Satu tahun lalu, dia menolong sahabatnya yang hampir diperkosa pria asing di sebuah Club malam. Dan sekarang dia bertemu kembali dengan pria itu sebagai Bosnya. Bagaimana takdir seperti ini bisa terjadi? Rasanya Leava ingin menghilang saja.
Menolong sahabatnya dari pria yang akan merenggut kesuciannya. Tapi sekarang, malah dia yang terjebak dengan pria itu. Bagaimana Leava akan melewati hari-harinya dengan pria casanova ini?
Sementara Devano adalah pria pemain wanita, yang sekarang dia sudah mencoba berhenti dengan kebiasaan buruknya ini. Sedang mencari cinta sejatinya, namun entah dia menemukannya atau tidak?
Mungkinkah cintanya adalah gadis yang menamparnya karena hampir memperkosa sahabatnya? Bisakah mereka bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejadian Di Kamar Mandi
Akhirnya Leava ikut pulang ke rumah orang tua Devan. Lebih tepatnya adalah rumah Presdir. Leava cukup canggung, apalagi saat dia melihat rumah yang begitu mewah. Sudah seperti rumah dalam Negeri Dongeng yang sering dia dengar.
Mimpi apa gue, sampai bisa masuk ke rumah semewah ini.
Leava menatap ruang tengah yang begitu luas, bahkan luasnya bisa setara dengan seluruh bagian rumahnya di Luar Kota. Ah, dia benar-benar merasa kecil sekarang.
"Em, Lea, kau antarkan Devan ke kamarnya" ucap Mama.
"Hah?" Leava malah terkejut, dia yang sedang menatap ke sekeliling rumah, begitu terkejut dengan ucapan Mama barusan. "...Em, tap-tapi kenapa harus saya, Nyonya?"
"Karena kau harus bertanggungjawab telah membuatku seperti ini!" tekan Devan, seolah menyadarkan Leava jika dirinya harus bertanggungjawab atas semua kejadian ini.
Leava hanya mengangguk saja, dia masih mencoba tersenyum, meski sebenarnya sangat kesal. "Baiklah, ayo kita ke kamar untuk istirahat, Tuan"
Lea memapah Devan menuju kamarnya dengan hati-hati. Sementara di ruang tengah, Mama hanya menggeleng tidak percaya dengan kelakuan anaknya ini.
"Aku kira dia benar-benar sudah berubah dan tidak ingin bermain wanita lagi. Tapi ternyata masih Devan yang sama" ucapnya.
"Sepertinya memang Devan sudah berubah. Kali ini dia seperti lebih serius, bukan hanya untuk mempermainkan wanita" ucap Bunda.
"Jelas hanya mempermainkan, dia 'kan sudah dijodohkan sama anak teman Papa yang sekarang sedang melanjutkan kuliah di Luar Negara. Kemarin saat Devan ada perjalanan bisnis kesana, mereka bertemu. Dan kabarnya sampai sekarang mereka masih saling mengabari" ucap Papa.
Mama dan Bunda langsung saling tatap dengan kening berkerut. Sepertinya memang Devan hanya mempermainkan Sekretarisnya saja, jika memang kenyataannya seperti ini.
"Aku pernah bertemu dengan gadis itu sebelum dia berangkat ke Luar Negara. Memang gadis yang baik, dan cantik. Aku rasa akan cocok dengan Devan" ucap Mama.
"Yaudah, kalau memang Devan sudah setuju dengan perjodohan ini dan dia merasa cocok dengan gadis itu. Maka kita sebagai orang tua, harus memberikan nasihat agar dia tidak lagi mendekati wanita mana pun, karena kasihan jika wanita terlanjur jatuh cinta, tapi prianya sudah mempunyai calon sendiri" ucap Bunda.
Mama mengangguk setuju, memang anaknya itu sering sekali mempermainkan wanita. Bahkan sampai ada beberapa yang sengaja datang padanya, karena ingin pertanggungjawaban Devan atas apa yang dilakukan padanya. Mama sampai sudah lelah kedatangan para wanita mantannya Devan.
Pada akhirnya, dia akan memberinya uang dan para wanita itu akan pergi begitu saja. Sampai saat ini Mama benar-benar belum menemukan yang benar-benar tulus pada anaknya ini. Jadi, ketika melihat gadis yang dijodohkan dengan Devan, dia langsung setuju dan merasa jika gadis itu adalah gadis baik yang bukan hanya ingin uangnya Devan saja.
*
Leava memapah Devan untuk sampai ke tempat tidur. Tubuh tinggi tegap pria itu, tentu saja membuatnya sedikit kesulitan. Tubuh Leava yang pendek, meski sedikit berisi. Tetap saja tidak bisa menandingi tubuh tinggi tegapnya Devan.
"Pelan-pelan Tuan"
Devan jatuh ke atas tempat tidur karena dia yang kurang seimbang, sampai menarik tangan Leava yang menuntunnya. Kini, Leava berada tepat di atas tubuhnya. Sangat dekat, bahkan hembusan nafas saja begitu terasa.
Ya Tuhan, kenapa jantungku berdebar kencang. Matanya... Tatapan matanya terlihat sangat tajam.
Leava seolah sulit bernafas, dia menindih tubuh Bosnya. Sampai dia bisa merasakan debaran jantung Devan di dadanya. Sepertinya keduanya sama-sama berdebar sekarang.
"Kau berat sekali"
Leava mengerjap kaget, dia langsung bangun dari atas tubuh Devan. Sedikit merapikan baju dan rambutnya dengan gugup. "Em, maaf Tuan. Saya tidak sengaja"
Devan ikut bangun, dia duduk di pinggir tempat tidur. Menatap Leava yang menunduk diam. "Aku kira kau sengaja menggodaku. Tapi aku tidak akan tergoda dengan tubuh pendekmu itu"
Leava hanya terdiam dengan menundukan wajahnya. Namun, kedua tangannya mengepal kuat. Tidak terima dengan ucapan Devan barusan. Memang tubuhnya pendek, tapi tidak sependek itu juga.
"Cepat bantu aku ke kamar mandi, aku perlu mandi"
"Hah?" Lea kembali dibuat bingung dengan permintaan Bosnya ini.
"Cepat! Malah bengong tidak jelas!" tekan Devan.
Leava mengangguk, dia segera membantu Devan berdiri. Memapahnya ke kamar mandi. Padahal kakinya baik-baik saja, kenapa dia manja banget si. Pengen di papah segala.
"Tuan tunggu sebentar ya, saya siapkan dulu airnya" ucap Leava, membiarkan Devan menunggu dekat wastafel.
Setelah mengisi bak mandi dan meneteskan beberapa aromaterapi. Leava kembali, namun dia langsung menjerit keras.
"Aaaa..." Leava langsung menutup matanya. Bagaimana tidak, dia melihat Devan yang sudah membuka baju dan celananya. Hanya tertinggal boxer saja.
Devan tersenyum melihat itu, dia mendekat pada Leava yang masih menutup wajahnya dengan tangan. Mendekatkan wajahnya di telinga gadis itu.
"Bukannya kau suka dengan dada bidang ini? Tadi saja menindihnya" bisik Devan.
Leava merasa pipinya semakin panas sekarang. Dia berbalik dan segera berlari keluar dari kamar mandi. Menutup pintu kamar mandi dengan keras. Lalu, dia bersandar di dinding dengan memegang dadanya sendiri.
"Ya Tuhan jantungku. Ah, dia gila apa ya. Kenapa membuka semua pakaiannya, sebelum gue keluar"
Leava jadi kesal sendiri dengan apa yang dilakukan Devan. Dia memegang pipinya yang terasa panas sekarang, pastinya sudah sangat merah.
"Aaa... Tuh cowok maunya apa si? Ngerjain gue sampai segininya"
Leava mengepalkan tangannya dengan kuat. Kesal sekali. Jika berani, dia ingin melayangkan kepalan tangannya itu ke wajah Devan yang selalu mengerjainya. Tapi, tentu dia tidak akan seberani itu.
"Tapi gue masih membutuhkan pekerjaan ini. Jadi, gue harus bertahan saja deh sekarang. Meski tuh Bos nyebelin banget"
Leava berjalan ke arah lemari pakaian, mengambilkan pakaian ganti untuk Devan. Setelah itu, dia segera keluar dari ruang ganti.
Ponselnya berdering, ternyata itu dari sahabatnya. Leava sejenak bisa melupakan kekesalannya itu karena panggilan dari sahabatnya.
Bersambung