Hubungan asmaranya tak seindah kehidupannya. Hatinya sudah mati rasa karena selalu dipermainkan oleh para pria. Namun, seorang pria yang baru pertama kali ia jumpai malah membuat hatinya berdebar. Akankah Violet membuka hatinya kembali?
Sayangnya pria yang membuat hatinya berdebar itu ternyata adalah pria yang menyebalkan dan kurang ajar. Gelar 'berwibawa' tidaklah mencerminkan kepribadian si pria ketika bersamanya.
"Kau hanyalah gadis manja, jangan coba-coba untuk membuatku kesal atau kau akan tau akibatnya." — Atlas Brixton Forrester.
****
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
...Sebelum membaca wajib LIKE! ☺️...
...***...
Violet merebahkan tubuhnya di ranjang. Saat ini dia berada di apartemen. Setelah pertunangannya dengan Atlas, 1 hari menginap di rumah dan sekarang dia kembali menginap di apartemen. Orang tuanya tidak masalah karena Atlas juga tinggal di gedung apartemen itu.
Gadis itu melirik ke arah jam dinding. Pukul 5 sore. Dia baru saja pulang dari restoran. Karena sudah tak tahan karena badannya terasa lengket, Violet pun segera mandi.
Setelah selesai mandi, dia mengeringkan rambutnya lalu memakai setelan piyama panjang.
"Apa Atlas sudah pulang?" gumamnya. Ingin menelpon rasanya tak enak, takut kalau pria itu sedang sibuk.
Violet berdecak, "Aku keluar sendiri saja kalau begitu," gumamnya. Rencananya dia ingin belanja di minimarket yang ada di seberang gedung apartemennya. Belanja camilan saja sebenarnya.
"Lagi pula, aku selalu sendirian. Tanpa dia pun, aku tetap bisa," gumamnya seraya menekan tombol lift.
Beberapa menit menunggu, Violet keluar dari lift dan langsung berjalan menuju mini market tersebut.
Dia mengambil troli dan mulai berkeliling mencari camilan kesukaannya.
Ketika asik memilih snack, ponselnya berdering tanda telpon masuk.
"Mommy?" gumamnya heran. Tanpa menunggu lama, dia segera menjawab telepon dari mommy nya sambil terus memilih snack.
"Ya, Mom?"
"Kau sudah di apartemen?"
"Hm. Sekarang aku sedang belanja di minimarket depan gedung apartemen."
"Belanja saja terus! Jangan beli terlalu banyak, Violet. Belikan juga untuk Atlas, jangan kau makan sendiri."
"Mana uangnya?" tanya Violet.
"Astaga ... Anak ini benar-benar pelit!"
"Bukan pelit, aku hanya tidak mau rugi."
"Sama saja! Atlas calon suami mu, kau harus bersikap baik padanya. Meskipun tidak banyak, setidaknya belikan juga untuknya. Paham?"
"Hm." Violet berdehem malas. Mommy nya itu selalu mengagung-agungkan Atlas.
"Sudah dulu, Mom. Nanti aku telepon lagi," lanjut Violet.
"Ya sudah! Ingat pesan Mommy!"
Tut!
Violet menatap sebal ponselnya. "Sebenarnya anak mommy itu aku atau Atlas?"
Violet kembali memilih snack. Tak lupa dia membelikan snack untuk Atlas juga.
Setelah selesai, Violet segera membayar. Dia mengambil susu stroberi favoritnya dan meminumnya dengan pelan.
"Terimakasih," ucapnya pada kasir. Violet melangkah keluar sambil asik meminum susu stroberi.
"Huh, mau hujan?" Dia menatap langit sore yang mulai mendung.
Tepat saat dia masuk ke dalam gedung apartemen, Violet merasa seseorang sedang menguntitnya. Dia berusaha tenang meskipun jantungnya berdebar tak karuan.
Ketika Violet masuk ke dalam lift, seorang pria memakai hoodie hitam juga ikut masuk. Violet melirik sekilas, lalu dia menekan tombol lift dengan asal, yang penting tidak di lantai tempat kamarnya berada.
Meski belum pasti itu penguntit, feeling Violet sering benar dan sekarang dia sangat yakin kalau pria yang ada di belakangnya itu adalah penguntit.
Dia adalah gadis manja yang selalu dilindungi. Wajar kalau dia tumbuh menjadi gadis penakut. Dengan tangan gemetar, Violet memainkan ponselnya, dia berusaha tenang agar orang itu tidak mencurigainya.
Violet mencoba menghubungi Atlas. Bodo amat kalau pria itu terganggu.
Sialnya, ketika Violet menelpon Atlas, tunangannya itu malah menolak teleponnya meskipun berkali-kali Violet mencoba. Pada akhirnya, Violet memilih mengirimkan pesan pada Atlas.
^^^[Ada orang asing yang mengikuti ku. Sepertinya penguntit.]^^^
Violet sedikit kesal karena Atlas tak kunjung membuka pesannya. Sampai akhirnya, pintu lift terbuka. Dengan ragu Violet melangkah keluar.
Sial! Kenapa lantai ini sepi sekali?!
Violet menatap penguntit itu yang terlihat pura-pura melihat sana sini. Mendapat kesempatan emas, Violet segera berlari menuju lift dan langsung menekan tombol berulang kali. Di luar juga begitu, pria penguntit tadi menekan tombol lift nya berulangkali. Hingga dia merasa usahanya sia-sia, pria itu berlari menuju tangga untuk mengikuti Violet menuju lantai yang gadis itu tekan.
Di dalam lift, Violet kembali mencoba menghubungi Atlas. Hingga percobaan ke lima, teleponnya diangkat.
"Kenapa lama sekali menjawab teleponku?! Kau di mana? Aku takut! Ada orang yang mengikuti ku!" Violet berseru panik. Bahkan matanya berkaca-kaca saking takutnya. Wajar, karena ini kali pertama dia diikuti seperti ini.
"Kau di mana?" Suara Atlas terdengar santai dan datar, hal itu membuat Violet kesal.
"Di dalam lift apartemen! Aku tidak mungkin masuk ke kamar apartemen ku, nanti dia bisa tau privasi ku. Aku harus bagaimana? Aku yakin dia pasti mengikuti ku melalui tangga." Violet terduduk lemas di sana. Belanjaannya sudah terjatuh mengenaskan di sampingnya.
"Atlas..." Suara Violet bergetar.
"Aku sampai 5 menit lagi. Jangan menangis."
"Tidak bisa... Aku takut sekali..." Violet mengusap wajahnya yang basah karena keringat campur air mata.
Ting!
Gadis itu tersentak, dia mendongak menatap ke arah luar dan alangkah terkejutnya ia ketika melihat pria tadi sudah berdiri di sana dengan seringai yang menyeramkan.
"Kau sudah menyadarinya ternyata," bisik pria penguntit itu.
Violet bangkit dari duduknya dia menggenggam erat ponselnya yang masih terhubung dengan Atlas dan menatap tajam orang di depannya itu.
"Kau siapa? Jangan macam-macam denganku!" sentak Violet. Sedetik setelahnya, dia berlari keluar dari lift dengan cepat sampai membuat si penguntit lengah.
Violet segera berlari dan berteriak minta tolong, berharap orang-orang di dalam apartemen mendengar teriakannya.
Bugh!
Violet tersungkur saat merasakan tendangan keras di punggungnya.
"Kurang ajar!" teriak gadis itu.
"Kurang ajar?" bisik si penguntit. Dia menjambak rambut Violet dengan kencang hingga membuat Violet mendongak.
"Andai kau tidak berhubungan dengan keluarga Forrester, hidupmu pasti akan aman, Nona..."
"Lepaskan aku!" teriak Violet. Dia memukul lengan kekar yang telah lancang menyentuh rambut indahnya.
"Tidak akan—"
Bugh!
Pria penguntit itu tersungkur saat seseorang menendang punggungnya.
Violet segera menjauh dari sana dan membiarkan Atlas menghajar orang itu.
Raut wajah Atlas terlihat datar, namun rahangnya terlihat mengeras dan sorot matanya menajam. Kekuatannya juga berkali-kali lipat lebih kuat. Sekali pukulan saja mampu membuat lawannya muntah darah.
Bugh!
Pukulan terakhir Atlas berikan setelah berkali-kali dia menghantam lawannya.
"Kau salah jika mencari gara-gara denganku, pecundang," bisik Atlas. Sekali lagi, dia menampar keras pipi lawannya sampai pria itu tak sadarkan diri.
Atlas kembali berdiri tegap, dia menatap Violet yang meringkuk di dinding.
Sambil berjalan menghampiri Violet, Atlas melepas jasnya lalu meletakkannya di pundak si gadis. Tanpa berkata lagi, dia langsung menggendong tubuh Violet menuju kamarnya.
Violet terisak kecil. Diam-diam dia mengambil kesempatan untuk memeluk leher kekar calon suaminya. Ternyata berada di dalam pelukan Atlas terasa sangat nyaman.
"Apa ada yang sakit?" tanya Atlas setelah keduanya sampai di dalam apartemennya. Dia berjalan menuju sofa.
Masih dengan terisak, Violet mengangguk. "Dia menendang punggungku, sakit sekali. Dia juga menjambak rambutku yang sudah mahal-mahal ku rawat..."
Atlas mendudukkan Violet ke sofa dengan gerakan begitu pelan.
"Coba ku lihat," ucap Atlas. Dia mengambil jas nya yang tadi menggantung di pundak Violet.
"Tidak mau!" Violet menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
"Bagaimana aku bisa melihat memarnya kalau begitu?" Atlas menghela nafas. "Jangan keras kepala. Lagi pula aku tidak akan macam-macam."
Meskipun ragu, pada akhirnya Violet mengizinkan.
Atlas beranjak menuju lemari pakaiannya dan mengambil salah satu kaos miliknya. Dia kembali menghampiri Violet yang sudah melepas bajunya dan menutupi bagian depan dengan jas tadi.
"Pakai ini."
Violet langsung menyambar kaos itu dan memakainya secepat kilat.
"Tengkurap," titah Atlas. Lagi-lagi, Violet menurut. Dia tengkurap di atas sofa abu-abu tua itu.
"Pelan-pelan, itu sakit sekali," lirih Violet saat Atlas menyingkap bagian belakang kaos yang dia pakai.
"Hm."
Ah, ternyata benar memar. Jika di tubuh mungil Violet, memar itu jelas terasa sangat sakit, berbeda jika di tubuh Atlas.
Tanpa berkata, Atlas beranjak mengambil air dingin untuk mengompres memar tersebut.
"Penguntit sialan. Semoga kau mati saja," gumam Violet. Dia masih kesal dengan penguntit aneh tadi.
***
kalau ky gitu mlah mirip binaragawan