Payung Hitam

"B******n kau, Ril..!!!! Kalau kamu hanya ingin buat keributan dan main perempuan, lebih baik Lira kunikahi..!!"

Bang Rilo menghembuskan asap rokoknya asalnya. Jantungnya masih terasa di permainkan oleh keadaan.

"Aku nggak lagi main perempuan. Aku juga nggak ingin gila sembarang 'ngekeupin' perempuan. Aku terpaksa, Kepalaku sudah nyut-nyutan mikir Lira, kulamar tidak bisa, apalagi kunikahi. Siapa yang tidak stresss. Pekerjaanku jadi amburadul kepikiran Lira."

"Aku nggak ngerti. Yang aku tau sekarang Lira hamil." Sungguh emosi Bang Bayu membuat kedua Letnan itu nyaris baku hantam.

"Astaghfirullah hal adzim...!!!!!!!!! Diam kalian semua..!!!!" Bentak Bang Ribas mendengar kegaduhan di rumahnya.

~

Kedua Letnan duduk di hadapan Letkol Ribas. Tatapan mata itu masih saja tajam. Jika kedua juniornya itu tidak di pisahkan, entah apa yang akan terjadi.

"Memang saya yang buat Lira hamil, Bang..!!!!" Ujar Bang Rilo sudah sedemikian kesal sekaligus penuh sesal dan luka mendalam.

"Benarkah kamu tidak pernah menyentuh Lira??" Tanya Bang Ribas mendesak Bang Bayu.

"Siap.. tidak pernah, Bang." Jawab jujur Bang Bayu.

"Apa kau sudah puas????? Sekarang kamu jelaskan sejelas jelasnya apa yang sudah terjadi. Ulah gila mu ini buat anak saya nyaris lahir hari ini, Lira keguguran...!!!" Terdengar Bang Ribas masih meninggikan suaranya sambil membalas pesan dari ponselnya.

"Dua bulan lalu saya sudah matur Papa untuk menikahi Lira. Sungguh saya tidak ingin seperti ini, tapi Abang yang membuat saya terpaksa melakukannya. Tidak ada yang percaya dengan saya." Ucap tegas Bang Rilo.

"Nyatanya memang kamu memang tidak bisa di percaya..!!" Bang Ribas kembali menatap lekat wajah juniornya. "Papa bersedia menikahkan kamu dengan Lira di bawah syarat, tapi belum apa-apa kamu juga sudah melanggarnya."

Bang Ribas meletakan ponselnya dan membuka draft perjanjian yang di ajukan Papa Rama saat Bang Rilo memohon untuk menikahi adiknya itu.

"Papa bersedia menikahkan kamu tapi untuk sementara waktu tidak ada kontak fisik sebab Lira masih mendalami jenjang pendidikan, kedua.. saya belum mengijinkan secara resmi dan yang pasti penundaan ini demi kebaikan kalian." Ujar Bang Ribas. "Kamu melanggar seluruhnya, kamu malah langsung tancap gas hingga Lira hamil."

Bang Rilo menunduk. Perasaannya campur aduk. Bang Bayu yang jengah memilih diam sesaat dan tidak ikut campur meskipun jelas hatinya terasa sakit. Ingin marah pun sekarang tiada guna, hanya sesak di dada melukai batinnya.

"Bolehkah saya angkat bicara??" Kata Bang Bayu kemudian.

Bang Ribas sungguh menahan diri pasalnya ia pun menjaga hati dua wanita dalam hidupnya. "Katakan..!!"

"Mungkin Lira memang salah, tapi apa daya Lira sebagai seorang wanita. Saya yakin pastinya Lira sudah berusaha menolak tapi jelas tenaga laki-laki jauh lebih besar. Sekarang Lira sudah keguguran, tolong jangan di bahas masalah ini lagi..!!" Pinta Bang Bayu.

Jujur Bang Bayu kesal dengan sahabatnya tapi ini bukan saatnya berdebat masalah hati.

"Kita tunggu Papa..!!" Ujar Bang Ribas tidak bisa berpikir lagi.

-_-_-_-_-_-

Samping rumah dinas Bang Ribas terasa sunyi. Papa Rama mengurut keningnya, setelah berpikir beberapa saat beliau melihat sudut lain.. Bang Rilo duduk terdiam dengan pandangan kosong melompong, tak ada kata terucap. Tenaganya seakan lemas, habis tak bersisa.

"Kalau ingin menangis, menangislah..!! Kalau memang tidak sanggup menahan beban, jangan di tahan..!! Ini bukan saatnya berkeras hati, Le..!!" Nasihat Papa Rama.

Benar saja, beberapa saat kemudian Bang Rilo mulai gelisah, tubuh Bang Rilo gemetar, ia menangis sejadi-jadinya hingga lepas kendali.

"Sebegitu bejatnya kah saya sampai tidak ada yang percaya????"

"Rilooooo?????" Bang Ribas sungguh terkejut melihat reaksi juniornya yang kalap seperti banteng mengamuk.

"Abang ingin duel, kan???? Ingin menghabisi saya karena tidak terima Lira dekat dengan saya???? Ayo.. gelut ya gelut, saya tidak takut..!!" Teriak Bang Rilo.

Bang Bayu hendak melerai tapi Papa Rama menahannya, beliau turut meredam emosi Bang Bayu yang masih cukup tinggi.

Perkelahian Danton dan Danyon tak terhindarkan. Papa Rama membiarkannya, ia memberikan ruang pada menantunya untuk membela harga diri keluarga sekaligus membiarkan putranya memberi pelajaran bahwa Lira tetap memiliki kakak laki-laki yang akan selalu melindunginya bahkan di saat keadaan terdesak sekalipun.

Di luar perhitungan Papa Rama, Lira dan Mbak Niken menuju belakang rumah.

"Maaass.. jangan berkelahi..!!! Mas sudah janji tidak akan berkelahi lagi..!!!" Tegur Mbak Niken.

Hantaman Bang Ribas pun terhenti, Bang Rilo yang masih memendam amarah langsung mengarahkan tendangannya.

buugghhh..

"Punya nyawa berapa kau berani sentuh istri saya?????? Anak saya tidak sempat lahir karena kamu.. Danyon b*****t..!!!!!" Bentak Bang Rilo.

Lira sudah tidak sanggup sanggup berlari namun ia segera memeluk pria yang sedang terbakar amarah. "Sudah Om, cukup..!!!" Bujuk Lira.

Begitu sulitnya meredakan amarah Letnan Rilo, terpaksa Lira berjinjit dan melupakan segala aturan dan etika, melingkarkan kedua lengan di belakang tengkuk Bang Rilo lalu berjinjit mengecup bibirnya begitu dalam hingga Bang Rilo benar-benar tenang.

Setelah beberapa saat, Lira melepasnya. "Rilo junior masih ada. Jangan ribut lagi sama Bang Ribas..!!" Pinta Lira.

"Allahu Akbar, Alhamdulillah..!!" Tangis Bang Rilo kembali pecah. Bang Rilo menangis membenamkan diri pada sela leher Lira.

Bang Ribas yang baru memahami kenyataan bahwa adiknya sudah di nikahkan oleh Papa Rama akhirnya hanya bisa pasrah.

"Oomm.. Lira nggak kuat berdiri..!!!!" Ujar Lira merintih.

Bang Rilo pun sigap mengangkat Lira dan membawanya duduk di samping Papa Rama.

Beberapa saat kemudian ada sosok masuk dengan penampilan acak-acakan, pakaian pun banyak yang koyak dan luka. "Opaaa.. bayar ojegnya, donk..!!!"

"Sithaaaaaaaaaa??????"

Papa Rama pun beranjak. "Bayu, tolong cucu saya dulu..!!"

Tak banyak bicara, Bang Bayu segera membantu Arshita. Tak sengaja kedua mata saling menatap. Ia segera melepas jaketnya untuk menutupi tubuh gadis itu.

"Kamu.. yang pernah kabur dari pendidikan Bintara, kan??" Tanya Bang Bayu pada putri pertama Danyon.

"Iya. Shita nggak kuat disana, Om." Jawab Shita.

"Kamu ini bagaimana Shita, Rhana saja kuat jalani pendidikan." Tegur Papa Rama usai kembali dari membayar ongkos ojeg. "Kamu mau jadi apa??? Perempuan juga harus punya cita-cita."

"Cita-cita Shita mau jadi ibu rumah tangga, Opa." Jawab Shita.

Seketika ubun-ubun Bang Ribas terasa berasap mendengar jawaban putrinya. "Cita-cita apa itu, Shitaaa..!!" Ucap Bang Ribas terhenti karena tubuhnya terasa nyeri.

Bang Bayu menggeleng, ia menunduk menahan senyumnya.

Shita melirik Papanya dengan jengkel. Agaknya ia malas menatap Papanya. "Shita nggak mau ada adik kecil di rumah..!!"

"Sayaang, Papa minta maaf..!! Jangan begitu lah, ndhuk." Bujuk Bang Ribas.

"Apa yang sayang?? Papa nggak sayang sama Shita."

.

.

.

.