keinginannya untuk tidak masuk pesantren malah membuatnya terjebak begitu dalam dengan pesantren.
Namanya Mazaya Farha Kaina, biasa dipanggil Aza, anak dari seorang ustad. orang tuanya berniat mengirimnya ke pesantren milik sang kakek.
karena tidak tertarik masuk pesantren, ia memutuskan untuk kabur, tapi malah mempertemukannya dengan Gus Zidan dan membuatnya terjebak ke dalam pesantren karena sebuah pernikahan yang tidak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Senior itu mbak Farah
Saat ba'dha ashar, seluruh santri dikumpulkan di aula utama pesantren. Udara sore terasa sejuk, tapi di hati Aza ada ketegangan yang tidak bisa ia hilangkan. Bersama beberapa santri baru lainnya, Aza berdiri di depan aula, di hadapan puluhan pasang mata yang mengamati mereka.
Setelah beberapa santri baru memperkenalkan diri, giliran Aza tiba. Ia merasakan tatapan tajam dari beberapa santri, terutama seorang gadis yang duduk di barisan depan. Tanpa diberi tahu siapa, Aza langsung tahu itu pasti Mbak Farah, santri senior yang tadi disebut oleh teman-teman sekamarnya. Wajahnya tegas, dengan sorot mata yang dingin, penuh wibawa.
Aza menarik napas dalam-dalam sebelum mulai memperkenalkan diri. “Assalamu'alaikum, nama saya Mazaya Farha Kaina, biasa dipanggil Aza. Saya dari Blitar,” katanya singkat, berusaha tidak terlalu menonjol. Ia bisa merasakan tatapan Mbak Farah terus tertuju padanya, seolah sedang menilai apakah Aza layak atau tidak untuk berada di sini.
Setelah memperkenalkan diri, Aza segera kembali ke barisan santri baru. Namun, perasaan tidak nyaman itu tidak hilang. Mbak Farah tampak tenang, tapi tatapannya seperti menyimpan sesuatu. Aza tak bisa mengalihkan pikirannya dari fakta bahwa di sini, di pesantren ini, dia harus berhati-hati.
Aza hanya bisa berharap dia tidak menarik perhatian lebih dari senior yang satu itu.
Benar saja, saat semua santri mulai bubar dan Aza hendak kembali ke kamarnya bersama teman-temannya, tiba-tiba langkahnya terhenti. Dari arah belakang, terdengar suara tegas memanggil namanya.
"Aza," panggil Mbak Farah dengan nada datar namun jelas.
Aza berhenti sejenak, jantungnya berdebar kencang bagaimana Aza, ia tetap orang baru di tempat baru, sebelum melakukan perlawanan ia harus tahu situasinya. Ia menoleh, dan melihat Mbak Farah berdiri tegap dengan tatapan tajam. Teman-teman sekamarnya tampak canggung, seolah mereka tahu apa yang akan terjadi, tetapi tak berani ikut campur.
Farah mendekat, matanya tidak lepas dari Aza. "Dengar, aku hanya ingin memberimu satu nasihat," katanya dengan nada memperingatkan. "Selama kamu di sini, bersikaplah sopan dan tahu tempatmu. Pesantren ini punya aturan, dan aku harap kamu bisa menghormatinya."
Aza menelan ludah, tak tahu harus berkata apa. Ada sesuatu dalam tatapan Farah yang membuatnya merasa terpojok.
Farah melanjutkan, "Boleh aku bertanya? Kenapa kamu diantar Gus Zidan tadi? Apa kalian punya hubungan khusus? Saudara misalnya?"
Mendengar nama itu disebut, Aza merasa jantungnya makin berdebar. Matanya sedikit membelalak, bingung bagaimana Farah bisa mengetahuinya.
"Tidak, sepertinya mbak Farah salah menduga." ucap Aza beralasan.
"Aku melihat kalian," lanjut Farah, suaranya semakin dingin.
"Oh itu tadi, kami tidak sengaja ketemu di jalan. Karena aku jalan kaku jadi Gus Zidan menawariku tumpangan saat aku mengatakan ingin ke pesantren."
Farah menatap Aza dengan penuh selidik, "Ingat, di sini semua santri sama, entah kamu dekat dengan siapapun. Jangan coba-coba bermain-main dengan aturan, atau kamu akan menyesal."
Tatapan Farah terlihat lebih intens. Di dalam hati, Farah menyimpan perasaan yang sulit dijelaskan.
Sejak lama, ia menaruh hati pada Gus Zidan, sang Gus muda yang karismatik. Namun, mengetahui bahwa Aza datang bersamanya, ada perasaan cemburu yang tak bisa ia sembunyikan.
Aza hanya bisa mengangguk pelan, meskipun ia tidak sepenuhnya memahami situasi ini. Farah memberikan tatapan terakhirnya sebelum berbalik pergi, meninggalkan Aza dalam kebingungan.
"Berhati-hatilah," ujar salah satu teman Aza setelah Farah menjauh. "Mbak Farah bisa sangat keras pada orang yang tidak disukainya."
Aza menarik napas panjang, merasa bahwa kehidupannya di pesantren ini akan jauh lebih rumit dari yang ia bayangkan.
Aza sebenarnya tidak terlalu peduli dengan peringatan Farah. Baginya, tinggal di pesantren bukanlah sesuatu yang ia inginkan sejak awal. Malah, jika ia dikeluarkan dari pesantren, itu justru akan menjadi jalan keluar yang bagus. Ia tidak pernah berniat untuk menetap di sini.
"Aku tidak mau lama-lama di sini juga," gumam Aza dalam hati sambil mengikuti langkah teman-temannya kembali ke kamar. "Kalau sampai aku dikeluarkan, biar saja. Malah lebih cepat keluar, lebih baik."
Meskipun teman-teman sekamarnya tampak cemas setelah insiden dengan Farah, Aza hanya mengangkat bahu. Baginya, pesantren ini bukan tempat yang cocok, dan ia tidak punya alasan untuk berusaha keras menyesuaikan diri atau mengikuti aturan yang terlalu ketat.
Di dalam kamar, Aza duduk di sudut tempat tidurnya, masih memikirkan bagaimana cara kabur dari pesantren ini. Ia mulai merencanakan apa yang harus ia lakukan untuk keluar dari situasi ini. Baginya, tinggal di pesantren hanya akan membuat hidupnya lebih sulit, dan ia tidak ingin terus berada di bawah aturan ketat yang membatasi kebebasannya.
Namun, di sisi lain, Aza sadar bahwa kabur begitu saja bukan hal yang mudah. Ada banyak mata yang mengawasi, terutama Farah dan para santri senior lainnya. Meski begitu, ia tidak akan menyerah begitu saja.
Di tempat lain, Gus Zidan tengah menghubungi kontraktor yang baru saja menyelesaikan renovasi rumahnya. Rumah itu terletak hanya seratus meter dari pesantren, sebuah lokasi yang strategis untuk mendukung aktivitasnya. Meskipun rumah itu sudah lama dibangun, bentuk dan desainnya tidak sesuai dengan seleranya.
Gus Zidan ingin menciptakan suasana yang lebih modern dan minimalis, sesuai dengan keinginannya. Ia ingin rumah itu menjadi tempat yang nyaman, bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk Aza.
Saat berbicara dengan kontraktor, Gus Zidan menanyakan detail terakhir mengenai penyelesaian renovasi. Ia menginginkan semua perlengkapan dan furnitur ditata dengan baik sebelum ia dan Aza mulai menempati rumah itu.
"Saya ingin semua siap dalam dua Minggu ke depan," tegasnya. "Pastikan semuanya sesuai dengan rencana."
Setelah selesai berkomunikasi, Gus Zidan melirik ke arah pesantren. Ia tahu bahwa Aza masih dalam proses penyesuaian diri, dan ia berharap kehadiran mereka di rumah baru nanti dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi Aza.
"Semoga semua ini berjalan lancar," gumamnya, penuh harapan. Ia bertekad untuk menjaga Aza, meskipun jalan di depan mungkin tidak semudah yang ia bayangkan.
Selama rumah yang sedang direnovasi belum bisa ditinggali, Gus Zidan memutuskan untuk tinggal bersama sang kakek, Abah Yai Jazuli, di kompleks pesantren. Sebagai cucu dari pengasuh pesantren, Gus Zidan memiliki hubungan yang erat dengan kakeknya. Kompleks pesantren tidak hanya menjadi tempat pendidikan, tetapi juga pusat kehidupan keluarga besar mereka.
Gus Zidan merasa tinggal bersama Abah Yai bukan hanya soal kenyamanan, tetapi juga tanggung jawab untuk membantu mengurus pesantren dan belajar lebih banyak dari pengalaman kakeknya. Setiap hari, ia terlibat dalam berbagai aktivitas pesantren, mulai dari mengajar hingga mengurus administrasi.
Bagi Gus Zidan, tinggal sementara di rumah kakeknya juga memberikan kesempatan untuk merenung dan mempersiapkan diri menjalani tanggung jawab barunya sebagai seorang suami. Meskipun pernikahannya dengan Aza terjadi secara mendadak, ia merasa bahwa ini adalah bagian dari takdir yang harus ia jalani dengan penuh tanggung jawab.
...Jika dia takdirku, maka bantu aku untuk membuatnya merasa nyaman menjalani sisa hidupnya denganku ~ Gus Zidan ...
Bersambung
Happy reading
emak nya Farah siapa ya...🤔...
aku lupa🤦🏻♀️
yang sebelm nya ku baca ber ulang²....
hidayah lewat mz agus🤣🤣🤣🤣🤣🤣....
eh.... slah🤭.... mz Gus....😂😂😂
100 dst siapa ikut😂😂😂😂
hanya krn anak pun jadi mslh tambah serem....
ke egoisan yang berbalut poligami dan berselimut dalil...🤦🏻♀️... ending nya Cusna terluka parah.....
hanya krn anak pun jadi mslh tambah serem....
ke egoisan yang berbalut poligami dan berselimut dalil...🤦🏻♀️... ending nya Cusna terluka parah.....