NovelToon NovelToon
After Happy Ending

After Happy Ending

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Kaya Raya / TKP / Romansa / Pembaca Pikiran
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Yola Varka

Kehidupannya telah menjadi impian semua wanita, namun Beta justru mengacaukannya.

Bukannya menikmati hidup bahagia, ia malah membunuh sang suami yang kaya raya???

Dari sinilah, kisah kehidupan Beta mulai diceritakan. Kelamnya masa lalu, hingga bagaimana ia bisa keluar dari lingkar kemiskinan yang membelenggu dirinya.

Kisah 'Klasik'? Tidak!
Kehidupan Beta bukanlah 'Template'!

Flashback kehidupan Beta dimulai sejak ia masih sekolah dan harus bekerja menghidupi keluarganya. Hingga akhirnya, takdir membawakan ia seorang pria yang akan mengubah gaya hidup dan juga finansialnya.

Seperti kisah 'Cinderella' yang bahagia. Bertemu pangeran, dan menikah.
Lalu apa? Tentu saja kehidupan setelah pernikahan itu terus berlanjut.

Inilah yang disebut dengan,

'After Happy Ending'

Selamat membaca~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yola Varka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kisah Seorang Gadis Pejuang (1)

"Mari ikut kami ke kantor polisi dan jangan melawan!" ujar seorang anggota kepolisian sambil membekuk kedua tangan seorang wanita paruh baya.

Wanita itu sama sekali tak berkutik dan hanya memasang wajah yang datar.

Pandangan wanita itu terlihat kosong. Ia berjalan dengan pasrah, mengikuti langkah polisi yang lebar dan terburu sembari menahan kedua tangannya.

Padahal, perempuan tersebut sama sekali tidak melawan, tetapi kedua polisi itu tetap mengenggam pergelangan tangannya dengan kuat.

Dan ketika wanita itu hendak dimasukkan ke dalam mobil polisi, terdengar suara teriakan yang bersahutan dari beberapa anggota keluarganya.

"Bunda! Bunda nggak salah! Kenapa ibu saya dibawa?! Bundaaa...!" teriak putra sulung wanita itu yang telah menginjak usia lima belas tahun.

"Kak! Kakak nggak mungkin ngelakuin itu! Tolong jangan bawa kakak saya! Kak Beta! Jangan diam saja, Kak!" Kini giliran sang adik dari seorang wanita yang diduga sebagai tersangka atas kasus pembunuhan suaminya sendiri.

Terdengar pula, suara tangisan yang berasal dari dua balita yang sedang dipeluk oleh kakaknya.

Dua anak kecil yang menangis itu juga merupakan buah hati dari sang tersangka.

Miris sekali. Remaja berusia lima belas tahun di sana, harus menyaksikan ayahnya yang meninggal secara tidak wajar dan ibunya yang dijadikan tersangka.

Kini, sang bunda sedang diseret oleh anggota kepolisian tepat di depan mata kepalanya sendiri.

Ditambah, kedua adiknya yang masih berusia lima dan tiga tahun itu juga sedang menangis histeris, mencari keberadaan sang mama.

Dua anak kecil yang masih tidak tahu apa-apa itu, hanya bisa menangis dengan ingus yang terus bercucuran.

Suara teriakan dari seluruh anggota keluarga sang tersangka, masih terdengar saling bersahutan. Namun, wanita baya bernama Beta itu sama sekali tidak menggubris teriakan mereka.

Pandangan Beta tetap kosong, hingga mobil polisi yang ditumpanginya telah melaju meninggalkan kediaman mewahnya, diiringi dengan suara sirine yang memekakkan telinga.

Orang-orang yang merupakan para tetangga dan wartawan, telah memenuhi area kediaman sang korban sekaligus tersangka.

Mereka tentu saja penasaran dengan masalah apa yang sedang melanda keluarga terpandang tersebut.

Peristiwa ini, tentunya telah berhasil menjadi sorotan di seluruh Indonesia.

Berita mengenai 'Seorang Istri yang Tega Menghabisi Nyawa Suaminya Sendiri Demi Bisa Menguasai Seluruh Harta Kekayaannya' telah memenuhi seluruh saluran televisi dan juga media lainnya.

Dari judul tersebut, tentu saja sudah cukup untuk memprovokasi seluruh lapisan masyarakat.

Keahlian dalam menulis berita, juga berperan besar untuk menghebohkan media massa.

Peristiwa ini merupakan sebuah duka, sebab banyak orang yang terluka. Bukan hanya anggota keluarga saja, seseorang yang pernah memiliki luka di masa lalu pun, juga ikut merasakan penderitaan. Seakan sedang berkaca pada sebuah masa lalu.

                                

...~...

Di sebuah ruangan yang tidak terlalu luas dan dengan pencahayaan yang remang, Beta sedang bersama seorang psikolog yang akan mengecek bagaimana kondisi psikisnya.

Beta terus menundukkan kepala dan enggan memandang ke arah sang psikolog yang kini sedang berada di hadapannya.

"Saya yang akan menangani kasus anda untuk kedepannya. Pertama, kami akan melakukan pengecekan terhadap kondisi psikologis anda. Tak perlu merasa takut atau sungkan kepada saya. Lagi pula, saya juga berusia jauh lebih muda dari anda. Jadi santai saja," ujar sang psikolog dengan lemah lembut dan santai, agar tidak memberikan tekanan yang tidak perlu kepada pasiennya.

"Apakah anda sudah siap untuk bercerita dengan saya?" tanya psikolog itu lagi.

Beta membalas pertanyaan itu dengan sebuah anggukan kepala pelan.

"Baik. Anda bisa mulai bercerita sekarang. Saya tidak memaksa harus dari mana anda mulai cerita. Ungkapkan saja semua hal yang benar-benar ingin anda katakan," ujar sang psikolog, berusaha membuat pasiennya merasa bebas.

Ia tidak memaksa Beta untuk membahas masalah pembunuhan itu. Meski itulah informasi yang ingin ia cari tahu, tetapi ketenangan jiwa dari sang pasien adalah yang utama. Di situlah tugasnya.

Beta pun, mulai terlihat membuka mulutnya.

"Kami adalah dua orang yang tidak seharusnya disatukan." Itulah kalimat pertama yang dikatakan oleh Beta.

Sang psikolog masih menyimak pembicaraan Beta dengan teliti, meski ia sendiri masih belum paham betul dengan perkataan ambigu dari pasiennya. Tapi, wanita yang berprofesi sebagai psikolog itu bisa sedikit menebak, kalau Beta sedang membahas tentang dirinya sendiri dengan sang mendiang suami.

Masih sambil menunduk, Beta kemudian melanjutkan. "Saya yang hidup serba kesulitan, akhirnya menikah dengan seseorang yang serba berkecukupan. Tidak, dia bahkan bergelimang kemewahan. Dari situ saja, sudah merupakan suatu kesalahan. Kami berasal dari dua dunia yang berbeda."

Psikolog itu menggeleng. "Tetapi, sudah bertahun-tahun kalian hidup bersama," sahut sang psikolog. Ia berusaha membuat Beta berpikir positif.

Meski berasaal dari dunia yang berbeda, tetapi fakta bahwa mereka telah hidup bersama dalam waktu yang cukup lama adalah bukti bahwa yang Beta katakan itu sama sekali tidak tepat.

Di sini, Beta berusaha membahas perbedaan antara si kaya dan si miskin.

"Ah, apakah anda ingin tahu, bagaimana perjuangan saya selama ini untuk bisa hidup hingga sekarang?" Beta berkata sambil menatap kedua bola mata sang psikolog, setelah sejak tadi ia terus menundukkan kepalanya.

Psikolog itu tersenyum. "Tentu saja saya ingin mendengarnya." Saat ini, pasiennya sedang ingin mencurahkan isi hati. Sebagai psikolog, tentu saja ia merasa senang. Dengan begitu, ia jadi bisa segera memulai analisisnya.

Setelah mendengar jawaban dari psikolog yang duduk di hadapannya, Beta pun mulai bercerita.

Dan wanita yang berprofesi sebagai psikolog itu sama sekali tidak menyangka, kalau kisah yang akan didengarnya dari Beta, merupakan sebuah cerita yang cukup panjang.

                                       

...~...

Aku lahir di tengah keluarga yang serba kekurangan. Bisa dibilang, sangat kekurangan.

Dan kemiskinan semakin menjadi, setelah ayahku meninggal karena kecelakaan saat bekerja sebagai tukang ojek pengkolan.

Beruntung, saat itu ayahku tidak sedang mengantar pelanggan.

'Ah, apa aku harus merasa beruntung? Itu terdengar jahat sekali.'

Semenjak kepergian ayah di saat aku masih berusia tujuh tahun, kami sekeluarga memang hidup dengan keadaan ekonomi yang semakin parah.

Makanan sehari-hari kami hanyalah beras sembako yang berkualitas buruk dan kotor banyak kutu.

Tidak lupa, lauk dedaunan yang dimasak hanya dengan menggunakan bumbu garam.

Namun, aku dan keluarga kecilku tetap bisa bahagia. Kadang.

Aku juga memiliki seorang adik laki-laki yang berusia tiga tahun lebih muda dariku. Namanya Rizky Kurniawan, dan biasa dipanggil dengan sebutan Kiky oleh ayahku.

Dari namanya, kalian pasti bisa menebak, setinggi apa harapan kedua orang tuaku dengan memberinya nama demikian.

Berbeda dengan adikku, setiap orang yang mendengar nama panjangku pasti berpikir bahwa namaku itu merupakan sebuah plesetan dari nama ibukota Indonesia di zaman kolonial Belanda.

Betavia Candra, adalah nama panjangku.

Sebenarnya, nama kecilku adalah Caca. Ayahku memang senang sekali memanggil nama anaknya dengan pengulangan suku kata. Caca dan Kiky. Mungkin, itu terdengar lucu bagi ayahku.

Namun, setelah kepergiannya, aku mulai memperkenalkan diriku di jenjang SMP dan seterusnya dengan nama Beta.

Ya, itu lebih baik dari pada panggilan 'Caca' yang nantinya akan terus mengingatkanku pada sosok ayah.

Sulit bagiku untuk merelakan kepergiannya. Itu karena kami sudah sangat dekat. Ayah merupakan sosok pahlawan bagiku.

Bagi kami rakyat jelata, uang adalah segalanya. Karena dengan uang, kami bisa hidup. Dan sayangnya, cobaan keluarga kami ternyata tidak hanya berhenti sampai di situ.

Saat aku masih duduk di bangku SMP, ibuku mulai menderita stroke.

Lucu! Padahal kami hanyalah orang miskin yang bahkan tidak memakan sesuatu yang aneh-aneh. Atau mungkin, ibuku bisa sakit karena terlalu sering mengkonsumsi makanan yang tidak higenis? Entahlah.

Dengan begitu, ibuku yang awalnya menjadi tulang punggung keluarga dan bekerja sebagai buruh tani, kini sudah tidak bisa bekerja lagi karena keadaannya yang kian memburuk.

Terpaksa, akulah yang menggantikan ibuku mencari nafkah. Tapi, tentu saja tetap sambil bersekolah.

Sekarang, sekolah banyak memberikan bantuan kepada rakyat miskin, bukan? Sebab itulah, aku bisa tetap bersekolah tanpa banyak menanggung biaya. Yah, meski tetap saja aku mengeluarkan uang untuk membayar kebutuhan sekolah lainnya.

Ketika sudah SMA, di situlah pergaulan jadi mulai terasa berbeda. Saaangat berbeda.

Teman-teman sekolah sudah menggenggam ponsel lipat dengan gantungan lucu yang menjuntai, menghiasi ponsel tersebut. Itu tanda bahwa mereka telah menjadi anak gaul.

Dan tentu saja aku tidak memiliki ponsel lucu semacam itu. Karena sepertinya, uang begitu membenci diriku dan lebih memilih untuk menjauh.

Maka dari itu, aku berusaha berhemat sekuat tenaga. Aku hanya perlu mengeluarkan uang, untuk membeli makanan dan obat yang harus rutin diminum oleh ibuku.

Bersambung.....

1
Yarasary
keren Thor tetep semangat, yuk sama-sama berjuang

mampir juga ya di karya terbaru aku "RUANG HATI SANG KEKASIH" udah hiatus lama, jadi maklumilah kao ada kekeliruan atau kata yang sedikit ngga nyambung.

intinya semangat
Yola Varka: Makasih ya, udah mampir. Semangat berkarya❤️‍🔥
total 1 replies
EnanaRoja.
author, kamu keren banget! 👍
Yola Varka: Kalian penyemangatku🫶🥺
total 1 replies
mmmmdm
Jangan berhenti menulis, kami butuh cerita seru seperti ini 😍
Yola Varka: Makasih supportnya🫶
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!