WARNING ⚠️
Mengandung beberapa adegan kekerasan yang mungkin dapat memicu atau menimbulkan rasa tidak nyaman bagi sebagian pembaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eva, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. >>>Permulaan
First kiss
***
04 September
"KAK!"
"APA YANG KAKAK LAKUKAN KEPADA BAРАК ITU?!"
"KAK AGRA!!"
Pria bernama Agraven tersebut terkejut saat ada yang memanggilnya dengan nama Agra selain kakeknya.
"Kak, kasian! Hiks, dia salah apa sama kamu? Dia juga manusia!" Gadis itu Azalea. Kakinya melangkah perlahan untuk mendekati Agraven. Ia sudah tidak tahan melihat siksaan kejam yang diberikan Agraven kepada seorang laki-laki paruh baya yang sekarang berada diambang kematian tepat di hadapannya.
Air mata sudah mengalir deras dari pelupuk matanya. Pemandangan di hadapannya sungguh sangat mengerikan dan menakutkan.
Aza terus berjalan dengan perlahan mendekati Agraven Kasalvori.
"Diam di sana atau orang ini akan lenyap tepat di depan mata, kamu!" ancam Agraven. Seketika kaki Aza berhenti melangkah. Tubuhnya mematung saat mendengar ancaman Agraven.
"Maksudnya? L-lenyap?" beo Aza belum juga mengerti situasi di depannya. "Kak, ambil pisau yang di betisnya Bapak itu! Rasanya pasti sakit pasti perih," sambung Aza sangat lirih. Melihat banyak darah, membuat kepalanya pening. Ingatan buruk menyerbu isi pikirannya.
"Sakit hiks ... darahnya banyak, hiks."
"Sttt, jangan nangis. Ini cuma luka sedikit. Aza jangan cengeng, ya. Harus jadi bidadari kecil yang kuat."
"Ndak bisa hiks, Aja penakut. Jangan tinggalin Aja hiks." Aza kecil terduduk lemas di lantai yang dingin.
"KAK, PLEASE! Bapak itu bisa pergi, dia bisa ... dia bisa mati hiks."
"Emang itu yang saya mau," balas Agraven menyeringai.
Bruk
Agraven mendorong laki-laki paruh baya di hadapannya ke tembok, sehingga kepala pria tersebut terbentur dengan keras. Dengan sengaja Agraven menusuk pisaunya tepat pada leher kirinya. Darah laki-laki itu muncrat ke mana-mana. Agraven tersenyum tipis, bahkan sangat tipis.
Tidak sampai di situ, Agraven terus membenturkan kepala laki-laki itu tanpa ampun. Entah apa yang membuat dirinya setega itu melakukannya.
"Bagus, kepala anda lebih baik hancur daripada dibiarkan utuh. Isi kepala anda hanya ada harta, tahta dan jalang ...."
"Otak yang ada di dalam sini, nggak pernah berpikir nasib istri dan anak yang anda telantarkan. Bayangkan saja jika mahasiswa yang anda ajarkan selama ini tau sifat anda sebenarnya. Sosok yang menjadi panutan mereka ternyata pintar manipulasi dan mainannya seorang jalang kurang belaian, cih!" sambung Agraven berbisik di dekat telinga pria dengan mata yang sudah tertutup.
"Kakak orang jahat! P-pembunuh!" Aza berteriak lemah. Kepalanya sangat pusing melihat darah yang berceceran di marmer yang berwarna putih bersih.
"Ya, kamu benar. Saya seorang pembunuh," balas Agraven datar.
"Orang jahat, hiks!"
"Hmm. Orang jahat ini punya masa lalu."
"Psiko-"
"Saya bukan psikopat, camkan itu!" tekan Agraven mendekati Aza yang sudah terduduk di lantai.
"Kamu udah liat siapa saya sebenernya ...."
"Itu tujuan pertama saya," sambung Agraven.
***
Rafka doi Yupi
Aza ad sm lo gk, Na?
Gak ada, Raf! Dia gak masuk lagi matkul hari ini Gue udh hubungin juga, tapi gak dibls
Udah 5 hari dia gak msk Di kontrakan jg gk ada
Gue khawatir
Y udh, nnti gw cari lagi
***
Vanna sedang mondar-mandir tidak jelas sambil menggigiti kuku telunjuknya. Ia sedang khawatir kepada Aza.
"Brengshake lo, Yupiii! Gara-gara lo gue jadi khawatir ini!" monolog Vanna. Sudah berkali-kali ia berdecak bahkan mengumpat kesal.
"Gue nggak boleh berdiam diri di rumah. Si Yupi nggak pernah pergi tanpa ngasih tau ke gue dulu sebelumnya. Lagian kalo dia pergi... dia mau pergi ke mana?!"
"Panti!" teriak Vanna teringat akan sesuatu. "Si Azab pasti ke panti!" lanjut Vanna sengaja merubah nama Aza dengan ditambahi b. Memang dasar si Vanna sukanya ganti nama panggilan Aza.
Setelah izin kepada Mamanya, Vanna segera pergi menuju panti tempat tinggal Aza sebelum memutuskan untuk tinggal sendiri di kostan yang terdapat di gang Violet.
Sampainya di sana, Vanna tidak menemukan sosok Azalea. Ibu panti pun memberitahunya bahwa Aza belum ada ke sana setelah minggu lalu.
Vanna semakin menduga-duga apa yang terjadi kepada sahabatnya. Tangannya mengetik sesuatu di ponselnya.
"Hallo Rafkatul!!"
"Apa, Na? Nggak usah nambah-nambahin nama gue dan nggak usah ngegas juga ngomongnya!" balas seseorang yang Vanna hubungi. Dia Rafka.
"Ini gawat kayak kawat yang terbelit susah diluruskan kembali seperti asli!" Vanna berkata dengan heboh.
"Nggak jelas, Na. Kalo nggak ngomong penting, matiin aja. Gue lagi cari Aza, sampe sekarang belum ketemu!"
"Gawat Raf! Sahabat gue satu-satunya cuma dia, gimana kalau Aza diculik?!" kata Vanna sudah panik.
"Siapa yang mau culik Aza, Na? Mereka kira Aza anak kecil yang dengan mudah mereka culik dengan menyogok menggunakan permen?"
"Iya juga, ya. Siapa juga yang mau nyulik Yupi," balas Vanna mengiyakan. "Tapi ginjal Aza bisa dijual--"
Tuut
"Rafka setan!" umpat Vanna karena sambungannya diputuskan sepihak oleh Rafka.
Di lain tempat di waktu yang sama, Aza sedang menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam netra matanya yang perlahan terbuka.
Baru saja Aza ingin duduk dari posisinya terbaring, tetapi sebuah tangan kekar dengan sigap menahannya.
Aza terperanjat saat mengetahui pemilik tangan. Dengan cepat gadis tersebut beringsut mundur. Wajahnya sangat kentara sedang ketakutan.
Seseorang yang masih memegang tangan Aza langsung melepaskannya.
"Kamu tadi pingsan." Suara berat orang itu memecahkan keheningan.
Aza kembali mengingat kejadian saat ia sebelum kehilangan kesadarannya. Gadis tersebut kembali meneteskan air matanya.
Seseorang yang menurutnya sangat kejam sedang duduk di sampingnya. Dia Agraven.
"K-kakak jahat, hiks ...."
Agraven hanya diam dengan wajah datarnya. Pandangannya lurus menatap wajah Aza, tetapi isi tatapan itu kosong. Aza dapat melihatnya.
"Kenapa kamu tega bunuh dosen itu, Kak? dia salah apa sama kamu?" Benar. Laki-laki paruh baya yang disiksa, bahkan dibunuh tepat di depan mata Aza adalah salah satu dosen di ASKALA UNIVERSITY. Entah apa motif Agraven membunuhnya.
"K-kamu jahat! Pembunuh!"
"Apa kamu juga akan bunuh Az--"
Cup
Belum sempat Aza menyelesaikan perkataannya, Agraven lebih dulu membungkam mulut Aza dengan bibirnya.
Agraven hanya diam dengan bibir yang menempel dengan bibir Aza, detik berikutnya ia mulai melumat bibir pink gadis itu.
Aza melotot karena kaget. Apa ini?
Hal yang pertama kali Aza alami. Apa ini sebuah ciuman? pikir Aza menerka-nerka.
Aza mendorong dada Agraven sekuat tenaga yang ia punya. Berhasil. Agraven akhirnya membiarkan bibir mereka terlepas.
Napas Aza memburu. Tidak berbeda jauh darinya, Agraven pun sama halnya.
Tidak ada raut bersalah dari wajah laki-laki bernama Agraven Kasalvori itu setelah membuat Aza seperti sekarang. Bibir sedikit membengkak, rambut sedikit acak-acakan dan jangan lupakan air mata yang tak hentinya menetes.
Aza merasa rendahan.
Aza merasa capek.
Aza ingin berteriak.
Aza ingin pulang.
"Vanna, Afka! First kiss Aza sudah diambil sama psikopat ini, hiks," Aza masih menangis dalam diam. Sedangkan Agraven hanya diam seperti enggan untuk sekedar membuka mulut.
"Kamu ... apa yang kamu lakukan?"
"Apa yang kamu mau dari Aza? Aza mau pulang! Aza nggak mau di sini hiks. Aza takut ...."
"Ini tempat kamu pulang sekarang." Setelah mengambil first kiss Aza, itulah ucapan pertama kali yang keluar dari mulut Agraven.
"Aza nggak mau! Aza takut, hiks. Kakak kejam! Kakak udah ambil first kiss yang selama ini Aza jaga."
Agraven tersenyum miring.
"Ini permulaan, Azalea. Siapkan diri kamu untuk malam ini."
"Apa maksud--"
"Setelah malam ini, kamu milik saya seutuhnya."
Agraven brengshake!
***
Ucapan Agraven terus terngiang-ngiang di pikiran Aza. Ia terus berjalan mengelilingi ruangan err lebih tepatnya sebuah kamar yang luas. Hanya terdapat sebuah kasur king size dan lemari besar.
Sudah beberapa hari Aza berada di sana. Hanya di dalam ruangan itu karena Agraven tidak membiarkannya keluar untuk menghirup udara segar sekali pun.
Gadis malang tersebut terus meremas kedua tangannya. Ia sungguh takut.
Membayangkan Agraven saat membunuh saja membuat kepala Aza pening. Belum lagi kilasan masa lalu yang sangat menyiksanya.
"Tuhan ... bantu Aza. Aza mau keluar dari tempat ini. Aza takut, Aza benci dia. Dia pria kejam. Kak Ludira nggak pantas dengannya. Aza harus beri tau kak Ludira yang sebenarnya jika Aza sudah terbebas," tekad Aza.
Cklek
Suara pintu terbuka mengagetkan Aza. Refleks kakinya beringsut mundur setelah mengetahui Agraven, lah, yang datang.
Memang siapa lagi selain laki-laki itu?
"Ini cara saya. Tolong maafkan," ungkap Agraven. "Saya tau ini rendahan. Pengecut? Iya, pengecut," lanjut Agraven dalam hati.
Aza tidak mengerti maksud dari perkataan laki-laki itu.
Langkah Agraven maju untuk mendekati Aza, sedangkan gadis itu terus mundur untuk menghindari.
Usaha menghindari Agraven berhenti setelah punggungnya mentok ke dinding kamar.
Agraven lantas menyeringai.
Napas Aza tercekat saat tangan Agraven mengurung pergerakannya. Agraven bahkan menghapus jarak diantara mereka berdua.
Aza tak tau harus apa. Ia ingin kabur, tetapi tidak bisa. Tubuhnya mulai bergetar.
Waktu begitu cepat, bibir Agraven dan Azalea untuk kedua kalinya menempel, bersamaan dengan itu air mata Azalea luruh.
Ia sudah memberontak, tetapi tetap saja tenaganya masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Agraven.
"K-kak, Aza bukan mainan hiks, tolong lepaskan Aza. Aza bukan melon teh seperti yang dibilang Vanna, hiks. Aza sudah berusaha menjadi w-wanita yang baik."
"K-kenapa--"
"Stttt, saya tau kamu wanita baik-baik." Ungkapan tak terduga keluar dari mulut Agraven. Dan tindakan tak terduga juga ia lakukan terhadap Aza.
Tubuh Aza ia tarik, lalu ia dorong hingga terjatuh terlentang di atas kasur. Tidak hanya itu, ia juga menindih tubuh ringkih gadis itu.
"A-apa yang kamu-mmph."
Ucapan Aza terpotong oleh lumatan lembut yang diberikan Agraven pada bibirnya.
"Ucapkan selamat tinggal kepada semua harapan yang kamu bangun bersamanya." bisik Agraven di dekat telinga Aza. "Bersama dengan Rafka," sambungnya sambil terkekeh.
"L-lepasin Aza, kamu mau apa hiks? Jangan sentuh!"
"Ssttt, kamu tenang. Ini awal dari semuanya," bisik Agraven tepat di dekat telinga Aza. Sesekali ia kecup. Hal itu membuat Aza merinding sekaligus geli.
Tangan Agraven mulai menyingkap baju yang Aza kenakan. Sekali sentakan baju itu langsung robek. Aza lagi-lagi melotot. Ia berusaha menutupi tubuhnya, tapi Agraven menghalanginya.
"Jangan menolak," bisik Agraven.
"Hiks jangan sentuh aku! Aku mohon aku mohon aku mohon hiks ...."
"Aza bukan wanita murahan hiks, Aza--mphh ...."
•
•
•
To be continue...