NovelToon NovelToon
Cantik-cantik Pelakor

Cantik-cantik Pelakor

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Vina Melani Sekar Asih

Namaku Delisa, tapi orang-orang menyebutku dengan sebutan pelakor hanya karena aku berpacaran dengan seseorang yang aku sama sekali tidak tahu bahwa orang itu telah mempunyai pacar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vina Melani Sekar Asih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11

Minggu berikutnya, Delisa menikmati hari-harinya dengan tenang. Hubungannya dengan Azka semakin kuat, dan rasa cemburunya pada Nala perlahan mulai memudar. Delisa merasa lebih percaya diri, yakin bahwa Azka tulus mencintainya. Namun, kenyamanan itu mulai goyah ketika Azka tiba-tiba menerima pesan dari Nala, yang memohon bantuan darinya.

Di suatu sore, ketika mereka sedang berjalan pulang, Azka berhenti sejenak untuk membaca pesan di ponselnya. Wajahnya berubah serius, membuat Delisa penasaran.

"Ada apa, Ka?" tanya Delisa.

Azka tersenyum samar. "Oh, ini Nala. Dia bilang butuh bantuan. Katanya ada masalah di rumah."

"Oh," balas Delisa, berusaha menyembunyikan perasaan tak nyaman yang mendadak muncul. "Masalah apa?"

"Dia nggak cerita banyak. Cuma bilang dia perlu seseorang buat curhat," jawab Azka sambil menatap Delisa, ragu sejenak. "Menurut kamu, gimana? Harus aku temui, atau...?"

Delisa tersenyum, berusaha tampak tenang. "Ya, kalau dia memang butuh bantuan, kamu bisa ketemu dia. Tapi jangan lama-lama ya."

Azka mengangguk dan tersenyum lega. "Terima kasih, Del. Aku akan segera kembali."

Delisa mencoba menahan rasa cemas saat melihat Azka berjalan menjauh. Meski ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa Azka pergi hanya untuk membantu Nala, bayangan buruk mulai menghantui pikirannya.

Sementara itu, di tempat lain, Nala tersenyum licik. Sejak pertemuan mereka beberapa waktu lalu, ia mulai merasa iri melihat kebahagiaan Azka dengan Delisa. Ada perasaan yang belum selesai di hatinya, dan kini ia memutuskan untuk memanfaatkan keadaan untuk menghancurkan hubungan mereka.

Ketika Azka tiba di tempat yang mereka janjikan, ia menemukan Nala sedang duduk di bangku taman dengan wajah yang tampak gelisah. Azka berjalan mendekat dan duduk di sampingnya.

"Nala, ada apa? Kamu kelihatan khawatir," tanya Azka dengan nada lembut.

Nala menarik napas dalam-dalam, tampak berusaha menahan tangis. "Ka, aku nggak tahu harus cerita ke siapa lagi. Keluargaku sedang dalam masalah, dan aku merasa sendirian."

Azka mengangguk penuh perhatian. "Aku di sini untuk bantu, Nal. Ceritakan aja semuanya."

Nala memulai cerita panjang tentang masalah keluarganya. Ia berakting sedih, bahkan menitikkan air mata palsu agar Azka merasa iba. Sementara Azka mencoba menenangkannya, Nala memperhatikan setiap ekspresinya, menyadari betapa perhatian Azka masih terasa hangat seperti dulu.

Setelah beberapa lama, Nala berhenti bercerita dan menatap Azka dengan tatapan lembut. "Azka, aku beruntung masih punya kamu. Aku nggak tahu gimana jadinya kalau kamu nggak ada buat aku."

Azka tersenyum canggung. "Nal, kita kan teman. Aku selalu ada buat kamu."

Nala tersenyum, meski di dalam hatinya ia merasa puas. "Ka... aku tahu ini mungkin nggak pantas, tapi kadang aku merasa kita bisa saja masih bersama."

Azka terdiam, tidak menyangka akan mendengar hal itu. Ia menunduk sejenak, lalu menatap Nala dengan tatapan tegas. "Nala, aku sudah bahagia sama Delisa. Aku rasa kita berdua sudah memilih jalan kita masing-masing."

Nala menahan rasa kecewa yang mulai tumbuh di hatinya, tapi ia segera memasang senyum palsu. "Iya, aku ngerti kok. Maaf kalau kata-kataku tadi bikin kamu nggak nyaman."

Azka mengangguk, berusaha memahami perasaan Nala. Setelah beberapa saat, ia pamit pergi. Namun, di belakang punggungnya, Nala menatap Azka dengan penuh dendam. Ia memutuskan bahwa ia tidak akan menyerah begitu saja.

Hari-hari berikutnya, Nala mulai sering menghubungi Azka dengan berbagai alasan. Mulanya, Azka merasa tak enak untuk menolak karena merasa iba pada Nala yang sedang mengalami masalah. Namun, seiring waktu, Nala semakin berani mengusik hubungan Azka dan Delisa. Ia mengirim pesan-pesan penuh nostalgia, membangkitkan kenangan masa lalu mereka dan berusaha membuat Azka terjebak dalam perasaan yang dulu pernah ada.

Sementara itu, Delisa mulai merasa ada yang tidak beres. Ia sering melihat Azka sibuk dengan ponselnya, terkadang tersenyum kecil saat membaca pesan. Kecurigaannya perlahan-lahan tumbuh kembali, tapi ia berusaha untuk tidak langsung berprasangka buruk. Hingga suatu hari, saat ia tak sengaja melihat nama Nala muncul di layar ponsel Azka, rasa cemburunya memuncak.

"Azka, kamu masih sering komunikasi sama Nala, ya?" tanya Delisa dengan nada sedikit tegang.

Azka menoleh, terlihat sedikit terkejut. "Iya, cuma kadang-kadang. Dia masih butuh bantuan, Del."

"Tapi, kamu kayaknya jadi sering banget ngobrol sama dia. Apa benar dia cuma teman buat kamu sekarang?" tanya Delisa dengan mata berkaca-kaca.

Azka terdiam sejenak, mencoba memahami perasaan Delisa. "Del, aku nggak ada perasaan apa-apa lagi ke Nala. Aku cuma bantu dia karena dia bilang sedang butuh teman."

Delisa menghela napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. "Ka, aku nggak mau kehilangan kamu. Aku cuma takut kalau dia masih berharap lebih dari kamu."

Azka meraih tangan Delisa dan menatap matanya dalam-dalam. "Percaya sama aku, Del. Kamu satu-satunya buat aku."

Delisa mencoba tersenyum, meski hatinya masih terasa tidak nyaman. Ia merasa seolah ada sesuatu yang disembunyikan dari dirinya, tapi ia memilih untuk tetap percaya pada Azka.

...****************...

Di sisi lain, Nala semakin berusaha mendekati Azka. Ia bahkan sengaja mendatangi tempat-tempat yang biasa Azka kunjungi bersama Delisa, mencoba menarik perhatiannya di setiap kesempatan. Hingga suatu hari, ia mengirim pesan yang lebih langsung pada Azka.

"Ka, aku nggak tahu harus bilang apa lagi, tapi aku masih mencintaimu," tulis Nala.

Azka terkejut membaca pesan itu. Ia merasa serba salah, karena di satu sisi, ia tak ingin menyakiti perasaan Nala yang terlihat tulus, tapi di sisi lain, ia tidak ingin mengkhianati kepercayaan Delisa. Setelah beberapa saat, ia memutuskan untuk membalas pesan itu dengan tegas.

"Nala, aku sudah bersama Delisa sekarang. Maaf kalau aku pernah memberi harapan yang salah, tapi aku tidak bisa membalas perasaanmu," balasnya.

Namun, Nala tidak menyerah begitu saja. Ia menyusun rencana yang lebih licik, bertekad untuk membuat Delisa merasa dikhianati dan memutuskan hubungannya dengan Azka. Pada suatu hari, ia sengaja mengirim foto-foto kenangan dirinya dan Azka saat masih berpacaran dulu, menyertai pesan panjang yang berisi kenangan manis yang mereka alami bersama.

Nala berharap Delisa akan melihat pesan-pesan itu dan merasa tersakiti. Dan benar saja, ketika Delisa suatu sore tak sengaja melihat pesan-pesan itu di ponsel Azka, hatinya hancur. Meskipun pesan itu sebenarnya adalah kenangan lama, cara Nala menuliskannya seolah-olah perasaan itu masih ada.

Delisa merasa bingung dan terluka. Ia ingin percaya pada Azka, tapi bayang-bayang Nala yang terus menghantui hubungan mereka mulai membuatnya ragu. Setelah beberapa hari, akhirnya ia memberanikan diri untuk mengonfrontasi Azka.

"Azka, kamu masih menyimpan perasaan buat Nala, ya?" tanya Delisa, suaranya bergetar.

Azka terkejut mendengar pertanyaan itu. "Del, enggak, aku nggak ada perasaan apa-apa sama dia lagi."

"Tapi kenapa kamu nggak pernah bilang ke dia secara langsung? Kenapa kamu masih biarkan dia terus menghubungi kamu?" tanya Delisa, air matanya mulai mengalir.

Azka merasa bersalah. Ia tahu ia seharusnya lebih tegas kepada Nala dari awal, tapi rasa kasihan membuatnya ragu. Kini, ia melihat bagaimana sikapnya yang kurang tegas telah menyakiti Delisa.

"Maaf, Del. Aku seharusnya lebih tegas dari awal. Aku nggak ingin hubungan kita rusak gara-gara ini. Aku janji nggak akan biarkan Nala mengganggu kita lagi," ucap Azka tulus.

Delisa terdiam, masih ragu apakah ia bisa sepenuhnya memaafkan Azka. Tapi melihat tatapan tulus di mata Azka, ia merasa bahwa perasaan mereka masih kuat. Setelah beberapa saat, ia mengangguk, memberi kesempatan pada Azka untuk memperbaiki hubungan mereka.

Di hari-hari berikutnya, Azka memastikan untuk menjaga jarak dari Nala. Ia menolak pesan-pesan Nala dan berhenti mengunjungi tempat-tempat yang mungkin akan mempertemukan mereka. Meski Nala berusaha lebih keras untuk menarik perhatian.

1
fatin fatin
Aku suka ini
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!