Kehidupan Aira berubah ketika seorang pria misterius bernama Arga pindah ke rumah di sebelahnya. Arga adalah seorang penulis yang mencari inspirasi untuk novel terbarunya. Pertemuan mereka yang tidak disengaja menumbuhkan rasa penasaran di hati masing-masing. Seiring berjalannya waktu, keduanya mulai saling membuka diri dan berbagi cerita, menemukan bahwa mereka memiliki lebih banyak kesamaan daripada yang mereka duga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dedhy Karlang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGAI PETIR YANG MENYAMBAR HATI
Setelah berminggu-minggu merenungkan segala sesuatu yang telah terjadi, Arga akhirnya membuat keputusan yang sangat berat. Meski hatinya hancur, dia menyadari bahwa kepercayaan yang telah rusak mungkin tidak bisa dipulihkan. Dengan hati yang penuh kesedihan, Arga memutuskan untuk mengajukan perceraian dengan Aira.
Pada suatu malam, setelah Aira tertidur, Arga duduk di ruang tamu dengan surat perceraian di tangannya. Dia merasakan beratnya keputusan ini menghantam hatinya. Segala kenangan indah, cinta, dan perjuangan yang telah mereka lalui bersama seakan-akan melayang di depan matanya. Namun, Arga tahu bahwa ini adalah langkah terbaik untuk keduanya, meskipun sangat menyakitkan.
Esok paginya, dengan mata yang sembab karena kurang tidur, Arga mendekati Aira. "Aira, kita perlu bicara," katanya dengan suara yang berat.
Aira menatap Arga dengan perasaan cemas. "Ada apa, Arga?"
Arga menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. "Aku telah memikirkan ini dengan sangat matang. Aku rasa, demi kebaikan kita berdua, kita harus berpisah. Aku ingin mengajukan perceraian."
Kata-kata itu seperti petir yang menyambar Aira. Air matanya segera mengalir, dan dia tidak bisa menahan tangisnya. "Arga, tolong, jangan lakukan ini. Aku sangat menyesal. Aku tidak ingin kehilanganmu," isaknya.
Arga merasakan hatinya tercabik-cabik melihat kesedihan Aira, tapi dia tahu bahwa keputusan ini adalah yang terbaik. "Aira, aku juga tidak ingin ini terjadi. Tapi, kita harus realistis. Kepercayaan di antara kita sudah hancur, dan aku tidak tahu apakah kita bisa memperbaikinya. Aku harap kamu mengerti."
Dengan hati yang hancur, Aira hanya bisa menangis dan memeluk Arga untuk terakhir kalinya. Mereka berdua tahu bahwa ini adalah akhir dari perjalanan mereka sebagai pasangan suami istri.
Sebelum mengajukan perceraian secara resmi, Arga merasa bahwa ada satu hal yang harus dia lakukan. Dia mengundang Reza ke rumahnya untuk berbicara tentang situasi mereka. Reza datang dengan perasaan yang bercampur aduk, merasa bersalah atas segala yang telah terjadi.
"Reza, aku ingin bicara denganmu," kata Arga setelah Reza tiba. "Aku tahu bahwa situasi ini sangat sulit bagi kita semua. Aku akan mengajukan perceraian dengan Aira. Setelah itu, aku berharap kamu bisa menikahi Aira dan bertanggung jawab atas anak yang dikandungnya."
Reza terdiam, merasakan beban kesalahan yang sangat besar. "Arga, aku sangat menyesal. Aku tidak pernah bermaksud untuk menghancurkan rumah tanggamu. Tapi aku akan bertanggung jawab. Aku akan menikahi Aira setelah perceraian kalian selesai."
Aira, yang mendengarkan percakapan itu dari kejauhan, tiba-tiba masuk dan menolak dengan tegas. "Tidak, Reza. Aku tidak akan menikah denganmu. Apa yang terjadi di Korea bukan karena cinta, itu hanya kesalahan yang terjadi karena alkohol dan nafsu. Aku akan membesarkan anak ini sendiri."
Reza merasa sangat bersalah, tetapi dia menghormati keputusan Aira. "Baik, Aira. Jika itu yang kamu inginkan, aku akan mendukungmu semampuku. Aku akan tetap ada di sini untuk membantu."
Dengan kesedihan yang mendalam, Arga dan Aira akhirnya menyelesaikan proses perceraian mereka. Saat perceraian resmi, Arga memutuskan untuk meninggalkan rumah dan pergi jauh, mencari ketenangan dan mencoba memulai hidup baru.
Galeri seni mereka, yang dulu menjadi kebanggaan mereka berdua, harus ditutup. Aira, dengan perut yang semakin membesar, berjuang untuk mendapatkan uang untuk kebutuhan sehari-hari. Terkadang, Reza memberikan bantuan finansial untuk memastikan Aira bisa memenuhi kebutuhan dasar, meskipun Aira merasa bersalah menerima bantuan itu.
Hari-hari berlalu dengan perlahan, dan Aira merasakan kesepian yang mendalam. Kepergian Arga meninggalkan lubang besar dalam hidupnya. Namun, dia tahu bahwa dia harus kuat demi anak yang dikandungnya. Setiap hari dia berusaha mencari cara untuk bertahan hidup, meskipun sangat sulit.
Pada suatu sore yang mendung, Aira duduk di sofa dengan tangan memegang perutnya yang besar. Dia merasakan tendangan kecil dari dalam perutnya, tanda bahwa bayinya tumbuh dengan sehat. Meski situasinya sangat sulit, perasaan bahwa dia akan segera menjadi seorang ibu memberikan sedikit penghiburan di tengah kesedihannya.
Dengan tekad yang kuat, Aira memutuskan untuk tidak menyerah. Dia mulai mencari pekerjaan yang bisa dia lakukan dari rumah, menggunakan bakat seni yang masih dimilikinya. Dia membuat lukisan-lukisan kecil dan menjualnya secara online, berharap bisa mendapatkan penghasilan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Meski demikian, tidak semua hari berjalan dengan mudah. Ada saat-saat di mana Aira merasa sangat lelah dan putus asa. Namun, setiap kali dia merasakan bayinya bergerak di dalam perutnya, dia mendapatkan kekuatan baru untuk terus berjuang.
Reza, meskipun merasa bersalah, tetap berusaha membantu Aira dari kejauhan. Dia sering mengirim uang dan kadang-kadang mengunjungi Aira untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja. Namun, Aira tetap teguh dengan keputusannya untuk membesarkan anaknya sendiri tanpa ikatan pernikahan dengan Reza.
Bulan demi bulan berlalu, dan akhirnya Aira mencapai bulan kesembilan kehamilannya. Tubuhnya merasa semakin berat, dan setiap gerakan menjadi lebih sulit. Meski demikian, dia tetap berusaha menjalani hari-harinya dengan semangat.
Pada suatu malam yang tenang, saat Aira sedang duduk di kamar bayinya yang telah disiapkan dengan penuh cinta, dia merasakan kontraksi pertama. Rasa sakit itu datang tiba-tiba, membuatnya tersentak. Dia tahu bahwa saatnya telah tiba.
Dengan perasaan campur aduk antara ketakutan dan kegembiraan, Aira menghubungi Reza dan meminta bantuannya untuk mengantar ke rumah sakit. Reza datang dengan cepat, dan tanpa membuang waktu, mereka menuju ke rumah sakit.
Di ruang bersalin, Aira merasakan rasa sakit yang semakin intens. Dia berjuang dengan segala kekuatannya, didukung oleh Reza yang berada di sisinya. Meski mereka tidak memiliki ikatan pernikahan, Reza tetap memberikan dukungan penuh untuk Aira.
Setelah berjam-jam berjuang, akhirnya Aira melahirkan seorang bayi laki-laki yang sehat. Tangisan pertama bayi itu memenuhi ruangan, membawa perasaan haru dan kebahagiaan yang tak terlukiskan. Aira merasa air mata kebahagiaan mengalir di pipinya saat dia memeluk bayi kecilnya untuk pertama kali.
"Selamat, Aira," kata Reza dengan suara penuh emosional. "Kamu telah melakukannya dengan sangat baik."
Aira tersenyum lemah, tetapi penuh kebahagiaan. "Terima kasih, Reza. Terima kasih telah berada di sini untukku."
Reza mengangguk, merasakan rasa syukur bahwa meski semua kesalahan dan masalah, mereka bisa menyambut kehadiran bayi ini dengan cinta dan dukungan. "Aku akan selalu ada di sini untuk kalian berdua, Aira. Aku berjanji."
Hari-hari berikutnya, Aira dan bayinya mulai beradaptasi dengan kehidupan baru mereka. Meski tantangan dan kesulitan masih ada, kehadiran bayi itu membawa kebahagiaan yang baru dalam hidup Aira. Dia merasa lebih kuat dari sebelumnya, siap menghadapi dunia dengan keberanian dan cinta yang tulus untuk anaknya.
Di tengah segala cobaan, Aira menemukan bahwa cinta seorang ibu adalah kekuatan yang luar biasa. Dia tahu bahwa dia bisa menghadapi apa pun yang datang, asalkan dia memiliki anaknya di sisinya. Dengan penuh harapan dan keyakinan, Aira melangkah maju, siap untuk menjalani kehidupan baru sebagai ibu yang penuh kasih dan keberanian.
saling sport ya🙏