Wanita Janda Istri Sang Dokter

Saras tak banyak berkomentar, ia hanyalah pendatang dan meski statusnya sebagai istri nyatanya tetaplah orang asing.

"Aku juga sudah mendaftarkan Bagas ke sekolah barunya. Besok sudah bisa masuk."

Bagas yang sedang membaca buku pelajaran sontak berseru, "Hore ...! Aku pindah sekolah." Pria kecil itu sudah merasa terbebas dari pembulian. Ia meloncat kegirangan lalu mendekat ke arah Fahmi.

"Terimakasih, Om Fahmi sangat baik padaku dan juga pada bunda." ucap Bagas, dalam hati kecilnya ia berharap pria dewasa ini yang sudah menikahi ibunya mau dipanggil ayah oleh nya. Tapi, ia sedikit canggung.

Raut wajah Fahmi mengerut sepertinya tak senang dengan sebutan yang Bagas berikan.

"Kok panggilnya masih om sih, kan bunda kamu sudah menikah. Panggil ayah bisa !"

Seketika itu mata Bagas berbinar, sudah lama ia tidak menyebut kata ayah. "A-ayah!" panggilnya sedikit terbata lalu menghambur ke arah Fahmi.

Fahmi memeluk bocah itu dengan ketulusan, "Sudah punya seragam belum?" tanyanya setelah pelukannya terurai. Bagas hanya menggeleng sendu.

"Ya udah, nanti malam kita belanja sekalian lihat rumah yang akan kita beli."

Bagas mengangguk sementara Saras tampak berkaca - kaca melihat mereka yang begitu akrab. Kebaikan Fahmi tidak akan pernah ia lupakan.

Terdengar riuh dari luar tawa dan canda yang menarik perhatian Fahmi untuk keluar, lalu disusul Saras dan Bagas.

Rupanya Fenny si putri bungsu datang untuk menyambangi orang tuanya. Fenny diantar suaminya tapi langsung putar balik tidak bisa menunggu karena sedang ada proyek. Kedatangan Fenny disambut hangat oleh sang kakak perempuan, "Kak Ambar kok nggak balas chat aku?" gerutu Fenny setelah memasuki rumah.

"Iya, Sayang, maaf ya, ponsel kakak error akibat ulah si kembar."

Seketika itu perhatian mereka teralihkan dengan kedatangan Fahmi dan juga Saras.

"Fahmi, kamu sudah ada di rumah!" Fenny memeluk kembarannya.

"Iya, tidak banyak pasien hari ini." sahut Fahmi sembari mengurai pelukannya.

Lalu Fenny memindai bola matanya ke arah wanita yang berdiri di samping Fahmi. "Siapa dia?"

Fahmi sudah tidak ragu lagi untuk mengakui Saras adalah istrinya. "Dia Saras, istriku."

Fenny menutup mulutnya yang sontak menganga. Lalu menatap Ambar untuk kejelasan.

"Iya, nanti aku ceritain." sahut Ambar dengan santainya.

Lalu Fenny menyalami Saras dan memperkenalkan dirinya.

Saras tampak bingung dengan tamu yang baru datang ini, wajahnya begitu mirip dengan suaminya. Setelah Ambar menggiring Fenny ke kamar, Saras memberanikan diri untuk bertanya.

"Mas Fahmi, siapa dia? Kalian begitu mirip."

"Kembaranku."

Saras tidak salah mengira, pantas jika Ambar juga melahirkan anak kembar karena ada gen kembar di keluarga Hendra Effendi.

Saras membawa kopi milik Fahmi yang tinggal separuh ke teras. Fahmi teringat lalu melanjutkan minumnya. Ia tidak akan melewatkan sedikitpun kenikmatan dari kopi hitam itu. "Terima kasih, kopi buatanmu enak !" Lalu Fahmi kembali masuk ke dalam kamar. Lagi - lagi Saras tersanjung.

Hari semakin sore, Saras melihat lantai rumah yang kotor. Ia mengambil sapu lalu mulai menyapu.

Tak begitu lama, sebuah mobil hitam memasuki area halaman rumah. Rupanya itu Amira dan Bik Yem.

Amira turun lebih dulu dan terlihat kesusahan karena membawa barang berat.

Saras yang tengah menyapu tersentak kaget mendengar teriakan Amira. "Hai, kamu! Angkat barang belanjaan ini!"

Padahal ada sopir yang terlihat tidak sedang kerepotan tapi sengaja Amira memanggil Saras. Saras bergegas mendatangi Amira dan menggantikan membawa barang belanjaan itu.

Amira berjalan lebih dulu. Lalu disusul Bik Yem yang juga membawa kantong kresek besar. "Mbak Saras kalau nggak kuat biar saya saja yang angkat."

"Kuat kok, Bik." Sahut Saras cepat. Memang sedikit berat ternyata. Lalu setelah mengucap kalimat basmallah, Saras mengangkat barang itu masuk menuju dapur.

Amira terlihat mengecek barang belanjaan. "Masukkan ini ke dalam kulkas!" perintahnya pada Saras padahal ada Bik Yem di sampingnya.

Dengan cekatan dan tanpa mengeluh, Saras menyelesaikan pekerjaannya.

Meski tidak menganggap sebagai menantu paling tidak tenaganya bisa digunakan, pikir Amira.

Hari menjelang malam. Semua keluarga berkumpul untuk makan malam termasuk Saras dan anaknya.

Setelah mendengar cerita dari Ambar, Fenny sedikit menghormati status Saras sebagai istrinya Fahmi. Ada rasa kasihan juga.

Amira terlihat begitu menikmati makanan yang tersaji di meja, begitu pula dengan Fahmi karena menu masakannya sayur asem, kesukaannya. Rasanya sedikit berbeda dari yang biasa dimasak bik Yem. Ini lebih seger.

"Hm, enak ! Tumben masakan kamu pas, Bik Yem." ujar Amira ketika Bik Yem datang membawakan buah sebagai pencuci mulut.

"He he he, hari ini saya tidak masak Nyonya." Sahut Bik Yem sedikit menyengir.

"Lalu, kamu Ambar?" Amira memindai bola matanya ke arah Ambar yang duduk di samping Saras. Biasanya kalau yang masak Ambar selalu asin atau kalau tidak malah hambar.

Ambar masih mengunyah, lalu ia menelan kasar makanannya. "Bukan Ma, Saras yang masak."

Seketika itu Amira mendelik, ia tanpa sengaja memuji masakan wanita yang tak pernah direstui kedatangannya.

"Mama sudah kenyang." ujarnya sewot lalu pergi mendahului yang lain.

Semua orang menahan tawa melihat ibu mereka yang pastinya sangat malu.

Hendra menanyakan kabar tentang hubungan nya dengan Sesil. Fahmi pun menceritakan bagaimana ia menghadapi mantan sang petinju. "Pipiku menjadi korbannya."

Semua yang masih ada di ruang makan tersentak kaget mendengar cerita Fahmi.

"Untung aku hanya dipukul sekali, coba kalau sudah dua kali bisa masuk rumah sakit."

Semua pun tertawa dengan kelakar Fahmi.

Fahmi meminta undur diri pada keluarganya karena mau mengajak Bagas membeli seragam.

"Kamu kelas berapa, Bagas?" tanya Fenny dengan ramah.

"Kelas satu, Tante." Sahut Bagas lalu bergegas menyusul ayah sambung.

"Mbak Saras ikut ya!" pinta Fahmi sedikit kikuk.

"Aku di rumah saja." tolak Saras karena merasa malu dan tidak enak.

"Aku tidak biasa memilih baju untuk anak - anak seusia Bagas. Nanti kita juga mau melihat rumah yang ingin aku beli untukmu."

Saras terdiam sejenak lalu detik berikutnya ia menyanggupi ajakan Fahmi.

...----------------...

Sekelompok polisi sedang mengejar buron yang kabur dari penjara. Pria dengan tato bergambar ular sebagai pelaku judi dan sabung ayam yang sudah tiga bulan mendekam di penjara telah berhasil kabur.

Pria yang tidak lain dan tidak bukan adalah Joni, mantan suaminya Saras.

Joni kabur dan berhasil bersembunyi disebuah bak truk yang membawa kelapa muda. Karena ada sebuah insiden dua kendaraan saling menabrak. Joni yang hendak turun terpental jauh dan dilindas truk. Beruntungnya ia masih bernyawa dan dilarikan ke rumah sakit.

Polisi belum berhasil menemukan Joni.

Dan berita kaburnya buronan telah sampai ke telinga perumahan Kembang Sore.