Mika dan Rehan adalah saudara sepupu.
mereka harus menjalani sebuah pernikahan karena desakan Kakek yang mana kondisinya semakin memburuk setiap hari.
penuh dengan konflik dan perselisihan.
Apakah mereka setuju dengan pernikahan itu? Akankah mereka kuat menghadapi pernikahan tanpa dasar cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pe_na, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Curhatan Ibu.
HAPPY READING...
***
Hal pertama saat menginjakkan kaki di rumah minimalis 2 lantai ini, perasaan seorang ibu tentu saja tak karuan.
putri yang selama ini ia sayangi. putri manja yang selalu bergantung apapun padanya, kini telah dipersunting oleh seorang pria.
putri kecilnya itu telah menjadi seorang istri dan tanggung jawab yang besar pula.
Apakah putriku bisa?
Pertanyaan itu seringkali muncul di dalam benaknya. mengingat Mika itu masih seorang gadis kecil yang belum bisa melalui semuanya sendiri. ia masih butuh orang tuanya.
Tapi, di sisi lain. Ibu Widya juga harus bisa menerima semuanya. ia harus sedikit lebih berbesar hati untuk melihat bagaimana takdir membawa putrinya untuk berumah tangga.
walaupun sekarang masih terlihat semu, tak ada harapan apapun. tapi hati Ibu terus mendoakan yang terbaik untuk putrinya itu.
Di kamar.
Ibu Widya duduk di tepian ranjang. menatap lekat wajah putrinya itu. "Kau baik-baik saja sayang?". sebuah pertanyaan sederhana tapi bermakna dalam.
apakah putrinya bisa tidur nyenyak? apakah Rehan memperlakukannya dengan baik?
semua pertanyaan itu terus berputar di kepala Ibu sejak pernikahan terjadi.
bahkan tiap malam Ibu selalu memikirkan kasih putrinya. tak jarang, beliau sampai begadang hanya demi memikirkan Mika seorang.
Sekarang saat Ibu Widya mampu melihat Mika dengan matanya sendiri, rasa khawatirnya itu semakin bertambah saja. pipi putrinya yang terlihat lebih tirus, entah itu nyata atau hanya imajinasinya saja.
"Kau kurusan, Ka?". menyentuh pipi putrinya dan memastikannya.
"Mika baik-baik saja, Bu..." jawab Mika sambil menggenggam tangan ibunya memastikan bahwa dirinya tidak seperti tang Ibu khawatirkan. Ya walaupun hidup sendiri tanpa orang tua sedikit membuat Mika kena mental, tapi tak separah itu. buktinya Mika bisa melaluinya beberapa hati terakhir.
"Ibu benar-benar khawatir pada putri Ibu...". Bagi Ibu, Mika tetaplah putri kecilnya. Mika tetaplah anak kecil di mata kedua orang tuanya.
"Apakah Kakek sehat?" tanya Mika mencoba mengalihkan perhatiannya pada kesehatan Kakek saja. karena jika membahas dirinya sendiri, Mika yakin kalau ia tak mampu menahan tangis. dan hal itu akan semakin membuat Ibu bertambah cemas nantinya.
jadi memilih topik pembicaraan lain adalah hal yang tepat.
atau bisa membicarakan Kakek, yang katanya semakin sehat saja.
"Anehnya, kakekmu itu terlihat bugar sekarang..." keluh Ibu. padahal beberapa waktu terakhir, orang tua itu terlihat tak berdaya dengan selang oksigen yang terpasang pada tubuhnya.
Bahkan Ibu Widya sempat menduga kalau umur Kakek tidak lah panjang. tapi dugaan itu salah besar. nyatanya sekarang Kakek terlihat jauh lebih muda saja. bergerak bebas tanpa mengeluhkan apapun.
apa semua itu berkat pernikahan Mika dan Rehan? yang membuat Kakek merasa bahagia atau ada hal lain? entahlah... tapi yang jelas sdmiat orang terlihat bahagia melihat Kakek yang sekarang.
Mika cemberut.
"Ibu, apa Ibu juga berpikiran yang sama denganku?". sungguh Mika kesal sekaligus curiga pada Kakek nya itu.
"Tentang?".
"Apa ini memang rencana Kakek untuk membuatku dan Rehan menikah? Kakek sengaja kan?" ucap Mika. Ya.. sepertinya memang seperti itu. apa yang terjadi memang sudah di rencanakan.
"Atau malah Ibu dan lainnya ikut andil dalam rencana ini?" tuduh nya pada sang Ibu.
"Eh, kenapa Ibu?" protes Ibu tak terima dengan tuduhan Mika. Ya walaupun tidak bisa dikatakan tidak, tapi memang itulah yang terjadi. semua orang sepakat dan setuju dengan permintaan Kakek, tapi bukan berarti Ibu ikut merencanakannya.
"Ibu tak tau apapun tentang hal itu...".
"Tapi Bu, kenapa Kakek sejahat itu padaku..." keluh Mika. memeluk ibunya dengan manja.
"Tanyakan saja pada Kakek saat kau menemuinya..." dukung Ibu.
karena yang bisa menjawab adalah Kakek sendiri.
Ibu mengamati sekitar. kamar Mika yang terkesan rapi dan tenang.
"Mika, apa Ibu boleh bertanya sesuatu?" ucap Ibu ragu.
walaupun sebenarnya tak apa bertanya, tapi tetap saja Ibu harus meminta ijin dulu pada putrinya.
"Boleh... apa yang ingin Ibu tanyakan?".
Ibu menatap Mika dengan lekat.
"Apa... apa Rehan.. e - Apa Rehan pernah tidur di-sini?".
Mika membulatkan mata. "Tidak lah Bu... tidak pernah... dan kenapa juga ia tidur disini... dia punya kamar sendiri di atas..." ucap Mika.
bagaimana mungkin Rehan tidur di kamar ini, bersama Mika lagi. tidak akan!
"Kami sudah sepakat untuk tidur terpisah..." jawab Mika menjelaskan.
"Mika, ingatlah pesan Ibu..." Ibu menggenggam tangan Mika.
"Walaupun secara hukum dan agama kalian telah menikah, tapi hal ini penting bagi kalian... jangan bertindak gegabah... apalagi kalian di ikat dalam sebuah pernikahan karena perjodohan," ucap Ibu.
Mika masih tak paham. apa makna dari ucapan Ibu barusan.
"Bangunlah hubungan kalian dulu... bangun sebuah perasaan satu sama lain... kalian masih muda... jangan ada anak dulu sebelum kalian sama-sama mencintai..." ucap Ibu.
"Hahaha..." Mika tertawa mendengar ucapan Ibu. yang mana justru terdengar seperti sebuah lelucon.
Anak? mana mungkin...
"Tidak mungkin ada anak Bu... karena kita sudah membuat kesepakatan... tidak mungkin..." ucap Mika.
"Ha? kesepakatan? apa maksud ucapanmu Ka?" tanya Ibu terkejut mendengar ucapan putrinya tentang kesepakatan.
Glekk...
Mika panik. Apa yang aku katakan tadi? apa? aduhhh... nih mulut tidak bisa di ajak kompromi!
"Mika.." panggil Ibu karena Mika tak menjawab pertanyaan darinya.
"Hehehe... maksudnya, Mika dan Rehan sudah membicarakan itu Bu..." jawab Mika dengan perasaan tak karuan.
Tunggu! aku tidak menyebutkan tentang perjanjian yang ku buat bersama Rehan bukan?
"Kita tidak ingin ada anak untuk saat-saat ini..." lanjutnya. dalam hati Mika terus memohon agar Ibunya percaya.
"Kalau sangat terdesak, minumlah pil yang Mama Reta berikan padamu..." ucap Ibu mengingatkan pil pemberian Mama Reta pada Mika setelah pernikahan beberapa hari yang lalu.
pil untuk mencegah kehamilan yang telah dipersiapkan.
"Iya Bu.. Mika tau..." jawab Mika.
Pil yang sudah dipersiapkan itu akan membantu Mika. karena tak ada yang tau bukan? terlebih mereka memang sudah sah secara hukum. tak ada yang melarang untuk Rehan melakukan apapun pada istrinya.
----
"Dengar Rey, Mika itu masih kuliah... kau tidak boleh memaksanya..." ucap Mama Reta.
"Memaksa apa sih Ma..." protes Rehan. entah sudah keberapa kali ia mendengar hal itu. dan seolah dirinya lah yang jahat yang bisa melakukan apapun pada Mika.
padahal sampai sekarang Rehan tak melakukan apapun pada gadis itu. tidur saja mereka terpisah kamar.
"Bisa saja kan kau memaksa Mika untuk melakukan hal itu..." ucap Mama.
Rehan tersenyum. "Bukankah Mama juga suka kalau Rehan buatkan cucu, ha?" godanya sambil menaik-turunkan alisnya jenaka. sungguh Rehan benar-benar manja di depan Mama Reta.
"Tapi jangan sekarang Rey...". Mama Reta memukul bahu anaknya.
bukan hanya dirinya, semua orang tua juga suka dengan seorang cucu dari anaknya. hanya saja beda dengan keadaan Rehan saat ini.
selain mereka menikah karena perjodohan, Rehan dan Mika juga belum membangun perasaan mereka masing-masing. Mama Reta hanya tak mau Rehan memilki anak tanpa kesiapan apapun.
"Bagaimana kalau Rehan tak tahan untuk menyentuh Mika?" goda pria itu lagi.
Mama Reta menghela nafasnya. benar-benar sulit menceramahi putranya ini.
karena sifat keras kepala Rehan itu menurun dari Papa Bima.
"Gunakan pengaman kalau kau benar-benar terdesak..." ucap Mama Reta.
dosa jika Mama Reta melarang Rehan untuk tidak menyentuh Mika. karena mereka telah menikah.
"Hahahaha..." Rehan tertawa mendengar jawaban Mama Reta.
Ck.. siapa juga yang mau menyentuh Mika... batinnya bicara.
***