Damar Prasetyo, lelaki yang berprofesi sebagai seorang ASN di suatu instansi. Damar dikenal sebagai lelaki yang baik. Namun sayang, hidupnya tak sebaik dengan sifatnya.
Istri yang dinikahi selama hampir tiga tahun, tiba-tiba meminta cerai. Padahal mereka sudah dikaruniai dua orang anak.
Damar pun dipindahkan ke daerah pelosok oleh atasannya yang tak lain adalah paman dari Rasita, mantan istrinya.
Ketika pindah ke daerah itu, Damar bertemu dengan Kasih seorang guru di daerah itu.
Perjuangan hidup Kasih dan juga beberapa orang yang dikenalnya di daerah itu, membuat Damar sadar, jika hidupnya masih lebih baik dibandingkan mereka.
Damar pun bangkit dan bertekad akan merubah hidupnya lebih baik dari sebelumnya. Bahkan Damar menggunakan warisan yang tak pernah dia gubris selama ini untuk membangun daerah itu.
Bagaimanakah kisah Damar? Apakah bisa dia mewujudkan keinginannya itu? Bagaimana pula reaksi Damar setelah tau alasan sebenarnya kenapa Rasita meminta cerai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naira_w, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Yang Nyaman Untuk Diri Sendiri
"Mas, ini rumah siapa?" tanya Ridwan yang berdecak kagum melihat bangunan rumah yang terlihat mewah dengan gaya minimalis modern itu.
"Rumah kakak ku. Yuk, masuk. Kita udah ditunggu sama mereka di dalam." kata Damar mengajak Ridwan masuk ke dalam rumah.
"Mas, kakak mas jualan mobil?" tanya Ridwan saat melirik ke arah garasi yang terparkir beberapa buah mobil milik Mbak Li dan Mas Sean.
"Nggak, kenapa?" tanya Damar
"Itu mobilnya banyak banget, aku kira jualan mobil." kata Ridwan.
"Memang rejekinya mereka jauh di atas kita. Tapi ingat, harus bersyukur, Wan." kata Damar pada remaja yang baru saja hendak mendaftar kuliah ini.
"Iya, mas. Alhamdulillah aku masih dikasih sehat." kata Ridwan.
Damar tersenyum melihat Ridwan yang ternyata sudah bisa berpikiran seperti itu di usia mudanya
"Assalamualaikum." Damar mengucapkan salam sebelum masuk.
"Waalaikumsalam." suara dari dalam rumah itu begitu ramai. Menandakan jika semuanya sudah berkumpul di rumah Mbak Li menyambut kedatangan Damar.
"Damar, akhirnya udah sampai. Ayo masuk sini." kata mbak Li yang terlihat sedang menata aneka hidangan di meja makan yang panjang dan bisa memuat banyak orang itu.
Dulunya meja makan mbak Li hanya muat untuk empat orang, namun setelah bertambahnya jumlah anak-anak mereka ditambah lagi teman atau kerabat yang sering mengunjungi jadi mbak Li mengganti meja makan lamanya menjadi meja makan panjang ini.
"Ini yang namanya Ridwan?" tanya mbak Li
"Iya mbak, ini Ridwan yang ku ceritakan kemarin." kata Damar
"Oh ini anaknya yang mau kuliah di sini. Masuk yuk." ajak Alisa.
Setibanya di dalam rumah ternyata sudah ada mbak Las dan Amira, adik Damar.
"Kamu apa kabar, kak?" tanya Amira pada kakaknya
"Baik, Alhamdulillah. Kamu gimana sehat? Bilqis mana?" tanya Damar pada adiknya
"Sehat Kak, si Bilqis lagi tidur di kamar si kembar di atas." kata Amira sambil memeluk kakak yang selalu disayangnya itu.
Damar yang sudah lama tak pernah lagi berkumpul dengan keluarganya itu pun merasa senang ternyata dia masih bisa diberikan waktu oleh sang pencipta untuk berkumpul bersama.
Apalagi setelah mendengar ucapan Ridwan yang berkata jika mas Damar itu beruntung masih punya keluarga yang menerimanya dengan hangat.
Setelah waktu makan siang dan semua masakan sudah siap, Alisa mengajak semuanya untuk makan. Begitu juga anak-anak beserta pengasuhnya.
Alisa dan Sean sekarang memiliki enam orang anak sesuai keinginan mereka memiliki banyak anak.
Senja anak pertama yang usianya hampir sepuluh tahun, sepasang kembar kemudian adik si kembar berkelamin laki-laki dan dua kembar perempuan yang baru berusia satu tahun.
Jadi wajar saja keadaan rumah ini sangat ramai.
Selesai makan dan sholat berjamaah, Amira dan mbak Las pamit pulang. Amira sendiri menikah dengan anak mbak Las, Zaki.
Damar dan Ridwan langsung diajak ke rumah yang tak jauh dari rumah Alisa. Hanya berselang tiga pintu saja.
Mas Sean membeli rumah ini karena pemilik lamanya memerlukan uang untuk mengobati istrinya yang sakit kanker. Sean pun membelinya tanpa menawar lagi.
"Kalian tinggal di sini saja dulu gak apa-apa kan?" tanya Alisa pada Damar
"Nggak apa-apa lah mbak, ditempatkan di sini saja saya sudah bersyukur. Soalnya kalau mau pulang ke rumah, Rasita udah gak bakalan mengijinkan." kata Damar
"Jadi kamu mau melepaskan saja rumah hasil keringatmu?" tanya Alisa
"Ya, mau gimana lagi mbak. Aku juga kasian sama anak-anak kalau masih ngotot dengan Rasita." kata Damar
"Kamu gak tau yang sebenarnya, Mar. Nantilah kalau mas kamu pulang, kamu tanyakan ke dia." kata Alisa pada adik angkatnya itu.
"Iya mbak." kata Damar.
Setelah menunjukkan isi rumah Alisa segera kembali ke rumahnya karena pasti anak-anaknya akan mencari nya.
Damar dan Ridwan pun segera membereskan barang-barang mereka di kamar masing-masing. Tak banyak yang dibawa mereka, hanya beberapa helai pakaian saja.
Sedangkan oleh-oleh yang dibawa dari kampung sudah Damar bagikan kepada Alisa dan mbak Las juga Amira.
Rumah ini sudah lengkap dengan perabotan dan juga peralatan elektronik seperti televisi dan lemari es bahkan setiap kamarnya ada AC.
Setelah selesai membereskan barang-barangnya, Damar berjalan ke belakang menuju dapur. Lelaki itu ingin membuat kopi, dia berharap ada disediakan kopi. Jujur saja dia merasa suntuk saat ini.
Kalau di desa Timur jam segini dia sedang asyik berkeliling bersama pak Sapto ataupun pak Aji. Atau mengunjungi kandang ayam Pak Yanto.
Dapur itu juga sangat lengkap, mbak Alisa memang benar-benar mempersiapkan semua nya.
Awalnya damar menolak saat dia ditawari menginap di rumah mbak Alisa, biar bagaimanapun Damar masih ada rasa sungkan.
Karena itulah mbak Li menawarkan rumah ini untuk dia tempati sementara.
"Mas, kok mas mau tinggal di desa Timur padahal fasilitas di sini lengkap kayak begini?" tanya Ridwan menghampiri Damar yang saat ini sedang mengaduk-aduk kopi.
"Kan di mutasikan, masak mas nolak." kata Damar
"Tapi mas bisa mengurus supaya gak kena di desa Timur apalagi kakak mas itu orang kaya banget.' kata Ridwan yang masih takjub dengan kemewahan yang baru saja dia nikmati.
"Yang kaya kan kakak saya, bukan saya. Lagi pula nyaman di orang lain belum tentu nyaman di saya. Di desa Timur saya bisa jadi diri saya sendiri tanpa embel-embel keluarga saya." kata Damar
"Iya sih mas, bener kata mas. Aku malahan nyaman kalau udah pulang ke rumah walaupun gak ada AC tapi bawaannya adem." kata Ridwan
Damar terkekeh mendengar ucapan anak remaja itu. Ridwan mengingatkannya saat dia remaja dulu saat ibunya masih hidup.
Rasanya ingin segera pulang dan menyantap hidangan sederhana yang dimasak oleh ibunya. Meskipun hanya ibu tiri, namun bagi Damar dan Amira, Bu Hanum seperti ibu kandung mereka. Bu Hanum merawat mereka dari kecil dengan kasih sayang layaknya seorang ibu kandung.
Meskipun di masa lalu wanita itu tak sebaik saat dia menjadi ibu Damar dan Amira. Namun, Damar dan Amira sangat menyayangi dan menghormati wanita itu.
"Mas, kenapa mas gak pulang ke rumah mas? Istri mas keberatan ya kalau aku ikut?" tanya Ridwan
Damar menggeleng kepalanya, lalu menyesap kopinya lagi. Setelahnya dia menghela nafasnya cukup panjang.
"Kami sedang proses perceraian, dan istri saya minta rumah sebagai harta gono-gini. Dan sekarang saya tak bisa sebebas dulu mau pulang ke rumah saya sendiri." kata Damar dengan tersenyum namun matanya menatap cangkir kopi itu dengan tatapan sendunya.
🍀🍀🍀
Apa yang nyaman buat orang lain belum tentu nyaman untuk kita. Duh, kata-kata mas Damar ini bener banget.
Jangan lupa likenya ya🤗
kok lama gak berlanjutttt????
wahhhh..
sejahtera..