Sehari sebelum Dipta meninggal, ia meminta Liam untuk menikahi Vana, tunangannya.
Liam Mahendra adalah seorang dokter yang memutuskan hubungan bersama kekasih hampir empat tahun mengisi hatinya, ia memilih menepati janji yang ia buat di rumah sakit untuk menikahi Vana, calon istri sahabat baiknya Dipta.
Liam memang tak mencintai Vana, namun setelah menikah akankah bisa merubah perasaannya? Dan benarkah pilihan yang ia ambil memang ditentukan takdir?
Cinta, kecewa dan amarah mengisi penuh cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Achakajayes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sabtu Bersama
Hari ini hari sabtu,
Terkhusus untuk menyenangkan hati Vana, Liam libur dari pekerjaan sebagai dokter. Yah meskipun ada pasien ibu-ibu sibuk mengirim pesan sampai menelepon berulang kali. Mereka tergila-gila sekali...
"Halo"
".... "
"Iya saya hari ini memang libur"
".... "
"Maaf bu, gak mungkin saya dateng ke rumah ibu"
".... "
"Saya ada urusan dengan istri saya"
"... "
"Bukannya ada dokter lain yang menggantikan?"
Tut...
Walau obrolan berhenti ditengah jalan, Liam justru mendesah lega. Selamat dari ibu-ibu obsesi. Mereka sudah punya suami tapi mengganggu suami orang lain..
Astaga ada apa dengan dunia ini.
Pandangan Liam kembali menuju ke arah kelas Vana, di balik kaca pria itu memperhatikan bagaimana istrinya mengajari anak-anak kecil yang terbilang nakal dan cerewet.
Tapi lihatlah, senyuman menggambarkan seberapa sabar ia mendidik mereka. Memang pekerjaan guru terbilang amat mulia, mungkin dia juga harus berterima kasih pada guru-guru lama nya yang dulu membimbing Liam.
"Bagaimana nanti kalau dia mengurus anak kami? Hahaha", detik itu Liam menutup mulut nya yang berbicara gamblang.
Ngapain mikirin sampai disana? Tidak Liam bukan waktunya kamu berpikiran jauh, hubungan kalian masih tahap pendekatan. Tak mungkin Vana dihancurkan sebelum mereka sama-sama nyaman. Aku akan menjadi pria brengsek kalau melukainya..
"Sudahkah kamu nyaman bersama ku Vana?"
Nama Dipta menyuara dalam angin yang berhembus, dia menyaingi almarhum sahabatnya rasanya tak mungkin. Pasti besar cinta Vana hanya tertuju padanya, janji Liam hanya sebatas suami pengganti.
"Dipta posisi gua sulit, lo yang dia mau.. "
Miris, pantaskah dia menggantikan raja pemilik hati Vana...
...----------------...
Vana menghela nafas usai mengajari murid-murid yang kurang memahami maksudnya.
"Bu gulu! Bu gulu!"
Adam menarik atasan baju yang dikenakan Vana membuat perempuan itu menunduk agar bisa mendengar jelas.
"Ada apa Adam?"
"Om Alex katanya suka sama bu gulu, tadi Adam di kasih pelmen bial bilang ke bu gulu"
Senyum masam menghiasi wajah Vana, pria muka menyebalkan itu lagi...
Muka songong dan suara sok lembut yang dibuat-buat seakan mengingatkan Vana seberapa tidak baiknya Alex untuk didekati.
"Akh gitu ya? Emm... Bilang saja terima kasih ke dia ya?", balas Vana pada akhirnya.
Semoga hari ini bukan dia yang aku temui... Tuhan bantulah aku...
...----------------...
PLAK!
" Ternyata kamu cuman mau main-main sama aku Alex, aku kecewa sama kamu!", sebut saja dia pacar ke... sekian? Namanya Helena kalau ingin tahu.
Tanpa mempedulikan orang-orang yang memusatkan pandangan ke tempat nya, Helena berlari seraya menangis kencang. Intinya dia kecewa dan menampar muka tampan Alex, bekas merah berhasil menghias.
Sedangkan sebaliknya wanita yang sengaja berulah duduk di samping Alex, dia bahkan mendekatkan diri untuk menyentuh bekas tamparan Helena.
"Wih... Cewek lo yang tadi jago bela diri? Sampek bisa nampar keras gini, hahaha!"
Alex menepis tangan Amira, sepupu menyebalkan yang baru saja kembali dari Austin.
"Dia anak pencak silat", mata Amira membola sempurna.
" Wow! So cool! Kenapa dia bisa mau sama lo?"
Alex berdecak, "gua ganteng dan lo tau itu. Mau apa lo balik ke Indo? Pakek bikin drama gua hamilin lo lagi... ", dengus pria itu tak terima.
Yah, Amira selalu mencari masalah disaat Alex melancarkan aksi bejatnya. Baru semalam ia tiduri Helena dan sekarang dia di campakkan tepat di hadapan banyak orang, taruh dimana mukanya kalau sampai ada yang merekam kemudian tersebar?
"Well... Bokap yang minta gue balik kalau udah selesai kuliah, besok gue mau jalanin perusahaan. Dan tadi gue dateng ke rumah lo... Eh lo nya pergi, jadi ya gue nebak aja kemana kafe yang selalu lo pakek buat ajak boneka lo itu", penjelasan Amira sama sekali tak di tutupi. Sejak kecil mengenal Alex dan dekat dengannya.
Tapi bukan berarti saling menyayangi. Sebaliknya, julukan Tom and Jerry cocok menggambarkan kedekatan mereka.
"Lagian lo orang nya mudah ketebak Lex", Alex berdehem masih kesal pekara tadi.
"Kabar Dipta gimana?", rahasia kecil Amira yakni menyukai Dipta tapi tak bisa mengungkapkan. Terjebak friendzone masa remaja..
" Dipta lo udah meninggal"
Deg.
Amira menundukkan kepala, pantas saja Dipta tak mengirimi dia pesan. Terakhir kali pria itu mengirim pesan undangan untuk pernikahannya dengan gadis yang pernah ditunjukkan lewat pesan email.
"Kalau mau nangis, nangis aja udah"
Grep!
Amira menutupi wajahnya di dada bidang Alex, jika tangisannya diliat orang lain hancur sudah harga dirinya nanti.
"Hiks... Hiks... "
Aneh... Gua benci Dipta sama sahabatnya ini malah sepupu gua cinta mati sama dia.
Dulu Alex mengakui Dipta dan Liam sebagai sahabat, sekarang sudah berbeda. Akh tidak, beberapa orang taun berbeda. Ia membenci dua manusia itu.
Lo mati aja masih ada yang nangisin...
"Kenapa lo gak bilang ke gue hah? Jahat banget lo gak kabarin gue!", Amira memukul dada Alex dengan perasaan menggebu-gebu.
Menggunakan satu tangan Alex menahan pukulan yang semakin lama semakin sakit, ia menatap dalam mata Amira lalu menenggelamkan wajah gadis itu ke dada nya lagi. Ia bahkan mengusap rambut Amira seperti menyalurkan kasih sayang.
"Gua gak mau lo galau.. "
...----------------...
Tap... Tap.... Tap...
Menuruti keinginan Liam berjalan santai ke taman sekolah kanak-kanak yang diajar Vana, mereka tampak serasi dari segi manapun.
"Gimana tamannya Mas Liam?"
Liam mengedarkan pandangan, mengangguk senang. "Bagus tamannya. Luas juga ya?"
Senyuman terbit di kedua sudut bibir Vana, menghentikan langkah mereka duduk di salah satu bangku dekat ayunan.
Meski siang, entah mengapa awan tampak mendung. Tak terasa panas sampai membakar kulit. Baguslah kalau langit paham akan situasi..
"Sepertinya pekerjaan kamu santai banget ya mas? Sampai bisa libur kapan pun"
Liam setuju akan ucapan Vana, "yah sedikit sih... Tapi kalau darurat aku mau gak mau balik ke rs, tergantung tergantung situasi"
"Kamu gimana... "
Vana mengernyit, "gimana apanya?"
"Kalau aku tinggal mendadak buat ke rs, gak masalah?", ujar Liam sambil mengulurkan tangan mengambil beberapa dedaunan yang ada di rambut sang istri.
Hal simple mampu mendebarkan jantung Vana, matanya memindai penglihatan di wajah berpahatan sempurna lelakinya.
"Vana? Gimana?"
Lamunan itu buyar saat suara Liam nyaring mengisi pendengaran, "Ah... Emm... An-anu, aku gak apa-apa kok"
Lihatlah yang gugup bukan main ini istrimu Liam, sadarkah kamu memperlakukan dia begitu istimewa?
Kamu salah tingkah ya Vana?
Pemandangan saat Vana gugup tak pernah terlewat akan senyuman hangat Liam. Dia senang sampai gemas, tingkah istrinya lucu sekali.
"Vana... Kamu cantik."
Agar tak terlihat muka memerah Liam, ia segera berjalan mendahului.
"Yuk pulang!"
Seseorang yang baru datang sembari menggenggam lengan anak kecil yang bersamanya tampak mengepalkan tangan.
Dia bisa melihat interaksi dekat keduanya, dan detik itu pesan dari ponsel miliknya menjelaskan segalanya.
Wilona: Nama istrinya Vana
Wilona: Mantan calon istri Dipta
"Fuck!"
BUGH!
Bersambung.
