NovelToon NovelToon
Rockmantic Of Love

Rockmantic Of Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Wanita Karir
Popularitas:355
Nilai: 5
Nama Author: @Hartzelnut

Seorang laki laki yang bekerja produser musik yang memutuskan untuk berhenti dari dunia musik dan memilih untuk menjalani sisa hidupnya di negara asalnya. dalam perjalanan hidupnya, dia tidak sengaja bertemu dengan seorang perempuan yang merupakan seorang penyanyi. wanita tersebut berjuang untuk menjadi seorang diva namun tanpa skandal apapun. namun dalam perjalanannya dimendapatkan banyak masalah yang mengakibatkan dia harus bekerjasama dengan produser tersebut. diawal pertemuan mereka sesuatu fakta mengejutkan terjadi, serta kesalahpahaman yang terjadi dalam kebersamaan mereka. namun lambat laun, kebersamaan mereka menumbuhkan benih cinta dari dalam hati mereka. saat mereka mulai bersama, satu persatu fakta dari mereka terbongkar. apakah mereka akan bersama atau mereka akan berpisah??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Hartzelnut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ep. 11

*****

Setelah masuk ke dalam apartemen, Jack langsung tercengang. Ssst... srek... Langkahnya melambat saat ia mulai memperhatikan sekeliling. Ruang tamu yang luas dipenuhi gitar-gitar yang dipajang dengan indah di dinding, serta beragam peralatan musik lain yang tertata rapi di sudut ruangan. Ting... Suara senar gitar terdengar lembut saat Jack menyentuh salah satu gitar yang tergantung di dinding.

"Wow..." gumamnya sambil melangkah lebih dekat, matanya terfokus pada setiap detail. "Kemarin aku mendengar seseorang bilang ingin berhenti dari musik," ucap Jack, suaranya dipenuhi keheranan bercampur canda. "Sepertinya itu hanya bualan belaka."

Brian, yang sedang berdiri di dekat jendela besar, tetap memandangi pemandangan kota Beijing tanpa menoleh. Huff... Napasnya terdengar halus sebelum ia menjawab dengan suara datar, "Hanya untuk hiasan."

Jack menyipitkan mata dan memiringkan kepalanya, tatapan skeptis muncul di wajahnya. Hah! "Hiasan?" Ia mengangkat alis, menunjukkan ekspresi yang seolah tidak percaya. "Kau serius?" gumamnya sambil tertawa kecil, memandangi gitar-gitar tersebut dengan rasa penasaran.

Namun, Brian hanya diam, mengalihkan perhatiannya dan berjalan perlahan menuju ruang tamu. Ssst... srek... Langkahnya terdengar ringan namun tegas, seolah dia ingin menghentikan pembicaraan itu. "Kamarmu diujung sana," katanya sambil mengangkat dagu sedikit, menunjuk ke arah pintu kamar Jack.

Jack mengangguk, lalu tersenyum tipis. "Baiklah," jawabnya sambil menepuk bahu Brian dengan santai. Srek... Suara langkah kakinya terdengar pelan ketika ia berjalan menuju pintu kamarnya. Namun, tiba-tiba dia berhenti di depan pintu, tampak seperti teringat sesuatu. Klik... Tangan Jack menggenggam kenop pintu, tetapi dia tidak langsung membukanya.

"Eh, ngomong-ngomong, kemarin aku browsing tempat nongkrong di medsos. sepertinya tempatnya bagus, namanya Scarlet Cafe," ucap Jack sambil menoleh ke arah Brian. Senyum lebar menghiasi wajahnya, matanya bersinar penuh antusiasme. "Tempatnya nggak jauh dari sini. Gimana kalau nanti sore kita ke sana?"

Brian, yang sudah hampir tiba di pintu kamarnya, berhenti sejenak dan menolehkan kepalanya sedikit ke arah Jack. Ssst... Sejenak, ruangan terasa hening sebelum akhirnya Brian mengangguk perlahan. "hmmmm," jawabnya singkat, suaranya tenang namun jelas.

Jack tersenyum puas, merasa bahwa rencananya berhasil. "Baiklah," ujarnya sambil membuka pintu kamarnya. Srek... Suara pintu kamar terbuka pelan saat Jack memasuki kamarnya.

Namun sebelum masuk, Brian berbicara lagi. "Besok aku akan ke showroom mobil," katanya sambil menatap Jack dengan ekspresi serius. "Aku akan membeli mobil."

Jack, yang sudah setengah masuk ke kamarnya, berhenti lagi dan menoleh, sedikit penasaran. "Oh, serius? Mobil baru, ya? Baguslah" tanyanya sambil tersenyum, matanya berbinar.

Brian mengangguk pelan. "Ya, jangan harap aku memberikanmu tumpangan." lanjutnya dengan nada datar, meskipun ada sedikit nada candaan yang terselip.

Jack langsung tertawa keras mendengar komentar Brian. Hah! "Kau benar-benar kejam!" serunya sambil terbahak-bahak, wajahnya masih penuh canda.

Brian tetap menatapnya dengan ekspresi datar, lalu berkata dengan nada datar, "Aku hanya realistis."

Jack menggeleng sambil tersenyum lebar, tak bisa menahan tawanya. "Baiklah, aku akan beli mobil yang sama persis denganmu. Biar kita serasi," ujarnya dengan nada menggoda.

Brian hanya menatap Jack dengan sedikit ejekan di matanya. "Bodoh," jawabnya pendek, sambil berjalan ke arah kamarnya sendiri.

Setelah percakapan itu, mereka berdua masuk ke kamar masing-masing untuk beristirahat sejenak. Ssst... srek... Pintu kamar mereka tertutup pelan, meninggalkan ruangan apartemen yang tenang.

Jack segera melemparkan tubuhnya ke atas kasur. Srrt... Suara gesekan kain kasur terdengar ketika tubuhnya jatuh ke permukaan yang empuk. "Ahhh... ini yang aku butuhkan," gumamnya dengan nada puas, meregangkan tubuhnya sambil memejamkan mata.

Di kamar sebelah, Brian duduk diam di tepi tempat tidurnya. Ssst... Napasnya terdengar pelan dan teratur, meskipun pikirannya melayang ke berbagai hal yang belum terselesaikan. Pandangannya kosong, menatap lantai dengan ekspresi tenang, namun dalam hatinya ada sesuatu yang tak terucapkan. "Haruskah aku benar-benar berhenti...?" pikirnya dalam hati, meskipun ia tak menunjukkan emosi apa pun di wajahnya.

Setelah beberapa saat, baik Brian maupun Jack terlelap dalam tidur singkat mereka, melepaskan lelah setelah perjalanan panjang dari Amerika. Ssst... Ruangan apartemen menjadi sunyi, hanya terdengar suara halus dari angin yang berhembus di luar jendela. Mereka tahu, nanti sore, petualangan baru di Scarlet Cafe akan dimulai.

*****

Di dalam mobil, suasana hening. Natalia duduk di bangku belakang, matanya terpaku ke luar jendela, menatap pemandangan kota yang berlalu. Ssst... Suara lembut mesin mobil yang bergerak terasa mengisi keheningan, namun di dalam pikirannya, ada hal lain yang memenuhi. "Siapa pria tadi?" pikirnya, tatapan kosongnya terus memandang keluar. Sosok pria misterius yang ditemuinya di depan apartemen pagi tadi terus berputar dalam benaknya. Ada sesuatu yang tak asing... seolah dia pernah bertemu dengan pria itu sebelumnya.

Sst... Tangan Natalia perlahan menyentuh lehernya, memegang liontin yang selalu ia pakai, jari-jarinya menyentuh permukaan liontin berbentuk pick gitar itu. "Kenapa rasanya aku pernah bertemu dia?" gumamnya dalam hati.

Dari spion tengah, Manajer Lu memperhatikan Natalia yang tampak larut dalam pikirannya. Manajer Lu berdeham pelan, lalu bertanya dengan nada lembut, "apa yang kau pikirkan?"

Natalia sedikit tersentak dari lamunannya, lalu tersenyum tipis meski pandangannya masih menerawang. "Nggak ada....." jawabnya sambil mencoba menyembunyikan rasa penasarannya.

Manajer Lu meliriknya sejenak, merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar "banyak pikiran", tapi dia memilih tidak mendesak. Ssst... Mobil terus melaju dengan lancar di tengah hiruk-pikuk kota Beijing.

Tak lama kemudian, mobil berhenti di depan lokasi pemotretan. Srek... Pintu mobil dibuka, dan Natalia turun dari mobil. Beberapa pengawal sudah siap menyambutnya. Ssst... Suara sepatu haknya menyentuh lantai gedung saat ia melangkah masuk. Tatapannya tetap fokus ke depan, meski di dalam pikirannya, bayangan pria misterius itu belum sepenuhnya pergi.

Di ruang tunggu, Natalia duduk sebentar menunggu Manajer Lu yang sedang menyelesaikan urusan. Ssst... Jari-jarinya bergerak gelisah di atas lututnya, menciptakan gerakan kecil yang menunjukkan kegelisahan yang dia sembunyikan.

Beberapa saat kemudian, Manajer Lu datang dan mengajak Natalia menuju tempat pemotretan. "Ayo. Semua sudah siap," katanya sambil tersenyum kecil, memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Mereka mulai berjalan menuju studio, namun di tengah perjalanan, mereka berpapasan dengan Yang Lei dan personil band Silver Rain.

Natalia terdiam sesaat saat melihat Yang Lei. Ssst... Suasana di antara mereka terasa berat, meski keduanya saling melempar senyum tipis. "Hei," sapa Yang Lei pelan, suaranya terdengar ragu namun hangat.

Natalia menahan napas sejenak, namun tetap berusaha menjaga ketenangannya. "Hei, Yang," balasnya singkat, senyum di wajahnya terlihat kaku. Keduanya berdiri saling berhadapan, suasana canggung terasa di udara, mengingat masa lalu mereka yang penuh kenangan.

Manajer Lu, yang melihat situasi itu, segera mendekat ke telinga Natalia dan berbisik, "Nat, kita harus ke ruang pemotretan sekarang." Suaranya pelan tapi mendesak.

Natalia mengangguk. "Aku harus pergi. Sampai nanti." katanya kepada Yang Lei, sebelum melanjutkan langkahnya menuju ruang pemotretan.

Ssst... srek... Suara langkah kakinya terdengar pelan di lantai koridor, sementara bayangan Yang perlahan memudar dari pandangannya. Di ruang pemotretan, suasana lebih profesional. Ssst... Para penata rias langsung mendekati Natalia begitu dia tiba, mengarahkannya ke kursi.

Klik... Bunyi jarum rias yang menyentuh kulit wajahnya, suara kuas bedak yang menyapu pipinya terdengar pelan. Sementara itu, pikiran Natalia terus melayang, berpindah-pindah antara sosok pria misterius tadi pagi dan Yang Lei.

Setelah berganti pakaian yang telah disiapkan oleh tim, Natalia memulai sesi pemotretan. Klik... klik... Suara kamera yang berderet cepat terdengar ketika fotografer mengambil gambar demi gambar. Natalia terus berpindah dari satu pose ke pose lain, mencoba fokus meskipun pikirannya masih terbelah.

Tiga jam berlalu dengan cepat. Ssst... Suara kamera terakhir terdengar, menandakan sesi pemotretan telah selesai. Natalia menghela napas panjang, huff..., merasa lega karena pekerjaan ini selesai lebih cepat dari yang diperkirakan.

Setelah berganti pakaian kembali, Natalia dan Manajer Lu mulai berjalan menuju lobby. Namun, saat mereka berjalan di koridor, Yang Lei sudah menunggu di sudut ruangan. Matanya tertuju pada Natalia, seolah sudah menunggu kesempatan untuk berbicara dengannya.

Ketika Natalia melihatnya, ada sedikit kejutan di wajahnya, tapi dia mencoba tetap tenang. Yang melangkah cepat ke arah Natalia, srek... srek... langkah kakinya terdengar halus tapi cepat.

"Nat, bisa bicara sebentar?" tanya Yang, suaranya rendah dan serius, matanya penuh dengan rasa ingin menyampaikan sesuatu.

Natalia menoleh ke Manajer Lu sejenak, sebelum berkata, "Tunggu aku di lobby. Aku akan menyusul."

Manajer Lu tampak ragu, namun akhirnya mengangguk. "Baiklah, jangan lama-lama ya," katanya sebelum melangkah meninggalkan mereka berdua.

Di koridor yang kini sepi, hanya ada Natalia dan Yang Lei. Ssst... Hening terasa di antara mereka. Yang menarik napas panjang, huff..., lalu mulai berbicara dengan hati-hati.

"Nat, aku ingin minta maaf," katanya, suaranya terdengar lebih pelan dan rendah. Ssst... Napasnya sedikit tertahan, seolah kata-kata itu sulit keluar. "Aku tahu aku salah... dengan apa yang terjadi di masa lalu."

Natalia menatapnya sejenak, matanya tak menunjukkan emosi yang dalam, tapi ada sedikit rasa sakit yang disembunyikan. "Aku sudah melupakannya, Yang," jawab Natalia dengan suara lembut namun tegas. "Tidak perlu dibahas lagi."

Yang tampak menunduk, merasa bersalah. "Aku benar-benar menyesal, Nat. Seharusnya aku tidak melepaskanmu," katanya lirih, suaranya semakin pelan.

Natalia tersenyum tipis, meskipun hatinya sedikit tersentuh oleh kata-kata itu. "Kita semua punya masa lalu. Aku sudah melupakan semuanya," katanya sambil menghela napas panjang. Ssst... Napasnya terdengar lebih berat kali ini.

Melihat jam tangannya, Natalia menyadari bahwa dia harus pergi. "Aku harus pergi sekarang. Ada urusan penting," katanya sambil melangkah perlahan menjauh. "Jaga dirimu, Yang."

Yang hanya bisa menatapnya, tubuhnya tetap diam saat Natalia berjalan menjauh. Ssst... srek... Langkah kaki Natalia terdengar pelan di lantai koridor, semakin menjauh dari pandangan Yang.

Saat dia melihat Natalia menghilang di ujung koridor, perasaan penyesalan semakin berat di dada Yang. "Seharusnya aku tak pernah melepaskannya," pikir Yang dalam hati, menatap kosong ke arah tempat Natalia pergi. Napasnya terdengar berat, huff..., seolah setiap langkah Natalia yang menjauh semakin membuatnya sadar akan keputusan salah di masa lalu yang tak bisa diubah.

*****

1
Jennifer Impas
Bikin ketawa ngakak. 🤣
hartzelnut: Terima kasih telah membaca novelku. jangan lupa episode selanjutnya ya /Smile//Smile/
total 1 replies
Kei Kurono
Thor, aku butuh fix dari obat ketagihan ceritamu! 🤤
hartzelnut: terima kasih telah menyukai novel saya. /Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!