edwin menghantam batu.
Pria misterius itu mendekat, mendorong-dorong tubuh Edwin dengan ujung sepatunya. Tak ada pergerakan dari pria yang sudah terkulai di rerumputan liar. Pria itu menatap datar darah segar yang mengalir di ujung pelipis Edwin, lalu mengedarkan pandangan ke lintas jalan yang dilalui Bella dan Abirama.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Pria yang mengenakan kostum serba putih serta topeng yang menutupi wajahnya, sejak tadi mengintai dua petugas divisi kriminal dari kejauhan.
"Kau, periksalah di sebelah sana. Aku di sebelah sini. Dan ini ...."
Ia terus mengamati Bella yang menyodorkan sebuah pisau lipat dan peluit kepada anggotanya. Di balik topengnya, ia terkekeh saat menyadari hanya salah satu dari mereka saja yang membawa senjata api.
"Fokuslah Abirama, dan ... hati-hati ...." Peringat Bella yang membuat bibir di balik topeng itu kembali terkekeh.
Begitu kedua petugas berpencar, pria misterius itu mengikuti kemana arah Bella pergi. Ia tampak penasaran, apa saja yang dipungut wanita cantik itu saat memeriksa TKP.
Bella berjalan semakin menjauh dari TKP yang diselidiki Abirama. Langkahnya semakin melaju. Pria misterius di belakang nya pun ikut menyesuaikan, tak ingin tertinggal langkah.
"Mau ke mana wanita itu? Di sana hanya ada bebatuan terjal," gumamnya di balik topeng.
Namun, pria itu seketika mematung. Kedua tangannya yang terbalut sarung tangan hitam terangkat ke udara. Matanya di balik topeng itu menatap lurus Bella yang mengarahkan senjata api ke arahnya.
"Sial!" dengusnya gusar.
Bella menatap tajam, wanita yang sejak tadi sudah menyadari tengah di ikuti, melangkah mendekat dengan hati-hati.
"Siapa kau sebenarnya?!" Tanya Bella dengan bola mata menyipit.
Pria itu bergeming, tak sepatah kata pun keluar dari bibirnya.
Bella menelisik dari kejauhan, ia menatap noda-noda merah di lengan pria itu.
'Ia terluka rupanya ....' Batin Bella yang semakin berjalan mendekat. 'Apa mungkin semudah ini untuk meringkus nya?'
Bella mengeluarkan borgol dari sakunya. Pria di hadapannya kini tersenyum karena mendapat celah.
BUGH!
DORRR!
Satu tembakan terlepas saat pria itu menendang tangan Bella, pistol pun terhempas di rerumputan.
Keduanya kini saling menerjang, menyikut dan menghantam. Bella dan psikopat gila itu berguling-guling saling mencekik. Mati-matian wanita itu berusaha membuka topeng yang menutupi wajah sang tersangka. Namun, ia selalu gagal saat pria itu berhasil mencekal.
Pria misterius itu mencekik dengan satu tangan, sementara satu tangan lainnya berusaha menggapai apapun yang ada di sekitarnya.
Di balik topengnya, pria itu menyeringai kejam. Satu tanganya sudah menggenggam sebuah batu besar.
BUGH!
*
*
*
edwiiinnnnn kamu bajingaaaannnnnn
Edwin psikopat yang udah ... entahlah sulit menjelaskannya 😀
Keren kamu Kak❤️