Season 2 Pengganti Mommy
Pernikahan Vijendra dan Sirta sudah berusia lima tahun lamanya, namun mereka belum dikaruniai momongan. Bukan karena salah satunya ada yang mandul, itu semua karena Sirta belum siap untuk hamil. Sirta ingin bebas dari anak, karena tidak mau tubuhnya rusak ketika ia hamil dan melahirkan.
Vi bertemu Ardini saat kekalutan melanda rumah tangganya. Ardini OB di kantor Vi. Kejadian panas itu bermula saat Vi meminum kopi yang Ardini buatkan hingga akhirnya Vi merenggut kesucian Ardini, dan Ardini hamil anak Vi.
Vi bertanggung jawab dengan menikahi Ardini, namun saat kandungan Ardini besar, Ardini pergi karena sebab tertentu. Lima tahun lamanya, mereka berpisah, dan akhirnya mereka dipertemukan kembali.
“Di mana anakku!”
“Tuan, maaf jangan mengganggu pekerjaanku!”
Akankah Vi bisa bertemu dengan anaknya? Dan, apakah Sirta yang menyebabkan Ardini menghilang tanpa pamit selama itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11
Vi tidak peduli dengan rintihan Sirta yang mengeluh kesakitan karena dirinya bermain kasar. Vi terus melesakkan inti tubuhnya ke dalam inti tubuh Sirta, dan semakin mempercepat gerakkannya dengan begitu kuat. Mungkin kalau tadi Vi melakukan pemanasan dulu seperti biasanya, Sirta akan merasa nyaman, tidak akan merasakan sakit seperti saat ini.
“Vi ... please ... udah! Sakit sekali! Ahh ... ini sungguh nikmat, Sayang!” pekik Sirta, tapi dia merasakan kenikmatan bertubi-tubi dari Vi, sampai ia menikmati indahnya sebuah puncak yang istimewa dibarengi dengan rasa sakit dan nyeri di bagian punggungnya.
“Sudah puas?” tanya Vi dengan mengakhiri pergerakannya. Tidak peduli dirinya sendiri belum sampai puncak seperti apa yang dirasakan Sirta saat ini, yang sudah mencapai puncak kenikmatan berkali-kali.
“Sakit, Sayang,” rintihnya sembari mengusap wajahnya yang basah karena air shower. Hingga membuat air mata yang keluar tidak terlihat oleh Vi. “Aku suka meskipun sakit, Vi. Aku bisa merasakan kepuasan yang sangat unik, aku benar-benar puas, Sayang,” ucap Sirta pelan.
Sirta masih merasakan inti tubuhnya berdenyut, walau sesuatu yang mengganjal sudah tidak berada di dalam sarangnya. “Kamu belum keluar kan, Vi? Ayo sekarang giliranku yang bergerak,” tawar Sirta sambil berusaha bangun pelan-pelan, sambil meringis kesakitan.
“Tidak perlu!” tolak Vi. Ia lalu bergegas membersihkan diri, dan ingin segera keluar dari dalam kamar mandi secepat mungkin.
“Apa kamu tidak ingin merasakan keindahan mencapai puncak yang begitu nikmat dan unik seperti yang kamu berikan tadi?” ucap Sirta sembari memeluk tubuh Vi dari belakang. Vi mengusap tangan Sirta yang melingkar di perutnya, sembari tersenyum begitu sinis.
“Aku yakin, aku bisa melakukan hal yang sama seperti yang kamu lakukan tadi ke aku. Sakit dan nikmat yang aku rasakan dalam waktu bersamaan, hingga aku merasakan dimabuk kepayang dan tidak akan pernah aku lupakan hari ini. Sekarang aku akan melakukan hal serupa padamu, supaya kita sama-sama menikmati,” tutur Sirta.
“Kamu ingin aku mengeluarkan cairan kenikmatanku?” tanya Vi dengan senyum sinis.
“Tentu saja, Sayang? Agar kamu bisa merasakan kenikmatan yang tiada tara, dan tidak pusing lagi,” jawab Sirta.
“Untuk apa dikeluarkan, kalau hasilnya tetap sama?” ucap Vi.
“Maksudmu?” tanya Sirta.
“Sama-sama terbuang sia-sia, karena tidak akan pernah membentuk seorang bayi mungil! Aku akan melakukannya jika kamu sudah berhenti meminum pil kontrasepsi itu! Aku mau kamu hamil, punya anak untukku! Jika tidak, kau tahu sendiri akibatnya!”
Vi langsung menyingkirkan tangan Sirta yang sudah mengusap lembut perut dan dadanya, lalu ia menghempaskan tangan Sirta kasar, karena Sirta tidak mau melepaskannya. Vi juga mengehempaskan tubuh Sirta hingga tubuhnya mendarat pada dinding.
“Kamu kenapa sih, Vi? Kok jadi kasar seperti ini?” tanya Sirta yang sudah mulai jengah dengan perlakuan suaminya.
Vi juga tidak mengerti, kenapa sampai bertindak sekasar itu, akan tetapi Vi tidak peduli dengan ucapan Sirta dan membiarkan Sirta kesakitan di kamar mandi.
“Kau kenapa?!” pekik Sirta.
“Tanpa aku jelaskan, aku rasa kamu sudah tahu jawabannya, kenapa aku sampai seperti ini, Ta!” jawab Vi sarkas.
Vi bergegas keluar dari dalam kamar mandi. Emosinya yang sudah mulai memuncak terus menerus terhadap Sirta, sepertinya memang harus segera ia redam sendiri. Sebab jika makin berkepanjangan, akan menjadi bomerang bagi diri Vi sendiri, dan akan semakin panas pedebatan mereka.
**
Vi memakai bajunya, setelah itu ia mengambil kunci mobilnya. Vi memilih pergi dari rumahnya, dia tidak mau meneruskan perdebatan dengan istrinya itu. Vi tidak tahu ke mana akan pergi, ia terus menyusuri jalanan malam yang mulai lenggang. Mobilnya berbelok ke arah sebuah komplek perumahan, entah kenapa tangan Vi membelokkan mobilnya ke arah komplek perumahan tersebut, lebih tepatnya ke komplek perumahan tempat di mana Ardini tinggal.
Rumah kedua Vi, mungkin malam ini akan Vi sebut rumah Ardini adalah rumah keduanya. Ia tidak ragu lagi, dan langsung memarkirkan mobilnya di depan rumah Ardini. Vi membuka pintu gerbangnya, beruntung Vi membawa kunci serep rumah Ardini, lengkap dengan kunci gerbangnya juga. Setelahnya ia membuka garasi, dan bergegas memasukkan mobil ke dalam garasi.
Vi tahu, pasti Ardini dan pembantunya sudah tidur nyenyak, apalagi sudah hampir pukul satu malam. Vi masuk dengan pelan-pelan, takut orang rumah terganggu tidurnya. Namun, di saat bersamaan, Bi Siti sedang mengendap-endap melihat siapa yang datang.
“Astaga, Tuan?! Bibi kira siapa?” ucap Bi Siti.
“Maaf Bi gangguin istirahat Bibi,” ucap Vi.
“Tuan kok ke sini?” tanya Bi Siti.
“Ya pengin ke sini saja, Adin sudah tidur?” tanya Vi.
“Sudah, ya sudah bibi ke kamar lagi Tuan,” pamit Bi Siti.
Vi mengangguk, setelah Bi Siti masuk ke kamarnya, Vi langsung berjalan ke arah kamar di mana Ardini tidur. Vi membuka pintunya, beruntung pintu tidak dikunci, jadi Vi bisa masuk ke dalam. Vi melihat Ardini yang sudah tertidur pulas. Ia mendekati Ardni, lalu duduk di tepi ranjang dengan memandangi wajah Ardini yang sangat polos dan natural.
Tidak tahu kenapa Vi berani menatap wajah perempuan lain sedekat ini, bahkan hatinya menghangat kala dekat dengan Ardini. Entah karena bayi yang ada di perut Ardini, yang membuat Vi ada ikatan batin dengan anaknya yang masih ada di kandungan Ardini.
“Maafkan aku, sudah merusak masa dapanmu, Adin,” ucap Vi lirih lalu tangannya mengusap lembut pipi Ardini, dan menyibakkan rambut yang sedikit menutup wajah Ardini.
“Uhmmppp ....” Ardini menggeliat, merasakan ada sesuatu yang menyentuh pipinya. Ia mengerjapkan mata, dan samar melihat sosok laki-laki yang ada di depannya.
“Siapa kamu!” pekik Ardini dengan tubuhnya menjauh dari Vi.
“Ini aku, suamimu, Adin!” jawab Vi.
“Astaga Tuan? Kenapa tiba-tiba di sini?”
“Salah kalau aku mengunjungi istriku? Memastikan istriku dan anakku baik-baik saja?” jawab Vi.
“Tapi gak begini caranya Tuan? Bikin aku jantungan saja?” ucap Ardini.
“Maaf, ya sudah lanjutkan tidurnya, aku ke kamar mandi, mau bersihkan badan dulu, lalu tidur,” ucap Vi.
“Tuan mau tidur di sini?” tanya Ardini.
“Iya, kalau gak di sini di mana lagi? Ini kamar kita bukan? Kita sudah suami-istri, gak salah kalau tidur bareng, kan?” ucap Vi.
“Ehm ... i—iya sih, tapi bagaimana istri tuan?”
“Gak usah memikirkan itu, dia sedang senang-senang dengan temannya!” jawab Vi.
“Oh, ya sudah,” ucap Ardini.
“Ya sudah apa? Pasrah sekali? Aku gak akan menyentuhmu, aku takut anakku kenapa-napa, kalau kandungan kamu sudah kuat, kita akan konsultasi ke dokter, kamu bisa tidak aku sentuh,” ucap Vi.
Mata Ardini mengerling\, bingung dengan ucapan Vi. Ardini kira Vi tidak akan menyentuhnya\, dia hanya ingin bertanggung jawab saja atas kehamilannya\, karena memang itu anak Vi\, akan tetapi ucapan Vi yang ambigu itu membuat Ardini kebingungan\, bagaimana bisa dia melakukannya dengan orang yang tidak ia cintai? Meski sudah pernah\, tapi malam itu Ardini dip*r.kos* oleh Vi.
“Kenapa begitu wajahnya?” tanya Vi yang gemas melihat wajah Ardini.
“Eh gak apa-apa!” jawab Ardini gugup.
Vi masuk ke kamar mandi, seketika hasratnya kembali naik, apalagi tadi belum tuntas, bahkan belum keluar. Ditambah melihat istri keduanya yang terlihat sangat anggung, imut, dan natural itu membuat Vi kembali tinggi.
“Gak! Aku harus bisa menahannya, dia sedang hamil muda, jangan biarkan anakmu kenapa-napa, Vi! Tahan!” rutuk Vi di dalam kamar mandi.