Lidya dinda adalah seorang wanita yang mandiri, sedari kecil dia sudah banyak merasakan kepahitan hidup. Di usia yg baru menginjak remaja, dia mulai merasakan beban berat dalam hidupnya, dimulai dari bapak dan ibunya yang meninggal dunia karena kecelakaan, kemudian dia yang harus menghidupi kedua adiknya, kini dia tak melanjutkan lagi sekolahnya, dia pun harus membanting tulang untuk meneruskan hidupnya dan kedua adiknya, dia mencari nafkah untuk bisa menyekolahkan adik - adiknya. Bagaimana kisah hidup Lidya selanjutnya? di baca terus update bab terbarunya ya guys. Selamat membaca, tolong kasih like dan beri saran maupun kritik yang membangun ya, saya akan menerima semuanya dengan senang hati. Semoga sehat selalu, terima kasih🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Irfansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11.
"Nak Lidya dan nak Arthur, Bapak dan Ibu mengucapkan selamat buat kalian, semoga pernikahan kalian langgeng ya, semoga rumah tangga kalian sakinah mawaddah dan warahmah dan kalian selalu bahagia sampai kakek nenek." Ucap Pak Bahar.
"Aamiin..." Sahut semua yang ada di ruang tamu.
"Permisi...saya kurir, mau mengantarkan orderan makanan." Ucap kurir tersebut di depan pintu rumah yang terbuka.
"Ooh iya mas." Lutfi pun keluar untuk mengambil makanan tersebut.
"Berapa mas?" Tanya Lutfi.
"Tadi udah di transfer kok dek." Sahut kurir tersebut.
"Ooh iya, makasih ya mas." Ucap Lutfi dengan ramah.
"Ya dek, sama - sama." Sahut kurir tersebut dan berlalu dari pergi dari rumah itu.
Laras dan Lidya pun menyiapkan makanan kemudian menggelar tikar untuk makan lesehan bersama, karena meja makannya tidak cukup untuk menampung semuanya.
"Ayo semuanya, kita makan dulu." Ajak Laras.
"Kak Arthur, ayo kita makan." Ajak Lidya perlahan dan Arthur pun mengangguk.
Mereka pun makan bersama, setelah selesai makan, Pak Bahar dan Bu Tina berpamitan untuk pulang ke rumahnya.
Begitu juga dengan Hendra, sahabat Arthur yang dimintai tolong untuk menjadi saksi pernikahannya.
"Bapak dan Ibu pamit dulu ya nak Arthur dan nak Lidya, kalian juga beristirahatlah." Ucap Pak Bahar.
"Semoga cepat - cepat di kasih momongan ya, hehe..." Ujar Bu Tina. Arthur dan Lidya hanya tersenyum mendengar perkataan Bu Tina tersebut.
"Mbak Lidya...Bro...aku juga pamit ya, semoga pernikahan kalian langgeng, hehe..." Ujar Hendra, dan dia tau apa yang sebenarnya terjadi. Arthur pun menatapnya dengan tajam, sehingga membuat Hendra cengengesan dan bergegas keluar dari rumah Lidya.
Arthur mengantarkannya sampai ke teras.
"Bro...thanks ya, udah mau bantu aku, tapi ingat, kamu harus tutup mulut, aku nggak mau sampai keluargaku mengetahuinya sekarang." Ucap Arthur.
"Tenang bro, mulutku ini kan nggak ember, jadi rahasiamu aman terkendali, hahaha..." Tutur Hendra.
"Oke sip, makasih ya, malam ini aku menginap di sini dulu, biar adik - adiknya Lidya nggak curiga, besok aku pulang ke rumah." Ujar Arthur.
"Jadi, malam ini kamu mau...ehem...ehem..." Ucap Hendra menggoda Arthur dengan menaik turunkan kedua alisnya sembari tersenyum nakal.
"Cck...apaan sih, aku gak akan menyentuhnya, aku hanya menolongnya saja." Ujar Arthur berbisik.
"Memangnya kamu nggak rugi, menikahi wanita cantik seperti dia tapi nggak menyentuhnya, lihatlah wajahnya, tubuhnya, dadanya, uuuh...kalau aku yang berada di posisimu, aku nggak akan menyia - nyiakan kesempatan bagus ini." Ungkap Hendra.
Arthur melirik sesaat ke arah Lidya.
Dan memang benar apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu, Lidya terlihat begitu sempurna di matanya, tapi sangat di sayangkan, dia sudah mempunyai kekasih yang saat ini berada di Australia, kekasihnya bernama Susan, dia sedang magang di perusahaan kontraktor yang berada di Australia.
"Aah...sudah lah Hen, lagian aku nggak mencintainya, aku hanya menolongnya saja, aku hanya mencintai Susan, semoga saja dia akan mengerti dengan yang ku lakukan ini." Tutur Arthur.
"Lho...memangnya kamu yakin akan mengatakan hal kepada Susan? Nanti kalau dia marah dan kecewa, gimana? Mendingan jangan kamu kasih tau deh, kan setelah Susan melahirkan, kalian juga akan bercerai kan." Ujar Hendra.
"Iya juga sih, jadi apa sebaiknya aku diam aja, nggak perlu memberitahu Susan tentang masalah ini? "Tanya Arthur.
"Ya, memang lebih baik seperti itu, supaya hubunganmu dengan Susan baik - baik saja." Ujar Hendra.
"Oke...thanks bro." Sekali lagi Arthur berterima kasih kepada Hendra.
"Aku pamit ya bro, bye." Ucap Hendra dan mereka saling berpelukan.
"Kak...kita belum sempat berkenalan lho." Ucap Laras saat melihat Arthur duduk di ruang tamu sembari menatap layar ponselnya.
"Ehm ya...nama kamu siapa?" Tanya Arthur ramah.
"Namaku Laras kak, trus cowok jelek ini namanya Kak Lutfi." Ujar Laras mengulurkan tangannya sembari melirik ke arah Lutfi.
Lutfi pun memutar bola matanya malas saat mendengar ucapan Laras.
Lidya yang sedang membersihkan sisa - sisa makanan saat makan bersama tadi pun tersenyum melihat tingkah laku kedua adiknya.
"Aku Lutfi kak." Ucap Lutfi bergantian mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Arthur.
"Oh ya kak, kata Kak Lidya, kak Arthur kerja diluar kota ya? makanya nggak pernah datang ke sini." Tanya Lutfi.
"Ya benar, aku kerja diluar kota, dan sangat sibuk. Besok harus kembali kerja lagi, karena hanya bisa izin paling lama lima hari. Dan hari ini udah hari yang ke empat, makanya besok sore harus keluar kota lagi, dan lusanya kembali bekerja.
"Jadi, kak Lidya di anggurin dong, hahaha..." Ujar Laras nyeletuk.
"Hush...nggak boleh gitu sayang, kan nggak enak sama Kak Arthur." Ucap Lidya.
"Iya nih, si Laras ngomongnya nggak sopan." Ujar Lutfi.
"Hehe...ya sementara di anggurin dulu, tapi kan malam ini nggak di anggurin." Ujar Arthur sembari tersenyum dan sesekali melirik ke arah Lidya
"Ehm...kamarmu dimana? Aku mau ganti baju." Tanya Arthur kepada Lidya.
"Ooh...ehm...sini aku antar ke kamar kak." Sahut Lidya dan diikuti oleh Arthur.
"Kak, ini kamarku...umm, maaf ya agak berantakan kak." Ucap Lidya. Arthur memandangi ke sekeliling kamar Lidya yang hanya berukuran 4 x 5 meter saja, terdapat satu kasur busa nomor 3 yang terhampar di lantai, dan tentu saja itu hanya muat untuk satu orang saja.
"Kak, nanti kakak tidur di kasur ya, saya tidur di bawah sini, tinggal pasang tikar aja, kalau mau mandi, kamar mandinya ada di dekat dapur ya kak." Tutur Lidya.
"Kamu aja yang di kasur, kamu kan lagi hamil." Sahut Arthur.
Arthur tiba - tiba membuka bajunya di depan Lidya dan terlihatlah otot perutnya yang mirip roti sobek dan dadanya yang bidang itu.
Lidya sempat melongo beberapa detik saat melihatnya, tapi dia tersadar saat Arthur berdehem.
"Hem..Hem..kamu lihat apa?" Tanya Arthur.
"Eh - ehm...maaf kak, nggak lihat apa - apa kok." Sahut Lidya malu dengan pipi yang merona.
"Aku mau keluar dulu sebentar." Ucap Arthur setelah mengganti bajunya.
"Iya kak." Sahut Lidya.
Arthur pun keluar rumah dan langsung masuk ke dalam mobilnya, ternyata dia pergi menemui Aruna, kakak perempuan satu - satunya. Sebelumnya, dia sudah menelepon Aruna menanyakan keberadaannya sekarang, dan Aruna saat ini sedang berada di Toko Berlian miliknya, dan kebetulan juga Arthur memang ingin membeli 1 set perhiasan buat Lidya.
"Hei Arthur, tumben kamu kesini, ada apa?" Tanya Aruna.
"Ehm...kak, aku boleh lihat - lihat koleksi perhiasan yang kakak jual?" Arthur balik bertanya kepada Aruna.
"Boleh dong...kenapa? Kamu mau beliin buat pacarmu, Susan?" Tanya Aruna.
"Hehe...iya kak." Sahut Arthur.
"Ya udah ayo...kita ke depan, nanti kakak pilihkan koleksi terbaru." Ujar Aruna.
"Makasih kak." Sahut Arthur.
Aruna pun memilihkan satu set perhiasan yang cocok dipakai buat wanita seumuran Susan.
"Nah...ini nih...pasti cantik dan elegan banget kalau di pakai Susan." Ujar Aruna memperlihatkan perhiasan itu kepada Arthur.
"Aku beli yang ini deh kak, harganya berapa?"Tanya Arthur.
"Bawa aja, anggap aja ini hadiah dari kakak buat Susan" Ucap Aruna.
"Jangan dong kak, ntar kakak rugi lagi" Ucap Arthur.
"Aduuh Arthur, keuntungan kakak udah banyak, jadi ini ambil aja buat Susan." Tutur Aruna.
"Beneran nih kak?" Tanya Arthur untuk memastikan ucapan Aruna.
"Iya, beneran" Sahut Aruna.
"Makasih ya kak, kakak baik banget, semoga laris manis semua perhiasan yang kakak jual, habis terjual semuanya, hehe..."Ucap Arthur.
"Aamiin...makasih Do'anya Arthur." Sahut Aruna sembari tersenyum.
"Kalau gitu, aku mau ngirim ini dulu ya kak, sekali lagi terima kasih, bye kakak." Tukas Arthur dan pergi dari toko perhiasan itu dan menuju ke rumah Lidya.